Sabtu, 23 Juni 2012

Jiwa Yang Merana


Pikiran tiada ahir
Menelusuri lankah kehidupan
Perasaan semakin tak tenang
Bak lautan yang diguyur hujan
Bintik-bintik hitam terus bermunculan
Menggrogoti seluruh badan
Ketenagan semakin menghilang
Keresahan semakin menjulang
Suara hati tertindas oleh kuasa nisbi
Jiwa merana dengan rintihan-rintihan yang tak pasti
Hati tersa hampa tak berdaya
Ku terasa hina dalam kehinaan  

Jumat, 08 Juni 2012

Disaat Kau Turunkan Aku

Mobil menghadap timur
Menanti rombongan
Perlahan ku pegang ganggang berwarna putih dari hitam
kemudian ku buka
Ku angkat kaki kiriku dan duduk manis bersama mereka
Selang beberapa menit
Datang sepatah kata bak halilintar
Menyambar hati seorang insan
Cakrawala berubah menjadi suram
Ku takberdaya diam dalam kehinaan
Ku hanya bisa diam seribu kata
Dan mengelus dada
Sungguh begitu hinanya hambaMu
Disisi mahlukMu
Hingga Kau turunkan diriku
07/06/`12

Sabtu, 02 Juni 2012

AMBIGUITAS KESUKSESAN DIKNAS DALAM DUNIA PENDIDIKAN


Hari ini adalah hari dimana peredikat abiturient disandang oleh adik-adik siswa-siswi SMA dan yang sederajat, setelah tiga tahun menjalani masa-masa indah disekolah bersama teman-teman dan guru mereka dengan penuh canda dan tawa.
Yang tidak kalah pentingnya adalah peroses dimana mereka pendapatkan sesuatu (Pendidikan) yang tidak semua anak-anak sebaya mereka bisa mendapatkannya. Intelektualitas mereka diasah sedimikian rupa sehingga pada ahirnya mereka menjadi orang-orang yang berguna bagi diri sendiri dan bagi orang laian serta dapat menularkan apa-apa yang telah mereka peroleh dari dunia pendidikan ketika mereka dibutuhkan. 
Berdasarkan definisi UAN seperti apa yang telah dikemukakan oleh Mentri Pendidikan Nasianl M Nuh ujian nasional itu adalah bagian dari sistem evaluasi. Sistem evaluasi itu adalah bagian dari proses belajar mengajar. Sehingga kalau diistilahkan ujian nasional itu sebagai pohonnya maka sistem proses belajar mengajar itu sebagai hutannya. Jangan sampai gara-gara kita memperdebatkan urusan pohon tadi, hutannya menjadi tidak terawat,” maka jelas sekali bahwa pendidikan itu adalah wahana dimana seseorang (murid) bergerak untuk berkereasi mencari jati diri, yang mana didalamnya sudah tersedia orang-orang (guru) yang sudah siap untuk membina, membimbing serta memberikan arahan bagaimana menuju masa depan yang lebih baik, dan bagaimana menata kehidupan lebih nyaman.
Benar apa yang diungkapakan oleh Mendiknas M Nuh yang menganalogikan UAN sebagai pohon sedangkan proses belajar mengajar adalah hutannya. Sehingga untuk menciptakan pohon-pohon yang yang berualitas, maka haruslah melihat letak geografis hutan itu sendiri. Jika pohon-pohon itu berdiam dalam hutan yang tanahnya subur gembur, saya yakin pohon-pohon yang ditanam akan tumbuh dengan kualitas yang mumpuni dan layak jual dan tidak perlu susah-susah untuk mempromosikannya pada halayak bahwa ini adalah pohon yang bagus dan sebagainya, karena publik sudah pasti mengetahui bahwa pohon-pohon yang tumbuh didalam hutan yang gembur dan subur sudah barang pasti berkualitas baik.
Ketika kita melihat kelulusan siswa/i diberbagai sekolah, hampir 100% lulus. Angka kelulusan ini telah menjadi tolak ukur, bahwa ketercapaian pendidikan dalam mendidik peserta didiknya sudah dapat dikatkan berhasil dalam dunia pendidikan. Hutan yang subur akan menghasilkan Pohon yang baik, dan pohon yang  akan menghasilkan buah yang baik pula. Hukum kausalitas tidak dapat kita pungkiri dalam kehidupan ini, namun entah kenapa hukum kausalitas itu malah justru berbanding terbalik dalam dunia pendidikan. Kenapa saya berkata demikian..? Kelulusan adalah sebuah bentuk dari ketercapaian (prestasi) dari peroses belajar mengajar, guru sukses dalam menularan ilmu pengetahuannya, murid sukses dalam menerima apa yang telah disampaiakan oleh sang guru, jadi antara guru dan siswa sama-sama mendapatkan prestasi dalam hal ini.
Perlukiranya saya menjelaskan lebih dulu apa itu Prestasi sebelum sya melanjutkan tulisan ini lebih jauh.
Pengertian prestasi menurut beberapa pendapat sebagai berikut:
1.       Muray dalam Beck (1990 : 290) mendefinisikan prestasi sebagai berikut : “To overcome obstacle, to exercise power, to strive to do something difficult aswell and as quickly as possible” (Kebutuhan untuk prestasi adalah mengatasi hambatan, melatih kekuatan, berusaha melakukan sesuatu yang sulit dengan baik dan secepat mungkin).
2.      Gagne menyatakan bahwa prestasi belajar dibedakan menjadi lima aspek, yaitu:kemampuanintelektual,strategikognitif, informasi verbal, sikap danketerampilan.
3.      Menurut Bloom dalam Suharsimi Arikunto (1990:110) bahwa hasil belajar dibedakan menjadi tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.
4.      W.J.S Poerwadarminta,berpendapat bahwa prestasi adalah hasil yang telah dicapai(dilakukan,dikerjakan,dan sebagainya).
5.      Mas’ud Said Abdul Qahar, persatasi adalah apa yang telah kita dapat ciptakan, hasil pekerjaan, hasil menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan.
6.      Nasrun Harahap dkk, prestasi adalah penilaian pendidikan tentang perekembangan dan kemajuan murid yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada mereka serat nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum.
Dari beberapa pengertian daiatas dapat disimpulkan bahawa perestasi adalah sebuah pencapaian seseorang dalam melaksanakan sesuatu, diaman hasil pencapaian itu diapresiasikan atau dapat dilihat melalui kognitif, afektif dan psikomotorik.
Ketika berbagai elemen pendidikan berpendapat bahwa angka kelulusan yang tinggi itu menandakan bahwa proses belajar mengajar dalam duania pendidikan sudah sukses dan sekolah-sekolah berhak mendapatkan perestasi atas apa yang diraihnya. Menurut saya itu adalah suatu anggapan yang tidak realistis dan secara hukum kausalitas tidaklah sesuai. Ketidak sesuaia itu dapat kita lihat dari beberapa tindakan yang dilakukan oleh anak didik, pada saat mereka menerima pengumuman kelulusan, mereka merayakannya dengan konvoi, arak-arakan dan mencorat coret seragam bahkan lebih parah lagi ada yang mengganggu masyarakat hingga menyesahkan masyarakat. Kesuksesan itu seharusnya dapat dibuktikan dengan adanya kualiatas output yang dapat dipertanggung jawabkan, bukan hanya memandang pada kuantitas saja. Selama ini para pendidik cendrung menilai kesuksesan anak didiknya dengan sebelah mata, padahal fungsi dari pendidikan bukan hanya untuk menghasilkan kuantitas, akan tetapi juga dapat menghasilkan kualitas.
Tugas seorang pendidik ialah memanusiakan manusia. Para pembina pendidikan punya visi terhadap usaha pemanusiaan manusia. Mereka tidak boleh tenggelam dalam peroses otomatisasi pendidikan, tapi harus berani meletakkan dasar moral dan spritual bagi pengembangan pendidikan.[1]
Ada dua kata yang perlu kita fahami Dari apa yang ditulis oleh Piet: yang Pertama adalah pemanusiaan manusia. Pendidikan adalah wadah pencetak manusia, membuat perubahan pada ketidak nyataan manusia menjadi wujud yang nyata dengan membentenginya dengan intlegensi, menuju setrata sosial yang lebih baik dan lebih memahami akan makna-makna kehidupan, baik kehidupan dihari ini maupun kehidupan dimasa yang akan datang. Kedua ialah kata moral dan spritual. Dimana para pendidik dituntut untuk berani meletakkan dasar moral dan spritual demi perkembangan pendidikan. Moral dan spritual adalah life control bagi semua orang dalam kehidupan sosial, tidak adanya moral bagi sesorang, maka mereka akan terasingkan dari lingkungannya dimana mereka tinggal. Sedangkan spritual menurut beberapa pendapat adalah:
  1. Mickley et al (1992) menguraikan spiritualitas sebagai suatu yang multi dimensi, yaitu dimensi eksistensial dan dimensi agama. Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti kehidupan, sedangkan dimensi agama lebih berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Penguasa.
  2. Sedangkan Stoll (1989), menguraikan bahwa spiritualitas sebagai konsep dua dimensi: dimensi vertikal adalah hubungan denganTuhan atau Yang Maha Tinggi yang menuntun kehidupan seseorang, sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan seseorang dengan diri sendiri, dengan orang lain dan dengan lingkungan. Terdapat hubungan yang terus menerus antara dua dimersi tersebut.
  3. Menurut Burkhardt (1993), spiritualitas meliputi aspek sebagai berikut: 1). Berhubungan. dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidak pastian dalam kehidupan. 2). Menemukan arti dan tujuan hidup. 3). Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri. 4). Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Yang Maha Tinggi.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa spritual berfungsi sebagai internal control system yang mengatur atau mengarahkan seseorang dalam menjalin hubungan dengan Tuhannya dan dengan sesama mahluk hidup dengan baik. Yang terpenting dari spritual adalah seperti apa yang dikatakan oleh Burkhard ialah menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri. Dimana dengan kekuatan dalam diri (empat element)[2] seseorang tersebut mereka bisa mengendalikan kehidupan mereka.
            Lantas dimanakah letak kesuksesan para pendidik dalam mengaplikasikan visi pendidikan bagi anak didiknya, jika pada ahirnya mereka (siswa/i) tidak dapat menyeimbangkan ke-empat elemen tersebut, malah menampakkan ketidak bermoralan, mereka mencorat-coret seragam mereka dengan berkonvoi ditegah jalan umum, bahkan lebih parahnya lagi membuat kegaduhan hingga melakukan penjarahan pada pedangan jalanan. Itukah out put dari dunia pendidikan yang dikatakan telah menuai kesuksesan,..?
            Saya mengatakan dengan sejujurnya, bahwa dalam pelaksanaan UNAS tidak ada yang namanya KEJUJURAN. Saya berani berkata, karena saya telah mengalaminya baik itu dibangku SMP atau yang sederajat maupun tingat SMA sederajat. UNAS bukanlah hasil dari talenta siswa itu sendiri, akantetapi tidak lain adalah jawaban dari guru-guru mereka yang ditransfer melalui berbagai macam cara. Maka dari itu, tidaklah heran jika H-1 pasca UNAS berkeliaran jawaban-jawaban dan angka kelulusan menuai kesuksesan kumolatif.
            Siapa yang harus kita salahkan, yang pemegang kabijakanlah yang menanggung akibat dari semuanya, karena mereka adalah pembuat dari apa yang kita jalani sekarang ini. Adapun imbas dari tidak adanya kejujuran dalam pelaksanaan UNAS, mengakibatkan ketidak pastian masa depan bangsa yang secara idiologis telah merusak pancasila[3]. Moralitas generasi bangsa terkikis rapi karena olah dari cermin yang dijadikan teladan bagi mereka, yang mengakibatkan kerisis ketaatan, kerisis adab bagi para remaja selaku pemegang tombak masa depan bangsa. 

Akankah kebohongan ini terus berlanjut
tidak adakah kesadaran bagi mereka
akan kemunafikan yang mereka lakukan
hingga kapan negri ini akan terus beterbangan
dalam keterpurukan
terbelenggu dari tangan-tangan kotor
yang menjamah keperawanan bangsa
kapan dan dimana
kan tumbuh tunas-tunas bangsa
yang mengamini prinsip-prinsip bangsa
berpegang teguh pada prinsip-prinsip kehidupan
menjiwai keberagaman
mewadahi ketidak berdayaan

  





 





[1]. Piet A. Sahertian Konsep Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta PT. Reneka Cita 2000. Cet Pertama. Hal.165-166


[2]. Yang dimaksud dengan empat elemen adalah  Air, udara, bumi dan api. Air, udara dan air berada dalam perut manusia, air berupa cairan yang kita minum, udara berupa ogsigen yang kita hirup dan bumi berupa makanan yang kita makan. sedangkan api kita kenal dengan sebutan kalor yang tersebar diseluruh tubuh kita.
[3]. Sila ke-dua “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab” dan
Sila ke-lima “ Keadilan bagi Seluruh Rakyat Indonesia”