Rabu, 09 Mei 2012

Suap Menyuap



BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Kemarahan masyarakat luas sepertinya dianggap angin lalu oleh para pelaku suap menyuap, terbukti dari sebelum era reformasi hingga hari ini, aneka kasus korupsi terus menerus menghujani Indonesia. Maraknya berbagai ulasan sengit kasus suap menyuap di berbagai kalangan masyarakat dan media sepertinya juga masih lebih lambat dengan kecepatan munculnya nama-nama baru pelaku suap menyuap. Hingga kasus sebelumnya banyak yang menguap begitu saja karena perhatian publik secara reflek beralih kepada kasus baru. Rasa malu,  rasa berdosa, penyesalan dan permohonan maaf  nyaris tidak pernah terbaca dengan jelas pada pelaku yang sudah dinyatakan bersalah oleh hukum sah negara. Padahal implikasi praktek suap menyuap khususnya terhadap perekonomian dan efek dominonya sangat merugikan kehidupan masyaraka.
Dalam Islam kegiatan suap menyuap sangat tercela dan dilarang keras. Islam menyebut suap menyuap dengan Ar-Risywah, yang artinya secara singkat adalah pemberian apa saja kepada pihak lain untuk mendapat keputusan dengan cara batil. “Rasulullah  SAW melaknat/mengutuk orang yang menyuap, yang menerima suap dan orang yang menghubungkan keduanya,” (HR. Ahmad). Ditinjau dari prinsip ekonomi syariah, ar-risywah adalah salah satu kegiatan yang memperburuk perekonomian dan moral suatu bangsa.
Pemerintah adalah teladan bagi masyarakat yang dipimpinnya, maka dari itu mereka dituntut untuk berlaku bijaksana dalam segala perilaku mereka. Namun entah kenapa perilaku mereka malah memberikan kesan ketidak teladanan seorang pemimpin, adegan-adegan mesum para penguasa menyebar luas didunia maya, belum lagi indonesia tercatat sebagai negara terkorup no tiga di dunia, yang semua itu adalah akibat dari olah para penguasa karena tidak mungkin rakyat jelata melakukan sesuatu yang berdampak global dalam ketidak berdayaan mereka. Anugrah rengking ketiga dari dunia sebagai negara terkorup tidak lepas dari ulah praktek suap-menyuap yang dilakukan oleh para penguasa, entah itu dalam lembaga internal maupun lembaga eksternal. Peraktek suap sudah tidak bisa lagi kita pungkiri kesuburannya, peraktek suap-menyuap suadah merambah keberbagai lapisan, mulai lapisan paling atas ( Ekskutif, legislatif dan yudikatif ) hingga paling bawah seperti lembaga pendidikan, lembaga kemasyarakatan.                 
2.      Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka kami berkeyakinan bahwa apa yang kami tulis dalam makalah ini akan membawa manfaat bagi kita bersama. Adapun rumusan masalah yang kami bahas dalam makalah ini adalh sebagai berikut:
1.      Redaksi ayat berkenaan dengan praktek suap-menyuap
2.      Makna mufradat
3.      Problematika suap-menyuap
3.      Tujuan
Sedankan tujuan dari perumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui bagaiman Islam memandang praktek suap-menyuap
2.      Untuk mengetahui makna mufradat ayat
3.      Untuk mengetahui problema tika suap-menyuap dalam kehidupan


BAB II
PEMBAHASAN

1.      Redaksi Ayat

وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
"Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui" ( 2 : 188 )
سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ فَإِنْ جَاءُوكَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ أَوْ أَعْرِضْ عَنْهُمْ وَإِنْ تُعْرِضْ عَنْهُمْ فَلَنْ يَضُرُّوكَ شَيْئًا وَإِنْ حَكَمْتَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
"Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka maka mereka tidak akan memberi mudarat kepadamu sedikit pun. Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil" ( 5 : 42 )

 2.      Makna Mufradat

بِالْبَاطِلِ   : Yang dimaksud bathil ialah memakan harta orang lain dengan cara ghashab, berlebih-lebihan, dari hasil suap dan riba (Tafsiru Al-Muyassaru; 2/29)
اَلسُّحْتُ   : Adalah risywah (suap-menyuap) Lihat Tafsir al-Qurthubi: 6/119
فَاحْكُمْ     : Perintah supaya mengakkan suatu perkara diantara mereka.
أَعْرِضْ   : Atau meninggalkan perkara tersebut.
بِالْقِسْطِ    : Apabila memutuskan suatu perkara dengan putusan yang adil
الْمُقْسِطِينَ : Golongan orang-orang yang berlaku adil

 3.      Problematika Suap Menyuap
1.      Pengertian Suap
Secara etimologi, kata suap berasal dari bahasa arab رشوة. sedangkan dalam terminololinya adalah:
1)      Menurut  Ali  bin  Abi  Thalib,  risywah  adalah  suatu pemberian yang ditujukan  kepada seseorang untuk membatalkan sesuatu yang hak (benar) atau membenarkan yang batil.
2)      Ibnu Atsir rahimahullah mengatakan bahwa suap (risywah) berarti sesuatu yang bisa mengantarkan seseorang pada keinginannya dengan cara yang dibuat-buat (tidak semestinya). (an-Nihayah Fi Gharibil Hadits kar. Ibnu al-Atsir: 2/546)
3)      Al-Fayyuni rahimahullah mengatakan (Misbah al-Munir 1/228): ”Suap adalah sesuatu yang diberikan seseorang pada seorang hakim atau selainnya supaya memutuskan hukum baginya atau memenuhi apa yang ia inginkan".
Dalam islam risywah dikenal suap, sogok, atau   bujukan.  Risywah  merupakan  penyakit  masyarakat  yang  tidak dibenarkan  oleh  ajaran Islam.
dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa رشوة atau suap menyuap adalah suatu tindakan tercercela yang dilaknat oleh Allah dan RasulNya. suap menyuap adalah bentuk dari tindakan alternatif yang dilakukan oleh seseorang dalam mencapai apa yang mereka inginkan dimana usaha yang mereka lakukan semata-mata bukan karena rida Allah, sehingga mereka menghalalkan segala cara untuk meraih apa yang mereka inginkan.

2.      Eksistensi Suap dalam Kehidupan  dan Larangannya
Maraknya praktek suap menyuap dalam kehidupan masyarakat saat ini tidak dapat dipungkiri, karena mungkin saja masa sekarang ini telah sampai pada masa diamana Rasulullah saw bersabda, ''Akan datang kepada  manusia  suatu masa, seseorang pada masa itu tidak peduli lagi tentang  apa-apa  yang ia ambil, apakah yang diambilnya itu haram atau halal.'' (HR Imam Ahmad). berdasarkan hadits ini maka kita tidak dapat menghindar dari yang namanya suap menyuap.
Keberadaan suap  menyuap tidak lepas dari kerakusan tangan-tangan kotor manusia, mereka cendrung untuk selalu bahagia dalam hidupnya dengan tampa memikiran kehupan orang lain, mereka tertawa terbahak-bahak diatas penderitaan orang lain sehingga angka kemiskinan meraja lela, dan jumlah OKB semakin naik. ketidak adilan ini tidak lepas dari ketidak seriusan pemerintah dalam menegakkan keadilan, menjalankan norma-norma kehidupan sebagaimana perinsip yang sebenarnya berdasarkan Al-Quran, Al-Hadits dan Al-Sunnah.
Peraktek suap menyuap  yang didominasi oleh para pejabat-pejabat besar bukanlah hal aneh. Dengan jabatan dan uang yang mereka miliki seakan-akan mereka mempunyai kebebasan untuk menjamah segalanya tampa memandang milik siapa dan untuk siapa, hal ini disebakan oleh beberapa faktor yang diakibatkan oleh adanya troble sistem dalam suatu pemerintahan yang dimotivasi oleh:
1)      Minimnya kometmen iman.
2)      Minimnya kometmen pemegangan nilai-nilai moral.
3)      Minimnya kontroling sistem.
4)      Merebaknya bentuk KKN yang diakibatkan oleh minimnya kometmen prinsip kehidupan .
5)      Tidak adanya penetapan hukum syar`i.
Dari beberapa faktor tesebut tidaklah heran jika banyak pejabat-pejabat negara yang menyalah gunakan kekuasaannya, yang kemudian berimbas pada kaum yang lemah.
Peraktek suap menyuap marak terjadi, namun mereka (pelaku suap-menyuap) mengalihkan haluan dengan beralasan bahwa uang yang diberikan atau yang diterima untuk uang pesangun, hadiyah, untuk uang ini dan uang itu dan banyak alasan-alasan yang mereka lontarkan. lantas bagaimana islam memandang hal-hal seperti itu,.?.
Selain kedua ayat diatas ada beberapa hadits yang melarang segala bentuk pemberian yang mengandung suap-menyuap: Hadis riwayat Abu Humaid As-Saidi ra., ia berkata:  Rasulullah saw. menugaskan seorang lelaki dari suku Asad yang bernama Ibnu Lutbiah Amru serta Ibnu Abu Umar untuk memungut zakat. Ketika telah tiba kembali, ia berkata: Inilah pungutan zakat itu aku serahkan kepadamu, sedangkan ini untukku yang dihadiahkan kepadaku. Lalu berdirilah Rasulullah saw. di atas mimbar kemudian memanjatkan pujian kepada Allah, selanjutnya beliau bersabda: "Apakah yang terjadi dengan seorang petugas yang aku utus kemudian dia kembali dengan mengatakan: Ini aku serahkan kepadamu dan ini dihadiahkan kepadaku! Apakah dia tidak duduk saja di rumah bapak atau ibunya sehingga dia bisa melihat apakah dia akan diberikan hadiah atau tidak. Demi Tuhan Yang jiwa Muhammad berada dalam tangan-Nya! Tidak seorang pun dari kamu yang mengambil sebagian dari hadiah itu, kecuali pada hari kiamat dia akan datang membawanya dengan seekor unta yang melenguh di lehernya yang akan mengangkutnya atau seekor sapi yang juga melenguh atau seekor kambing yang mengembek". Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya sehingga kami dapat melihat warna putih ketiaknya. Kemudian beliau bersabda: "Ya Allah, bukankah telah aku sampaikan. Beliau mengulangi dua kali". (Shahih Muslim No.3413). dalam hadits lain juga diriwayatkan: ''Barang siapa kami tugaskan untuk melakukan suatu pekerjaan dan untuk itu kami berikan imbalan (gaji/honor), maka apa yang diambilnya selain imbalan  itu  berarti  suatu ghulul (penipuan atau korupsi)'' (HR. Abu Daud)
مَنْ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلَى عَمَلٍ فَرَزَقْنَاهُ رِزْقًا فَمَا أَخَذَ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ غُلُولٌ
"Barang siapa yang diangkat oleh kami sebagai pejabat dengan upah kerja (gaji) yang telah ditentukan, maka harta yang diambilnya selain itu adalah harta korupsi.” (HR. Abu Dawud/No.2554).
 لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ وَالرَّائِشَ (رواه الحاكم)
"Rasulullah saw melaknat orang yang menyuap, orang yang menerima suap, dan orang yang menjadi pelantara keduanya.” (HR. al-Hakim/No.7068).
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: ( لَعَنَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم اَلرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ فِي اَلْحُكْمِ ) رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, وَحَسَّنَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ
وَلَهُ شَاهِدٌ: مِنْ حَدِيثِ عَبْدِ اَللَّهِ بنِ عَمْرٍو عِنْدَ اَلْأَرْبَعَةِ إِلَّا النَّسَائِيَّ
Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata: "Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melaknat penyuap dan penerima suap dalam masalah hukum". Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits hasan menurut Tirmidzi dan shahih menurut Ibnu Hibban. Hadits tersebut mempunyai hadits saksi riwayat Imam Empat selain Nasa'i dari Abdullah Ibnu Amar.
            Dari beberapa hadits diatas maka jelas bahwa suap menyuap dalam bentuk apapun tidak boleh atau haram. Justifikasi keharaman suap menyuap ini dikarenakan beberapa hal yang diakibatkan oleh peraktek suap-menyuap itu sendiri yang mengakibatkan ketidak seimbangan dalam kehidupan masyarakat, yang dianataranya:
1)      Bentuk perampasan hak
2)      Pengrusakan dimuka bumi
3)      Mengakibatkan goyahnya hukum
4)      Menimbulkan ketimpangan sosial
5)      Pelaku suap-menyuap terhindar dari rahmat allah.  
  
3.      Hikmah Dilarangnya Praktek Suap-Menyuap
Adapun hikmah dilarangnya praktek suap-menyuap, seperti yang telah dijelaskan oleh Ulama dan sekaligus penulis Yusuf Qardlawi serta Muhammad Abd Aziz al Khulli tentang tujuan atau hikmah  larangan  risywah atau suap-menyuap  itu; 
Pertama,  memelihara  dan  menegakkan nilai-nilai  keadilan  serta  menghindari  kezaliman.
Kedua, mendidik masyarakat agar membiasakan mendayagunakan harta benda sesuai dengan petunjuk-Nya, mampu menghargai nilai-nilai kebenaran hakiki dan tidak diperjualbelikan  dengan  nilai-nilai kebendaan.
Ketiga, mendidik para penguasa, pejabat, pelayan masyarakat agar tidak membeda-bedakan pelayanan terhadap masyarakat, dikarenakan perbedaan status harta atau kekayaannya.  
Keempat, Menyadarkan masyarakat bahwa hakikat kebenara itu adalah yang datang dari dan ditetapkan
oleh Allah SWT, bukan dari manusia, apakah dia orang kaya atau tidak. Sesuatu yang datang dari manusia,
masih mungkin benar atau salah.
Kerusakan suatu negara bukan karena bentuk dari negara itu sendiri, namun diakibatkan dari tingkah laku dari orang-orang yang menghuni negara tersebut.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Suap adalah bentuk kedzaliman yang tidak dibenarkan oleh agama dalam pelaksanaannya dalam bentuk apapun, walaupun masih ada beberapa ulama yang memberikan peluang dimana dan kapan peraktek suap-menyuap dapat kita lakukan
1.      Minimnya kometmen iman.
2.      Minimnya kometmen pemegangan nilai-nilai moral.
3.      Minimnya kontroling sistem.
4.      Merebaknya bentuk KKN yang diakibatkan oleh minimnya kometmen prinsip kehidupan .
5.      Tidak adanya penetapan hukum syar`i.
yang kemudian berakibat pada tatanan kehidupan masyarakat, karena suap adalah bentuk perampasan akan hak individu, monopolistik akan kekayaan dan bentuk pengrusakan dunia.
Pelaku suap-menyuap entah pemberi, penerima dan yang memediasi terjadinya peraktek suap, mereka akan mendapatkan laknat dari Allah dan RasulNya, seperti sabda Rasul:
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ وَالرَّائِشَ (رواه الحاكم)
"Rasulullah saw melaknat orang yang menyuap, orang yang menerima suap, dan orang yang menjadi pelantara keduanya.” (HR. al-Hakim/No.7068).
            maka dari itu tindakan tegas seorang pemimpin sangat dibutuhkan dalam penegakan hukum yang mengakibatkan kerusakan bagi negara. introspeksi diri dan ibda` binafsik adalah hal yang terpenting yang harus kita lakukan dalam mewujudkan kehidupan yang bebas dari peraktek-peraktek kotor (suap), terbentuknya keadilan, dan terlaksananya konsep kesamaan derajat dalam penguasaan serta pengelolaan akan harta.
A.    Saran
rengking ke-3 dunia yang didapat oleh negri ini bukanlah rengking yang membanggakan bagi kita selaku warga negara Indonesia, namun itu adalah pukulan besar bagi kita hingga bagaimana kita dapat memulihkan citra negri ini. Keterpurukan Bangsa ini ini akan terus berlanjut apabila sifat kerakusan pada diri kita tidak mau dihilangkan, mengambil hak orang lain demi kepuasan peribadi tampa memikirkan kepentingan orang lain. Maka dari itu marilah kita tegakkan hukum syariat dengan sebenar-benarnya, menjalankan roda-roda pemerintahan dan menjalankan amanah dengan berlandaskan pada Al-Quran dan Al-Hadits, hingga akhirnya kita hidup dalam kedamaian.
DAFTAR PUSTAKA

  1. Depag RI. Al-qran dan terjemahannya, Al-jumanatul `ali. CV. Penerbit J-art 2005
  2. Shalih bin Abdul Aziz bin Muhammad Al-Syiekh.Tafsiru Al-Muyassaru. Madinatu Al-Munawwarah. 1430. H
  3. Dr. Husain husain syahatah.Suap dan Korupsi Dalam Perspektif Syariah. Amzah 2005
  4. http://www.mail-archive.com/palanta@minang.rantaunet.org/msg08503.html
  5. http://www.untukku.com/artikel-untukku/siapa-bilang-suap-haram-untukku.html

Tidak ada komentar: