Sekolah
Dasar seharusnya menjadi sekolah yang dapat menentukan masa depanku, namun
semua itu tidaklah sebanding dengan perjuangan yang saya usahakan pada masa
itu, sehingga saya tidak dapat memetik benih-benih kesegaran dari apa yang
seharusnya didapatkan oleh orang-orang seusia saya hari ini. Kalo boleh saya
bahasakan sekolah dasar adalah sekolah tampa seragam dan juga tampa sepatu. Kenapa
saya bahasakan seperti itu..? itu semua adalah fakta yang telah saya alami
selama saya berada dalam dunia pendidikan (SD). Saya terlahir dari seorang
petani dimana keseharian orang tua saya hanya bergelut dalam dunia pertanian
yang musiman, menanam padi dimusim penghujan tiba dan menanam tembakau dimusim
kemarau. Walaupun kadang kala musim tidak selalu bersahabat dengan petani.
Siklus
kehidupan seorang petani tidaklah menentu seperti siklus kehidupan para pejabat
pada umumnya, mereka mengikuti arah mata angin yang berlalu, mereka seakan
diatur oleh cakrawa, mereka tak dapat memastikan arah kehidupan, mereka tiada lelah
bergelut dengan tanah-tanah pertanian. Namun satu hal yang membuat mereka
selalu bersemangat untuk selalu bersahabat dengan cangkul, mereka tidak mau
meninggalkan kehidupan mereka dikarenakan perinsip yang mereka tanam dalam
kehidupan “mangan ora mangan sing penting
ngumpul” begitu mereka hidup, walaupun sederhana tidak menjadi masalah yang
penting sesama saudara selalu bersama. Kehidupan keluarga ku tidaklah jauh
berbeda dengan kehidupan para petani pada umumnya. Pagi-pagi berangkat
berdianas menuju kantor (sawah), mengerjakan aktivitas selayakanya petani yang
lainnya. Saya sebagai anak dari seorang petani tentunya sama-sama menekuni
kehidupan orang tua. Masa kecil saya dihabiskan dengan berteman setia dengan
sabit dan bermain-main dengan kerumunan rumput-rumput hijau yang bertebaran dialam
bebas, pagi-pagi sekitar jam 05:30 saya pergi dengan berselimut embun setelah
sabit kuasah sedemikian tajam, diruas-ruas jalan setpak persawahan teman-teman
sudah menunggu kedatanganku (mereka bernasib sama denganku). Kami pergi bersama
mencari tempat-tempat berteduhya rerumputan.
Setelah
kurang lebih satu jam lamanya kami bermain-main dengan rerumputan, kamipun
pulang dengan menjinjing rumput yang telah kami ambil, baju ku basah terkena
tetesan air dari rumput yang kubawa (air embun yang masih melekat pada rumput
pada saat kuambil), sampai dirumah kuterkadang tidak bertemu dengan siapapun,
kadang kala hanya adik saya bermain dengan temannya, Matahari tampak semakin
menaiki tangga-tangga cakrawala, kuterus bergegas menuju sekolah. Sarapan bukanlah
rutinitas bagi saya, karena terkadang ibu menanak nasi sepulang dari sawah
sehingga sarapan saya tidak teratur dan langsung menuju sekolah, tampa mandi,
tampa seragam dan terkadang tampa buku, apalagi uang saku. Disekolah rata-rata
teman-teman sama dengan apa yang saya lakukan, mungkin hanya beberapa orang saja
yang memakai seragam dari sekian banyaknya siswa, sesampai disekolah kami tidak
langsung masuk kelas walaupun jam sudah menunjukkan jam 07.00, tapi kami asyik
bermain bola setiap pagi sebelum masuk kelas, rasa lelah dan capek mengrogoti
badan sehingga terkadang kami tidak masuk kelas dan memilh untuk mencari burung
menelusuri semak-semak belukar. Ha..ha…ha….. ternyata saya beserta teman-teman
adalah siswa yang sangat bandel bin menyebalkan, tidak hanya itu, kami juga
suka usil pada guru terutama pada kepala sekolah, kami pernah membuat sepeda
motornya tidak hidup dan perenah juga kami ambil bensinnya serta banyak lagi
hal-hal yang kami perbuat pada guru-guru kami.
Tapi
itu semua adalah kisah burukku selama sekolah disekolah dasar, tapi semuanya
tidak perlu kalian tiru, biar saya saja yang mengalami semua itu. Saya tempuh sekolah
dasar selama lima tahun, karena dari kelas satu saya langsung dinaikkan kekelas
tiga oleh Bapak Jumai (guru kelas saya), setelah ditanya ternyata, kata beliau
saya mampu membaca dibanding dengan teman-teman yang lainny. Walaupun saya naik
kelas dengan seperti itu saya tidak pernah merasakan kegembiraan yang melimpah
ruah, begitu pula orang tua, mereka tidak pernah mengucakan selamat apalahi
memberi hadiah atas keberhasilan yang saya raih, hidupku dalam dunia pendidikan
berjalan bak air mengalir begitu saja tampa ada yang mengawasi, sehingga saya
sekolah hanya sebatas untuk mengisi hari-hari luang saja, tampa ada
bersitan-bersitan cita-cita setelah lulus sekolah, apakah saya harus
melanjutkan skolah atau tidak. Singkat cerita,
saya lulus sekolah dasar pada tahun 2003 dengan hasil raport sekolah yang
menunjukkan peringkat ketiga dari 29 orang. Begitulah kisahku ketika mengenyam
pendidikan diskolah dasar yang tampa seragam, tampa sepatu, kadang-kadang tampa
mandi pula, he..he…he… selepas sekolah dasar, saya menjadi pemuda sawahan (pagi,
siang dan sore ikut orang tua kesawah). Semua itu karena faktor tidak adanya
dukungan dari orang tua, maklum orang tua saya bukanlah orang yang terdidik,
tapi untung saja saya masa depan saya dan teman-teman yang lain terselamatkan setelah
membujang selama satu tahun dari dunia pendidikan dengan didirikannya Madrasah
Tsanawiyah tepat ditempat saya mengaji al-quran kalau malam tiba. Bersambung …………………..