BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kemarahan
masyarakat luas sepertinya dianggap angin lalu oleh para pelaku suap menyuap,
terbukti dari sebelum era reformasi hingga hari ini, aneka kasus korupsi terus
menerus menghujani Indonesia. Maraknya berbagai ulasan sengit kasus suap
menyuap di berbagai kalangan masyarakat dan media sepertinya juga masih lebih
lambat dengan kecepatan munculnya nama-nama baru pelaku suap menyuap. Hingga
kasus sebelumnya banyak yang menguap begitu saja karena perhatian publik secara
reflek beralih kepada kasus baru. Rasa malu, rasa berdosa, penyesalan dan
permohonan maaf nyaris tidak pernah terbaca dengan jelas pada pelaku yang
sudah dinyatakan bersalah oleh hukum sah negara. Padahal implikasi praktek suap
menyuap khususnya terhadap perekonomian dan efek dominonya sangat merugikan
kehidupan masyaraka.
Dalam Islam kegiatan suap menyuap sangat tercela dan dilarang
keras. Islam menyebut suap menyuap dengan Ar-Risywah, yang artinya secara
singkat adalah pemberian apa saja kepada pihak lain untuk mendapat keputusan
dengan cara batil. “Rasulullah SAW melaknat/mengutuk orang yang menyuap,
yang menerima suap dan orang yang menghubungkan keduanya,” (HR. Ahmad).
Ditinjau dari prinsip ekonomi syariah, ar-risywah adalah salah satu kegiatan
yang memperburuk perekonomian dan moral suatu bangsa.
Pemerintah adalah teladan bagi
masyarakat yang dipimpinnya, maka dari itu mereka dituntut untuk berlaku
bijaksana dalam segala perilaku mereka. Namun entah kenapa perilaku mereka
malah memberikan kesan ketidak teladanan seorang pemimpin, adegan-adegan mesum
para penguasa menyebar luas didunia maya, belum lagi indonesia tercatat sebagai
negara terkorup no tiga di dunia, yang semua itu adalah akibat dari olah para
penguasa karena tidak mungkin rakyat jelata melakukan sesuatu yang berdampak
global dalam ketidak berdayaan mereka. Anugrah rengking ketiga dari dunia
sebagai negara terkorup tidak lepas dari ulah praktek suap-menyuap yang
dilakukan oleh para penguasa, entah itu dalam lembaga internal maupun lembaga
eksternal. Peraktek suap sudah tidak bisa lagi kita pungkiri kesuburannya,
peraktek suap-menyuap suadah merambah keberbagai lapisan, mulai lapisan paling
atas ( Ekskutif, legislatif dan yudikatif ) hingga paling bawah seperti lembaga
pendidikan, lembaga kemasyarakatan.
2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas,
maka kami berkeyakinan bahwa apa yang kami tulis dalam makalah ini akan membawa
manfaat bagi kita bersama. Adapun rumusan masalah yang kami bahas dalam makalah
ini adalh sebagai berikut:
1. Redaksi ayat
berkenaan dengan praktek suap-menyuap
2. Makna mufradat
3. Problematika suap-menyuap
3.
Tujuan
Sedankan tujuan dari perumusan masalah dalam makalah
ini sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui bagaiman Islam memandang praktek suap-menyuap
2.
Untuk mengetahui makna mufradat ayat
3. Untuk mengetahui
problema tika suap-menyuap dalam kehidupan
PEMBAHASAN
1. Redaksi Ayat
وَلا تَأْكُلُوا
أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ
لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
"Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta
sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah)
kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan
sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,
padahal kamu mengetahui" ( 2 : 188 )
سَمَّاعُونَ
لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ فَإِنْ جَاءُوكَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ أَوْ
أَعْرِضْ عَنْهُمْ وَإِنْ تُعْرِضْ عَنْهُمْ فَلَنْ يَضُرُّوكَ شَيْئًا وَإِنْ
حَكَمْتَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
"Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar
berita bohong, banyak memakan yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang
kepadamu (untuk meminta putusan), maka putuskanlah (perkara itu) di antara
mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka maka
mereka tidak akan memberi mudarat kepadamu sedikit pun. Dan jika kamu
memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka
dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil"
( 5 : 42 )
2. Makna Mufradat
بِالْبَاطِلِ : Yang
dimaksud bathil ialah memakan harta orang lain dengan cara ghashab,
berlebih-lebihan, dari hasil suap dan riba (Tafsiru Al-Muyassaru; 2/29)
اَلسُّحْتُ : Adalah risywah
(suap-menyuap) Lihat Tafsir al-Qurthubi: 6/119
فَاحْكُمْ : Perintah supaya mengakkan
suatu perkara diantara mereka.
أَعْرِضْ : Atau
meninggalkan perkara tersebut.
بِالْقِسْطِ : Apabila
memutuskan suatu perkara dengan putusan yang adil
الْمُقْسِطِينَ : Golongan
orang-orang yang berlaku adil
3. Problematika Suap
Menyuap
1. Pengertian Suap
Secara etimologi, kata suap berasal dari bahasa
arab رشوة.
sedangkan dalam terminololinya adalah:
1) Menurut Ali
bin Abi Thalib,
risywah adalah suatu pemberian yang ditujukan kepada seseorang untuk membatalkan sesuatu
yang hak (benar) atau membenarkan yang batil.
2)
Ibnu Atsir rahimahullah mengatakan
bahwa suap (risywah) berarti sesuatu yang bisa mengantarkan seseorang pada
keinginannya dengan cara yang dibuat-buat (tidak semestinya). (an-Nihayah Fi
Gharibil Hadits kar. Ibnu al-Atsir: 2/546)
3)
Al-Fayyuni rahimahullah mengatakan
(Misbah al-Munir 1/228): ”Suap adalah sesuatu yang diberikan seseorang pada
seorang hakim atau selainnya supaya memutuskan hukum baginya atau memenuhi apa
yang ia inginkan".
Dalam islam risywah
dikenal suap, sogok, atau bujukan.
Risywah merupakan penyakit
masyarakat yang tidak dibenarkan oleh
ajaran Islam.
dari beberapa
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa رشوة atau suap
menyuap adalah suatu tindakan tercercela yang dilaknat oleh Allah dan RasulNya.
suap menyuap adalah bentuk dari tindakan alternatif yang dilakukan oleh
seseorang dalam mencapai apa yang mereka inginkan dimana usaha yang mereka
lakukan semata-mata bukan karena rida Allah, sehingga mereka menghalalkan
segala cara untuk meraih apa yang mereka inginkan.
2.
Eksistensi Suap dalam Kehidupan dan Larangannya
Maraknya praktek suap menyuap dalam kehidupan masyarakat saat
ini tidak dapat dipungkiri, karena mungkin saja masa sekarang ini telah sampai
pada masa diamana Rasulullah saw bersabda, ''Akan datang kepada manusia
suatu masa, seseorang pada masa itu tidak peduli lagi tentang apa-apa
yang ia ambil, apakah yang diambilnya itu haram atau halal.'' (HR
Imam Ahmad). berdasarkan hadits ini maka kita tidak dapat menghindar dari yang
namanya suap menyuap.
Keberadaan suap
menyuap tidak lepas dari kerakusan tangan-tangan kotor manusia, mereka
cendrung untuk selalu bahagia dalam hidupnya dengan tampa memikiran kehupan
orang lain, mereka tertawa terbahak-bahak diatas penderitaan orang lain
sehingga angka kemiskinan meraja lela, dan jumlah OKB semakin naik. ketidak
adilan ini tidak lepas dari ketidak seriusan pemerintah dalam menegakkan
keadilan, menjalankan norma-norma kehidupan sebagaimana perinsip yang
sebenarnya berdasarkan Al-Quran, Al-Hadits dan Al-Sunnah.
Peraktek
suap menyuap yang didominasi oleh para
pejabat-pejabat besar bukanlah hal aneh. Dengan jabatan dan uang yang mereka
miliki seakan-akan mereka mempunyai kebebasan untuk menjamah segalanya tampa
memandang milik siapa dan untuk siapa, hal ini disebakan oleh beberapa faktor
yang diakibatkan oleh adanya troble sistem dalam suatu pemerintahan yang
dimotivasi oleh:
1)
Minimnya kometmen iman.
2)
Minimnya kometmen pemegangan nilai-nilai moral.
3)
Minimnya kontroling sistem.
4)
Merebaknya bentuk KKN yang diakibatkan oleh
minimnya kometmen prinsip kehidupan .
5)
Tidak adanya penetapan hukum syar`i.
Dari beberapa
faktor tesebut tidaklah heran jika banyak pejabat-pejabat negara yang menyalah
gunakan kekuasaannya, yang kemudian berimbas pada kaum yang lemah.
Peraktek suap
menyuap marak terjadi, namun mereka (pelaku suap-menyuap) mengalihkan haluan
dengan beralasan bahwa uang yang diberikan atau yang diterima untuk uang
pesangun, hadiyah, untuk uang ini dan uang itu dan banyak alasan-alasan yang
mereka lontarkan. lantas bagaimana islam memandang hal-hal seperti itu,.?.
Selain kedua ayat
diatas ada beberapa hadits yang melarang segala bentuk pemberian yang
mengandung suap-menyuap: Hadis riwayat Abu Humaid As-Saidi ra., ia
berkata: Rasulullah saw. menugaskan
seorang lelaki dari suku Asad yang bernama Ibnu Lutbiah Amru serta Ibnu Abu
Umar untuk memungut zakat. Ketika telah tiba kembali, ia berkata: Inilah pungutan zakat itu aku serahkan kepadamu,
sedangkan ini untukku yang dihadiahkan kepadaku. Lalu berdirilah Rasulullah
saw. di atas mimbar kemudian memanjatkan pujian kepada Allah, selanjutnya
beliau bersabda: "Apakah yang terjadi dengan seorang petugas
yang aku utus kemudian dia kembali dengan mengatakan: Ini aku serahkan kepadamu
dan ini dihadiahkan kepadaku! Apakah dia tidak duduk saja di rumah bapak atau
ibunya sehingga dia bisa melihat apakah dia akan diberikan hadiah atau tidak.
Demi Tuhan Yang jiwa Muhammad berada dalam tangan-Nya! Tidak seorang pun dari
kamu yang mengambil sebagian dari hadiah itu, kecuali pada hari kiamat dia akan
datang membawanya dengan seekor unta yang melenguh di lehernya yang akan mengangkutnya
atau seekor sapi yang juga melenguh atau seekor kambing yang mengembek". Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya
sehingga kami dapat melihat warna putih ketiaknya. Kemudian beliau bersabda: "Ya
Allah, bukankah telah aku sampaikan. Beliau mengulangi dua kali". (Shahih
Muslim No.3413). dalam hadits lain juga diriwayatkan: ''Barang siapa kami
tugaskan untuk melakukan suatu pekerjaan dan untuk itu kami berikan imbalan
(gaji/honor), maka apa yang diambilnya selain imbalan itu
berarti suatu ghulul (penipuan
atau korupsi)'' (HR. Abu Daud)
مَنْ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلَى عَمَلٍ فَرَزَقْنَاهُ رِزْقًا فَمَا أَخَذَ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ غُلُولٌ
"Barang
siapa yang diangkat oleh kami sebagai pejabat dengan upah kerja (gaji) yang
telah ditentukan, maka harta yang diambilnya selain itu adalah harta korupsi.”
(HR. Abu Dawud/No.2554).
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ وَالرَّائِشَ (رواه الحاكم)
"Rasulullah
saw melaknat orang yang menyuap, orang yang menerima suap, dan orang yang
menjadi pelantara keduanya.” (HR. al-Hakim/No.7068).
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: (
لَعَنَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم اَلرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ فِي
اَلْحُكْمِ ) رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, وَحَسَّنَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَصَحَّحَهُ
اِبْنُ حِبَّانَ
وَلَهُ شَاهِدٌ: مِنْ حَدِيثِ عَبْدِ اَللَّهِ بنِ
عَمْرٍو عِنْدَ اَلْأَرْبَعَةِ إِلَّا النَّسَائِيَّ
Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata: "Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melaknat penyuap dan penerima
suap dalam masalah hukum". Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits
hasan menurut Tirmidzi dan shahih menurut Ibnu Hibban. Hadits tersebut
mempunyai hadits saksi riwayat Imam Empat selain Nasa'i dari Abdullah Ibnu
Amar.
Dari beberapa hadits diatas maka
jelas bahwa suap menyuap dalam bentuk apapun tidak boleh atau haram. Justifikasi keharaman suap menyuap ini dikarenakan
beberapa hal yang diakibatkan oleh peraktek suap-menyuap itu sendiri yang mengakibatkan
ketidak seimbangan dalam kehidupan masyarakat, yang dianataranya:
1)
Bentuk perampasan hak
2)
Pengrusakan dimuka bumi
3)
Mengakibatkan goyahnya hukum
4)
Menimbulkan ketimpangan sosial
5) Pelaku suap-menyuap
terhindar dari rahmat allah.
3. Hikmah Dilarangnya
Praktek Suap-Menyuap
Adapun hikmah dilarangnya
praktek suap-menyuap, seperti yang telah dijelaskan oleh Ulama dan sekaligus
penulis Yusuf Qardlawi serta Muhammad Abd Aziz al Khulli tentang tujuan atau
hikmah larangan risywah atau suap-menyuap itu;
Pertama, memelihara
dan menegakkan nilai-nilai keadilan
serta menghindari kezaliman.
Kedua, mendidik
masyarakat agar membiasakan mendayagunakan harta benda sesuai dengan
petunjuk-Nya, mampu menghargai nilai-nilai kebenaran hakiki dan tidak diperjualbelikan dengan
nilai-nilai kebendaan.
Ketiga, mendidik
para penguasa, pejabat, pelayan masyarakat agar tidak membeda-bedakan pelayanan
terhadap masyarakat, dikarenakan perbedaan status harta atau kekayaannya.
Keempat, Menyadarkan masyarakat bahwa hakikat
kebenara itu adalah yang datang dari dan ditetapkan
oleh Allah SWT, bukan dari
manusia, apakah dia orang kaya atau tidak. Sesuatu yang datang dari manusia,
masih mungkin benar atau salah.
Kerusakan suatu negara bukan karena bentuk dari negara itu sendiri, namun
diakibatkan dari tingkah laku dari orang-orang yang menghuni negara tersebut.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Suap adalah bentuk
kedzaliman yang tidak dibenarkan oleh agama dalam pelaksanaannya dalam bentuk
apapun, walaupun masih ada beberapa ulama yang memberikan peluang dimana dan
kapan peraktek suap-menyuap dapat kita lakukan
1.
Minimnya kometmen iman.
2.
Minimnya kometmen pemegangan nilai-nilai moral.
3.
Minimnya kontroling sistem.
4.
Merebaknya bentuk KKN yang diakibatkan oleh
minimnya kometmen prinsip kehidupan .
5.
Tidak adanya penetapan hukum syar`i.
yang kemudian berakibat pada tatanan kehidupan
masyarakat, karena suap adalah bentuk perampasan akan hak individu,
monopolistik akan kekayaan dan bentuk pengrusakan dunia.
Pelaku suap-menyuap entah pemberi, penerima dan yang memediasi terjadinya
peraktek suap, mereka akan mendapatkan laknat dari Allah dan RasulNya, seperti
sabda Rasul:
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ وَالرَّائِشَ (رواه الحاكم)
"Rasulullah
saw melaknat orang yang menyuap, orang yang menerima suap, dan orang yang
menjadi pelantara keduanya.” (HR. al-Hakim/No.7068).
maka
dari itu tindakan tegas seorang pemimpin sangat dibutuhkan dalam penegakan
hukum yang mengakibatkan kerusakan bagi negara. introspeksi diri dan ibda`
binafsik adalah hal yang terpenting yang harus kita lakukan dalam
mewujudkan kehidupan yang bebas dari peraktek-peraktek kotor (suap),
terbentuknya keadilan, dan terlaksananya konsep kesamaan derajat dalam
penguasaan serta pengelolaan akan harta.
A.
Saran
rengking ke-3 dunia yang didapat oleh negri ini bukanlah rengking yang
membanggakan bagi kita selaku warga negara Indonesia, namun itu adalah pukulan
besar bagi kita hingga bagaimana kita dapat memulihkan citra negri ini.
Keterpurukan Bangsa ini ini akan terus berlanjut apabila sifat kerakusan pada
diri kita tidak mau dihilangkan, mengambil hak orang lain demi kepuasan
peribadi tampa memikirkan kepentingan orang lain. Maka dari itu marilah kita
tegakkan hukum syariat dengan sebenar-benarnya, menjalankan roda-roda
pemerintahan dan menjalankan amanah dengan berlandaskan pada Al-Quran dan
Al-Hadits, hingga akhirnya kita hidup dalam kedamaian.
DAFTAR PUSTAKA
- Depag RI. Al-qran dan terjemahannya, Al-jumanatul `ali. CV. Penerbit J-art 2005
- Shalih bin Abdul Aziz bin Muhammad Al-Syiekh.Tafsiru Al-Muyassaru. Madinatu Al-Munawwarah. 1430. H
- Dr. Husain husain syahatah.Suap dan Korupsi Dalam Perspektif Syariah. Amzah 2005
- http://www.mail-archive.com/palanta@minang.rantaunet.org/msg08503.html
- http://www.untukku.com/artikel-untukku/siapa-bilang-suap-haram-untukku.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar