Minggu, 30 September 2012

Kata-katamu Mengiris Jiawaku



Tropi ini saya hadiyahkan untuk kakak saya. Dialah pahlawan saya yang mati-matian membiayai hidup dan kuliyah saya ketika ayah telah tiada.  Seorang kakak yang telah banting tulang sambil kuliyah di al-azhar, berjualan tempe dan bakso dikairo,  demi adik-adik yang dicintainya. Untuk kakak saya yang baru tiba diindonesia setelah 9 tahun lamanya  tidak bisa pulang, demi memperjuangkan nasib adik-adiknya supaya tetap melanjutkan sekolah. Tropi ini buat kamu mas azzam…(KCB.II)

Tetesan air mata tak dapat kubendung
Mendengar untaian kata-katamu
Yang terucap dengan penuh jiwa
Air mataku mengalir tampa terasa
Pipiku  basah karenanya
Kata-katanaya memlukai jiwa
Hingga menebus dada
Batinku tergerak kehausan
Perasaan bergulat dalam kesalahan dan keharuan
Betapa besar penantian mereka akan kedatangan diriku
Namun entah seberapa besar pengurbananku
Untuk menyambut kegembiraan mereka akan diriku
Disaat aku memeluk mereka
Hatiku renyuh tiada berdaya
Jiwaku rapuh tida daya
Kata-kata itu
Seakan terucap dari mulut adik-adikku
Yang sedang kebingungan
Haus akan motivasi
Miskin akan pengetahuan diri
Mereka membutuhkan uluran tangan
Dari seorang kakak
Yang dapat membawa mereka
Meraih masa depan
Yang tersembunyi penuh harapan

Kamis, 27 September 2012

Kuharap RidhaMU


Kehidupanku hanya sebatas pijakan kaki-kaki kosong tiada arti
Tampa sabda dariMu
Wahai pemberi hidayah
Mataku kan selalu tepejam
Dari cahaya-cahaya kebenaran
Tanganku kan selalu tertitahkan
Tampa haluan yang tak terarahkan
Kakiku kan selalu melangkah
Menuju kemaksiatan
Dalam bimbingan setan-setan
Malam kan terus berlalu
Dalam munajat seorang abdi
Meminta dan memoji
Sejadah kan terus menjadi saksi
Deraian air mata menetes tampa terasa
Membasahi pipi
Mengharap ridha Ilahi Rabi

Rabu, 26 September 2012

Sekolah Tampa Seragam



Sekolah Dasar seharusnya menjadi sekolah yang dapat menentukan masa depanku, namun semua itu tidaklah sebanding dengan perjuangan yang saya usahakan pada masa itu, sehingga saya tidak dapat memetik benih-benih kesegaran dari apa yang seharusnya didapatkan oleh orang-orang seusia saya hari ini. Kalo boleh saya bahasakan sekolah dasar adalah sekolah tampa seragam dan juga tampa sepatu. Kenapa saya bahasakan seperti itu..? itu semua adalah fakta yang telah saya alami selama saya berada dalam dunia pendidikan (SD). Saya terlahir dari seorang petani dimana keseharian orang tua saya hanya bergelut dalam dunia pertanian yang musiman, menanam padi dimusim penghujan tiba dan menanam tembakau dimusim kemarau. Walaupun kadang kala musim tidak selalu bersahabat dengan petani.
Siklus kehidupan seorang petani tidaklah menentu seperti siklus kehidupan para pejabat pada umumnya, mereka mengikuti arah mata angin yang berlalu, mereka seakan diatur oleh cakrawa, mereka tak dapat memastikan arah kehidupan, mereka tiada lelah bergelut dengan tanah-tanah pertanian. Namun satu hal yang membuat mereka selalu bersemangat untuk selalu bersahabat dengan cangkul, mereka tidak mau meninggalkan kehidupan mereka dikarenakan perinsip yang mereka tanam dalam kehidupan “mangan ora mangan sing penting ngumpul” begitu mereka hidup, walaupun sederhana tidak menjadi masalah yang penting sesama saudara selalu bersama. Kehidupan keluarga ku tidaklah jauh berbeda dengan kehidupan para petani pada umumnya. Pagi-pagi berangkat berdianas menuju kantor (sawah), mengerjakan aktivitas selayakanya petani yang lainnya. Saya sebagai anak dari seorang petani tentunya sama-sama menekuni kehidupan orang tua. Masa kecil saya dihabiskan dengan berteman setia dengan sabit dan bermain-main dengan kerumunan rumput-rumput hijau yang bertebaran dialam bebas, pagi-pagi sekitar jam 05:30 saya pergi dengan berselimut embun setelah sabit kuasah sedemikian tajam, diruas-ruas jalan setpak persawahan teman-teman sudah menunggu kedatanganku (mereka bernasib sama denganku). Kami pergi bersama mencari tempat-tempat berteduhya rerumputan.
Setelah kurang lebih satu jam lamanya kami bermain-main dengan rerumputan, kamipun pulang dengan menjinjing rumput yang telah kami ambil, baju ku basah terkena tetesan air dari rumput yang kubawa (air embun yang masih melekat pada rumput pada saat kuambil), sampai dirumah kuterkadang tidak bertemu dengan siapapun, kadang kala hanya adik saya bermain dengan temannya, Matahari tampak semakin menaiki tangga-tangga cakrawala, kuterus bergegas menuju sekolah. Sarapan bukanlah rutinitas bagi saya, karena terkadang ibu menanak nasi sepulang dari sawah sehingga sarapan saya tidak teratur dan langsung menuju sekolah, tampa mandi, tampa seragam dan terkadang tampa buku, apalagi uang saku. Disekolah rata-rata teman-teman sama dengan apa yang saya lakukan, mungkin hanya beberapa orang saja yang memakai seragam dari sekian banyaknya siswa, sesampai disekolah kami tidak langsung masuk kelas walaupun jam sudah menunjukkan jam 07.00, tapi kami asyik bermain bola setiap pagi sebelum masuk kelas, rasa lelah dan capek mengrogoti badan sehingga terkadang kami tidak masuk kelas dan memilh untuk mencari burung menelusuri semak-semak belukar. Ha..ha…ha….. ternyata saya beserta teman-teman adalah siswa yang sangat bandel bin menyebalkan, tidak hanya itu, kami juga suka usil pada guru terutama pada kepala sekolah, kami pernah membuat sepeda motornya tidak hidup dan perenah juga kami ambil bensinnya serta banyak lagi hal-hal yang kami perbuat pada guru-guru kami.
Tapi itu semua adalah kisah burukku selama sekolah disekolah dasar, tapi semuanya tidak perlu kalian tiru, biar saya saja yang mengalami semua itu. Saya tempuh sekolah dasar selama lima tahun, karena dari kelas satu saya langsung dinaikkan kekelas tiga oleh Bapak Jumai (guru kelas saya), setelah ditanya ternyata, kata beliau saya mampu membaca dibanding dengan teman-teman yang lainny. Walaupun saya naik kelas dengan seperti itu saya tidak pernah merasakan kegembiraan yang melimpah ruah, begitu pula orang tua, mereka tidak pernah mengucakan selamat apalahi memberi hadiah atas keberhasilan yang saya raih, hidupku dalam dunia pendidikan berjalan bak air mengalir begitu saja tampa ada yang mengawasi, sehingga saya sekolah hanya sebatas untuk mengisi hari-hari luang saja, tampa ada bersitan-bersitan cita-cita setelah lulus sekolah, apakah saya harus melanjutkan skolah atau tidak.  Singkat cerita, saya lulus sekolah dasar pada tahun 2003 dengan hasil raport sekolah yang menunjukkan peringkat ketiga dari 29 orang. Begitulah kisahku ketika mengenyam pendidikan diskolah dasar yang tampa seragam, tampa sepatu, kadang-kadang tampa mandi pula, he..he…he… selepas sekolah dasar, saya menjadi pemuda sawahan (pagi, siang dan sore ikut orang tua kesawah). Semua itu karena faktor tidak adanya dukungan dari orang tua, maklum orang tua saya bukanlah orang yang terdidik, tapi untung saja saya masa depan saya dan teman-teman yang lain terselamatkan setelah membujang selama satu tahun dari dunia pendidikan dengan didirikannya Madrasah Tsanawiyah tepat ditempat saya mengaji al-quran kalau malam tiba. Bersambung …………………..

Senin, 24 September 2012

Penyesalan Seorang Abdi dalam Perjalanan Menuju Lima Wali


Selepas turun tangga Sunan Derajat
Rasa dahaga sangat terasa 
Ditambah dengan panasnya terik mentari
Seakan membakar ubun-ubun kepala
Kulangkahkan kaki menuju keramaian
Para pedagang menjajakan dagangannya
Sambil menyahut para pengunjung yang berjalan
Walau tiada keinginan
Sepanjang jalan kujalani
Namun kuhanya menukar uangku
Dengan minuman freshtea yang berwarna merah
Setegug ku alirkan mengaliri rongga-rongga kehidupan
Rasa segar menghilangkan dahaga
Kulangkahkan kaki menuju bus dan kutemui dua orang insan
Yang sedang bernasib sama dalam keadaan
Kuulurkan tangan dengan sebotol freshtea
Walau keadaan masih dalam harapan
Perjalanan semakin jauh
Bus akan berbalik arah mengahiri perjalanan
Rasa lelah dan ngantuk berlarut dalam pejaman mata
Mataku tak dapat pejamkan
Pikiranku trus berjalan menerawang perjalanan
Walau telah berlalu dalam kenangan
Subhanallah….
Hatiku tersentak dalam penyesalan
Kenapa diri ini tidak menyadari akan keadaan kedua insan
Hatiku terus mengerutu penuh kesalahan
Ya-Allah ……..
Ampunilah khilaf seorang hamba
Yang tiada kesempurnaan dalam pengabdian.