Senin, 09 Maret 2015

KEDISIPLINAN


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
      Pada era globalisasi, sumber daya manusia merupakan salah satu sumber keunggulan kompetitif dan elemen kunci yang penting untuk meraih kesuksesan dalam bersaing untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, pengelolaan sumber daya manusia bagi organisasi merupakan hal penting bagi pelayanan kepada masyarakat.
      Menurut siagian. Organiesasi masa kini harus menyesuaikan dengan lingkungan global, internal, maupun organisasional dengan memperhatikan dinamika yang terus menerus berkembang dan berubah agar mampu menerapkan setrategi yang tepat.
      Perubahan yang terjadi di lingkungan kementrian keuangan melalui reformasi berokrasi mulai tahun 2007 (sebelumnya sudah dilaksanakan walaupun namanya bukan reformasi), mempunyai program utama regformasi birokrasi yaitu: (1) penataan organisasi melalui modernisasi, pemisahan fungsi, pengabungan fungsi, dan penajaman fungsi; (2) peningkatan sumber daya manusia melalui diklat berbasis kompetensi, pembangunan assessment center,penyususnan pola mutasi, peningkatan disiplin, dan integrasi system informasi manajemen kepegawaian; (3) penyempurnaan tata laksana (businis process), melalui analisis dan evaluasi jabatan, analisis beban kerja, dan penyususnan standar perosedur operasi; dan (4) perbaikan setruktue remonerasi, melalui: tunjangan khusus pembinaan keuangan Negara, system remunerasi berbasis kinerja ditetapkan berdasarka job grade (total 27 grade), dan kompetitip general market. 

B.     Rumusan Masalah
  1. Seberapa Penting Kedsplinan itu.?
  2. Apa Saja Indikator-indikator Kedisiplinan..?
  3. Apa yang dimaksud dengan Persaingan dan konflik ..?
  4. Apa yang dimaksud dengan Kepuasan Bekerja, Setres Dan Frustrasi..?
C.    Tujuan Penulisan
  1. Untuk Mengetahui Seberapa Penting Kedsplinan itu
  2. Untuk Mengetahui Apa Saja Indikator-indikator Kedisiplinan.
  3. Untuk Mengetahui Apa yang dimaksud dengan Persaingan dan konflik
  4. Untuk Mengetahui Apa yang dimaksud dengan Kepuasan Bekerja, Setres dan frustrasi.

D.    Manfaat Penulisan
      Adapun manfaat dari penulisan makalah dengan judul Kedisplinan ini kami dapat mengetahui apa dan bagaimana sebuah kedisiplinan dalam sebuah instansi ataupun  lembaga dapat menerapkannya serta apa akibatnya jika sebuah nstansi tiadak bisa menerapkan kedisiplnan bagi para pelaku perusahaan itu sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pentingnya Kedisiplinan
      Sudah menjadi kelaziman di dalam bahasan ilmu penegtahuan bahwa setiap kajian selalu diawali dengan memberikan batasan tentang suatu konsep dimaksud, dan demikian pula dengan kata disiplin, tujuan memberikan definisi adalah agar mudah di dalam menarik sesuatu kesimpulan. Hal ini juga berlaku bagi konsep disiplin itu sendiri.
      Disiplin adalah kegiatan managemen untuk menjalankan standart-standart organisasi. Secara etimologis, kata disiplin berasal dari kata latin “diciplina” yang berarti latihan atau pendidikan kesopanan dan kerohanian serta pengembangan tabiat.
      Pengertai Disiplin dikemukakan juga oleh Nitisemito yang mengartikan disiplin sebagai suatu sikap, perilaku dan perbuatan sesuai denga peraturan dari perusahaan, baik tertulis atupun tidak tertulis.
      Menurut Natisemito terdapat beberapa factor yang mempengaruhi timbulnya perilaku disiplin kerja, yaitu: tujuan pekerjaan dan kemampuan pekerjaan, teladan pimpinan, kesejahtraan, keadilan, pengawasan melekat (waskat), sangsi hokum, ketegasan, dan hubungan kemanusiaan.
      Dari beberapa pengertian diatas, disiplin terutama ditinjau dari perspektif organisasi dapat dirumuskan sebagai ketaatan stiap anggota organisasi terhadap semua aturan yang berlaku didalam organisasi tersebut, yang terwujud melalui sikap, perilaku dan perbuatan yang baik sehingga tercipta keteraturan, keharmonisan, tidak adda perselisihan, serta keadaan-keadaan baik lainnya. Atau dapat disimpulkan juga, bahwa disiplin kerja merupakan suatu sikap dan perilaku yang berniat untuk mentaati peraturan organisasi yang didasarkan atas dasar diri untuk menyesuaikan dengan peraturan organisasi.[1]
      Kedisplinan pada hakikatnya merupakan pembatasn kebebasan pembebanan pada karyawan. Oleh karena itu dalam usaha menegaggakkan kedisiplinan tidak asal melaksanakan, dengan kata lain, kedisiplinan bukan hanya sekedar untuk konsistensi karyawan saja, aklan tetapi harus bisa menjadi penunjang bagi kelangsungan tujuan perusahaan.[2]

B.     Indikator-indikator Kedisiplinan
      Untuk menegakkan kedisiplinan tidak cukup hanya dengan ancama-ancaman,tetapi perlu imbangan, yaitu tingkat kesejatraan yang cukup. Tingkat kesejahtraan yang kami maksud terutama adalah besarnya upah yang mereka terima minimal mereka mendapatkan upah yang seimbang dengan apa yang mereka kerjakan, sehingga mereka mempunyai rasa empati dengan apa yang mereka lakukan, dengan demikian maka mereka akan merasa akan lebih tenang dengan apa yang mereka lakukan, sehingga mereka akan lebih disiplin dalam melaksanakan apa yang menjadi tanggung jawab mereka.
      Maka dari itu kedisiplinan dankesejahtraan dalam bekerja atau dalamsebuah organisasi tidak dapat kita pisahkan, karena keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat, satu sama lain saling melengkapi. Sehingga apa yang akan terjadi apabila salah satu dari keduanya tidak bisa disepadankan maka akan terjadi sebuah ketidak harmonisan, terutama apabila tingkat kesejahtraan relatif rendah, maka mengharap kedisiplinan akan terlaksana dengan baik.         
      Indikator yang mempengaruhi tingkat disiplin pegawai suatu perusahaan antara lain adalah sebagai berikut :[3]
1. Tujuan dan kemampuan
      Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan pegawai. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada pegawai harus sesuai dengan kemampuan pegawai bersangkutan, agar dia bekerja dengan sungguh-sungguh dan disiplin dalam mengerjakannya. Disinilah letak pentingnya asas the right man in the right place and the right man in the right job.
2. Teladan pimpinan
      Teladan pimpinan sangat berperan sekali dalam menentukan kedisiplinan pegawai, karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan harus memberikan contoh yang baik misalnya jujur, berdisipiln , adil, serta sesuai dengan kata dengan perbuatannya.
      Dengan datang empat puluh menit lebih awal dan meninggalkan kantor lima belas menit lebih lambat. Dan itu sama dengan duaratus lim puluh jam setahun atau selama 31 hari kerja tambahan[4]
3. Balas jasa
      Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan karyawan, karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan pegawai terhadap perusahaan/pekerjaannya, jika kecintaan pegawai semakin baik terhadap pekerjaannya, maka kedisiplinan mereka akan semakin baik.
4. Keadilan
      Keadilan juga ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan pegawai, karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan diminta diperlakukan sama dengan manusia yang lain.
      Keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa atau hukuman akan meransang terciptanya kedisiplinan pegawai yang baik. Seorang manajer yang cakap dalam memimpin akan selalu berusaha berlaku adil terhadap semua bawahannya, dengan demikian akan tercipta disiplin yang baik pada diri setiap pegawai.
5. Waskat
      Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata yang paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan. Dengan waskat berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan prestasi kerja bawahannya. Waskat sangat efektif untuk meransang kedisiplinan dan moral kerja pegawai, karena mereka merasa mendapat perhatian, bimbingan, petunjuk, pengarahan dan pengawasan dari atasannya.
      Jadi waskat adalah tindakan nyata dan efektif untuk mencegah/mengetahui kesalahan, membetulkan kesalahan, memelihara kedisiplinan, meningkatkan prestasi kerja, mengaktifkan peranan atasan dan bawahan, menggali sistemsistem kerja yang paling efektif, serta menciptakan sistem internal kontrol yang terbaik dalam mendukung terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.
6. Sanksi Hukuman
      Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan pegawai. Dengan sangsi hukum yang semakin berat, maka pegawai akan semakin takut untuk melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap dan perilaku indispliner pegawai juga akan semakin berkurang.
      Sanksi hukum harus diterapkan berdasarkan pertimbangan logis, masuk akal dan diinformasikan secara jelas kepada seluruh pegawai. Sanksi hukum harus bersifat mendidik pegawai untuk mengubah perilakunya yang bertentangan dengan peraturan/ketentuan yang sudah disepakati bersama.
      Lebih jauh sanksi hukum haruslah wajar untuk setiap tingkatan indisipliner, sehingga dapat menjadi alat motivasi bagi pegawai untuk menjaga dan memelihara kedisiplinan dalam perusahaan.
7. Ketegasan
      Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi baik/ buruknya kedisiplinan pegawainya. Jadi pimpinan harus berani tegas dalam bertindak untuk menghukum setiap pegawai yang indisipliner sesuai dengan sanksi hukum yang telah ditetapkan.

8. Hubungan kemanusiaan
      Hubungan kemanusiaan yang harmonis di antara sesama karyawan ikut menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan, hubungan baik bersifat vertikal maupun horizontal dapat dilakukan secara harmonis.
      Mengacu pada fakta keberhasilan bisnis orang jepang, pada hakikatnya terletak pada kedisiplinan kerja yang mereka miliki. Kedisiplinan itulah yang membuat mereka mempunyai sikap kerja keras pada bangsa jepang, disiplin juga membuat mereka patuh pada perusahaan yang mereka tempati sehingga mereka rela beklerja lembur sampai pekerjaan yang mereka kerjakan selesai walaupn tanpa dibayar sekalipun. Hal ini tiada lain demi tercapainya tujuan dari perusahaan itu sendiri, karena  apabila perusahaan mendapatkan laba yang melimpah maka secara otomatis mereka akan mendapatkan balasan yang setimpal dengan apa yang telah mereka perbuat.
      Disiplin dikaitkan dengan harga diri. Jika mengalami kegagalan, maka bukan organisasi dan perusahaan yang menanggung malu, melainkan pekerja yang akan merasakan malu dan kehilangan harga diri mereka, jadi, untuk menjaga harga diri, nama, citra diri yang baik, mereka harus memastikan keberhasilan organisasi dan perusahaan. Oleh karena itu, tidak heran jika orang jepang sanggup bekerja mati-matian untuku memajukan perusahaan dan organisasi. Mereka senang jika disebut pekerja keras. Mereka merasa dihargai jika diberi pekerjaan dan tugas yang berat.[5]
Adapun manfaat dari kedisiplinan yaitu:[6]
  1. Membentuk sikap dan semangat kerja yang kuat.
  2. Menjadikan mereka patuh pada perusahaan.
  3. Mau melakukan apa saja demi perusahaan.
C.    PERSAINGAN DAN KONFLIK
      Persaingan dan konflik sering terjadi diantara pegawai suatu perusahaan. Hal ini terjadi karena antar karyawan mempunyai tujuan yang sama, latar belakang yang heterogen, sikap perasaan yang sensitif, perbedaan pendapat dan salah paham. Persaingan yang sehat akan memotivasi moral kerja, produktivitas kerja dan kedisiplinan pegawai, tapi persaingan yang tidak sehat justru akan menimbulkan konflik diantara mereka. Persaingan yang sehat perlu dibina agar dinamika organisasi berkembang ke arah yang diinginkan. Dengan persaingan yang sehat, setiap pegawai akan kreatif, dinamis dan beerlomba-lomba untuk mencapai prestasi kerja yang optimal.
      Persaingan kerja yang tidak sehat harus dicegah sedini mungkin, supaya tidak sampai terjadi konflik yang akan merugikan perusahaan. Konflik dapat terjadai di antara individu pegawai, kelompok dengan kelompok, atasan dengan bawahan maupun diantara sesama individu pegawai. Konflik yang tidak teratasi akan menimbulkan konfrontasi, perkelahian dan frustrasi. Dan pada akhirnya akan merugikan perusahaan.
      Karena itu seorang manajer harus dapat mendeteksi secara dini dan mengatasi secepat mungkin konflik yang terjadi di dalam perusahaan, supaya kerukunan dan kerjasama di antara pegawai dapat tetap terpelihara dengan baik. Persaingan merupakan kegiatan yang berdasarkan atas sikap rasional dan emosional dalam mencapai prestasi kerja yang terbaik. Persaingan dimotivasi oleh ambisi untuk memperoleh pengakuan, penghargaan dan status sosial yang terbaik. Konflik adalah persaingan yang kurang sehat berdasarkan ambisi dan sikap emosional dalam memperoleh kemenangan. Konflik akan menimbulkan ketegangan, konfrontasi, perkelahian dan frustrasi jika tidak dapat diselesaikan. Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya persaingan dan konflik, antara lain :[7]
1. Tujuan
      Tujuan yang sama yang ingin dicapai akan meransang timbulnya persaingan dan konflik di antara individu atau kelompok pegawai. Setiap pegawai atau kelompok selalu berjuan untuk memperoleh pengakuan yang lebih baik dari yang lainnya. Hal ini memotivasi timbulnya persaingan atau konflik dalam memperoleh prestasi yang terbaik.
2. Ego Manusia
      Ego manusia yang selalu menginginkan lebih berhasildari manusia lainnya akan menimbulkan persaingan atau konflik.
3. Kebutuhan
      Kebutuhan material maupun nono material yang terbatas akan menyebabkan timbulnya persaingan atau konflik. Pada dasarnya setiap orang menginginkan pemenuhan kebutuhan yang lebih baik dari orang lain.
4. Perbedaan Pendapat
      Perbedaan pendapat juga dapat menimbulkan persaingan atau konflik, karena setiap orang atau kelompok terlalu mempertahankan bahwa pendapat merekalan yang paling tepat dari pada yang lainnya. Bahkan hal ini seringkali berujung pada perpecahan.
5. Salah Paham
      Salah paham sering terjadi di antara orang-orang yang bekerja sama, dan akhirnya timbullah persaingan atau konflik di antara mereka.
6. Perasaan Dirugikan
      Perasaan dirugikan karena perbuatan orang lain juga sering menimbulkan persaingan atau konflik. Setiap tidak akan menerima begitu saja kerugian pada dirinya yang diakibatkan oleh perbuatan orang lain.
7. Perasaan Sensitif
      Perasaan sensitif atau mudah tersinggung akan menimbulkan konflik, apalagi yang menyangkut harga diri. Sebenarnya persaingan dan konflik tidak selalu memiliki konotasi buruk, tapi juga memiliki sisi baik.
Kebaikan persaingan / konflik :
1. Sebagai sarana instrospeksi atau evaluasi diri demi kemajuan
2. Meningkatkan moral kerja atau prestasi kerja
3. Mendorong perkembangan diri demi kemajuan
4. Memotivasi dinamika organisasi dan kreativitas pegawai.
Keburukan persaingan / konflik :
1. Kerjasama kurang serasi dan harmonis di antara pegawai
2. Memotivasi sikap-sikap emosional pegawai
3. Menimbulkan sikap apriori pada pegawai
4. Meningkatkan absen dan turnover pegawai
5. Kerusakan produksi dan kecelakan makin meningkat
Dampak positif dad negatif dari terjadinya sebuah konflik:[8]
Dampak positif:
  1. Menimbulkan kemampuan mengoreksi diri
  1.  Meningkatkan prestasi
  2. Pendekatan yang lebih baik
  3. Mengembangkan alternatif yang lebih baik
Sedangkan  Dampak Negatif dari terjadinya sebuah konflik antara lain:
  1. Subjectif dan emosional
  2. Apriori
  3. Saling menjatuhkan
  4. frustasi

D.    KEPUASAN BEKERJA, SETRES DAN FRUSTASI
1.      Kepuasan Bekerja
      Perasaan atau emosi sebenarnya merupakan energy in motion atau energi yang bergerak. Sifat energi adalah dinamis dan kekal, ia tak dapat dimusnahkan, melainkan hanya dapat diubah menjadi bentuk energi yang lain. Perasaan manusia timbul kala energi di dalam  dan di sekitar dirinya bergerak. Energi inilah yang menjadi “nyawa”, tingkah laku kita, mewarnai pikiran, membentuk mimpi, memperkaya hubungan insani, dan menyediakan bahan baku bagi daya cipta manusia. Energi ini sebenarnya adalah bagian dari diri kita, yang biasanya tak [tidak] kita sadari keberadaannya sampai ia muncul menjadi sesuatu yang kita kenal sebagai ”emosi”.[9]
      Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannnya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaannya akan mengutamakan pekerjaannya dari pada balas jasa walaupun balas jasa itu penting.
      Tolok ukur tingkat kepuasan yang mutlak tidak ada karena setiap individu karyawan berbeda kepuasannya, kepuasan kerja hanya diukur dengan kedisiplinan, moral kerja dan turn over kecil, maka secara relative kepuasan kerja karyawan baik. Kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh beberapa factor berikut:
a.       Balas jasa yang adil dan layak 
b.      Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian 
c.       Berat ringannya pekerjaan 
d.      Suasana dan lingkungan pekerjaan 
e.       Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan 
f.       Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya
2.      Setres
      Setres diartikan sebagai tekanan, ketegangan atu gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.
      Cary Cooper dan Alison Straw mengemukakan gejala setres dapat berupa tanda-tanda berikut:
a.       Fisik, yaitu nafas memburu, mulut dan kerongkongan kering, tangan lembab, merasa panas, otot-otot tegang. 
b.      Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas dan sedih, marah-marah, mudah salah paham, tidak berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa, dan gelisah. 
c.       Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, adanya ingatan menurun, sulit untuk berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja.
d.      Interpersonal, yaitu acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada norang lain menurun, mudah mengingkari janji pada ornag lain, mudah berbohong.
      Penyebab setres kerja yang lain dapat dikarenakan adanya ketidak seimbangan antara karakteristik keperibadian karyawan dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan. Adanya beberapa atribut tertentu dapat mempengaruhi daya tahan setres seorang karayawan. Factor-faktor penyebab setres kerja terdapat dua factor penyebab atau sumber munculnya setres atau setres kerja, yaitu factor lingkungan kerja dan factor personal. Factor lingkungan kerja berupa kondisi fisik, managemen kantor maupun hubungan social di lingkungan pekerjaan. Sedangkan factor personal bisa berupa tipe keperibadian, peristiwa/pengalaman perinbadi maupun kondisi social ekonomi keluarga di mana peribadi berada dan mengembangkan diri.
      Dari beberapa uraian sebelumnya dapat disimpulakan bahwa setres merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseornag dimana ia dipaksa memberikan tanggapan mlebihi kemampuan penyesuaian dirinya terhadap suatu tuntunan external (lingkungan).
      Jika anda dapat menjadikan pekerjaan orang lain penuh ceria, maka akan bekerja lebih keras, lebih creative serta merasa lebih puas dengan karier dan kehidupannya. sebuah lingkungan kerja yang menciptakan ketegangan terus-menerus, penuh tekanan dan serius sangat memicu setres dan tidak efesien.[10]
      Sebenarnya obat yang paling manjur menghadapi setres adalah rela atau ridha dengan apa yang terjadi (apa yang menjadi kehendak). Caranya sebagaimana diterangkan diatas bahwa bagaimana kita menghuidupkan positif filling, pasrah dan ikhlas hanya kepada Allah;[11]
a.       Berbniat dalam diri dengan sesungguhnya
b.      Cari tempat yang rileks
c.       Duduklah atau berbaring dengan nyaman
d.      Kendurkan seluruh otot mulai dari kepala hingga kaki, ini langkah awal untuk menerapi mental
e.       Bayangkan bahwa masalah tersebut (yang membuat setres) berada din depan anda
f.       Terimalah masalah itu sebagai bagian dari diri anda
g.      Bersikap menerima
h.      Sesuaikan irama kehendak anda dengan kenyataan yang ada.
3.      Konsling
      Konseling adalah pembahasan suatu masalah dengan seseorang karyawan, dengan maksud pokok membantu karyawan tersebut agar dapat mengatasi masalah secara baik. Koseling bertujuan untuk membuat orang-orang menjadi lebih efektif dalam memecahkan masalah-masalah mereka. Adapun Fungsi konseling adalah sebagai berikut:
a.       Pemberian nasehat, yaitu dengan mengarahkan mereka dalam pelaksanaan serangkaian kegiatan yang diinginkan
b.      Penentraman hati, yaitu dengan meyakinkan karyawan bahwa dia mampu untuk mengerjakan tugas-tugasnya asalkan dilaksanakan sungguh-sungguh.
c.       Komunikasi, yaitu melaksanakan komunikasi dua arah, formal dan informal, vertical maupun horizontal dan umpan balik harus ditanggapi manager secara positif serta diberikan penjelasan seperlunya.
            Dalam pelaksanaanya konseling diindustry itpe-tipe yang dipakai dalam menagatasi permasalahan yang dihadapi oleh karyawan terdapat beberapa tipe yaitu:[12]
a.      Directive Counseling
      Directive Counseling adalah proses mendengarkan masalah emosional individu, membuat keputusan bersama tentang apa yang harus dia lakukan, dan memberitahu serta memotivasinya untuk melakukan hal tersebut. Directive Counseling sebagian besar menggunakan fungsi konseling advice (nasihat) juga reassurance, communication, memberikan emotional release dan sedikit clarified thinking. Reorientation jarang digunakan dalam directive counseling. Konselor directive counseling harus menjadi pendengar yang baik jika ingin memahami masalah karyawan sehingga karyawan mengalami emotional release. Setelah mengalami emotional release disertai beberapa ide dari konselor, karyawan diharapkan dapat menjernihkan pikirannya.

b.      Non-directive Counseling
      Non-directive counseling atau client-centered counseling adalah proses mendengarkan karyawan sepenuhnya dan mendorongnya untuk menjelaskan masalah emosionalnya, memahami masalah tersebut dan menentukan tindakan-tindakan yang akan diberikan. Tipe konseling ini memfokuskan perhatian pada karyawan, konselor tidak bertindak sebagai penilai atau penasihat makanya disebut client-centered. Konselor non-directive counseling tidak menggunakan advice dan reassurance, tetapi menggunakan empat fungsi konseling lainnya. Emotional release lebih efektif digunakan dalam non-directive counseling begitu juga clarified thinking. Keuntungan khas dari non-directive counseling adalah kemampuannya untuk mengarahkan karyawan melakukan reorientation yang menekankan pada perubahan dirinya. Dalam tipe konseling ini konselor membangun suatu hubungan permisif yang mengarahkan klien untuk berbicara dengan bebas. Hal utama yang dilakukan oleh konselor non-directive adalah menetapkan hubungan konseling dengan menjelaskan bahwa konselor tidak memberikan penyelesaian masalah karyawan tetapi dapat membantu karyawan untuk menjelaskan perasaannya. Kemudian konselor mendorong karyawan untuk mengekspresikan perasaanya, menunjukkan ketertarikan terhadap apa yang dikemukakan dan menerimanya tanpa menyalahkan atau memujinya. Sehingga karyawan dapat mencurahkan perasaan negatif, dan diberikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan positifnya, hal ini merupakan tanda dimulainya perkembangan emosional pada karyawan. Setelah semuanya berjalan dengan baik, karyawan seharusnya sudah memperoleh insight tentang masalahnya dan mengembangkan alternatif pemecahan masalah. Selanjutnya karyawan dapat memilih beberapa langkah positif dan dapat menemukan cara untuk mencoba langkah tersebut. Kemudian karyawan merasa kebutuhan akan pertolongan konselor berkurang dan menyadari hubungan konseling harus berakhir.
c.       Cooperative Counseling
      Non-directive counseling yang murni dilakukan oleh karyawan tidak banyak digunakan karena biaya yang mahal dan keterbatasan lainnya. Directive counseling tidak terlalu disukai karena tidak tepat untuk situasi konseling saat ini. Untuk mengatasi dua tipe konseling yang ekstrim di atas, ada semacam penggabungan kedua tipe konseling tersebut yang dinamakan cooperative counseling. Cooperative counseling tidak seluruhnya client-centered counseling atau counselor-centered, tetapi merupakan kerjasama saling menguntungkan antara konselor dan karyawan untuk menerapkan perbedaan pandangan pengetahuan dan nilai terhadap masalah. Hal ini ditetapkan sebagai diskusi yang saling menguntungkan tentang masalah emosional karyawan dan usaha kerja sama untuk membangun kondisi yang akan memulihkan karyawan. Cooperative counseling dimulai dengan menggunakan tehnik mendengarkan non-directive counseling: tetapi ketika interview berkembang, manager memainkan peran yang lebih positif daripada memainkan peran konselor non-directive. Manager menawarkan pengetahuan dan insight yang dipunyainya, mendiskusikan situasi dari pandangan yang luas dari organisasi kemudian memberikan pandangan yang berbeda dengan karyawan sebagai perbandingan. Secara umum, manager dalam perannya sebagai konselor cooperative menerapkan empat fungsi konseling yaitu reassurance, communications, emotional release dan clarify thinking.
4.      Frustrasi
    Frustrasi, dari bahasa Latin frustratio, adalah perasaan kecewa atau jengkel akibat terhalang dalam pencapaian tujuan. Semakin penting tujuannya, semakin besar frustrasi dirasakan. Rasa frustrasi bisa menjurus ke stress.
      Frustrasi dapat berasal dari dalam (internal) atau dari luar diri (eksternal) seseorang yang mengalaminya. Sumber yang berasal dari dalam termasuk kekurangan diri sendiri seperti kurangnya rasa percaya diri atau ketakutan pada situasi sosial yang menghalangi pencapaian tujuan. Konflik juga dapat menjadi sumber internal dari frustrasi saat seseorang mempunyai beberapa tujuan yang saling berinterferensi satu sama lain. Penyebab eksternal dari frustrasi mencakup kondisi-kondisi di luar diri seperti jalan yang macet, tidak punya uang, atau tidak kunjung mendapatkan jodoh.[13]


5.       
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
      Sudah menjadi tuntutan zaman bahwa kita harus mampu dan siap menghadapi globalisasi, mampu beradaptasi dengan arus perubahan. Untuk menghadapi arus perubahan kita harus melihat kemampuan diri sebagai akar budaya yang menjadmin kedisiplinan, kerja keras, dan menghargai pendidikan. Hal ini sangat berperan dalam memacu kelancara tugas-tugas yang diberikan organisasi. Tuntutan perubahan yang semakin meningkat sehubungan dengan tuntutan zaman, yang memungkinkan kita tidak bisa lagi berdiam diri. Organisasi akan tergilas mana kala menghindari arus perubahan. Segalanya akan terus mengalir dan mengalir. Siapa yang tidak mau dan siap untuk berubah akan ditinggalkan oleh zaman. Organisasi yang tidak siap menghadapi perubahan akan tersingkirkan dari kehidupan.
      Oleh karena itu, sikap mintal prilaku kita kuatkan agar kita bisa menghadapi tangtangan zaman. Kita mempunyai peluang untuk menjangkau masa depan.. masa depan kita akan semakin mantap jika kita mampu mengembangkan budaya yang menekankan pada kerja keras, disiplin, dan menghargai pendidikan. Dan dengan demikian, apabila semua unit-unit satker terkecil samapai tingkat pusat mendisiplinkan diri, kemajuan akan dapat tercapai, seperti halnya Negara-negara yang sudah meraih kemakmuran serta kesejahtraan.

B.     Saran
      Dalam penyusunan makalah ini kami sebagai manusia yang tidak lepas dari sifat salah danlupa menyadari, bahwa para pembaca tentunya akan mendapatkan beberapa kesalahan serta kekurangan dalam makalah kami, entah dalam hal penulisan ataupun dalam penyusunan kalimat. Oleh karena itu kami bengharap adanya sebuah asumsi atau nasehat dari para pembaca yang nantinya dapat memberikan motivasi bagi kami untuk selalu waswas dalam penulisan selanjutnya, sehingga tulisan kami menjadi lebih baik.



DAFTAR PUSTAKA
                                         
  1. Ann Wan Seng.  Rahasia Bisnis Orang Jepang. Jakarta Selatan. Penerbit Hikmah.2007
  2. Fahmi Nashir. Spiritual Exellence. Gema Insani. Jakarta. 2009
  3. ü  Netisemito, Alex s. Managemen Sumber Daya Manusia. Ghalia Indonesia .Jakarta. 1996. 
  4.  http://www.luphie.com/2012/10/advokasi-konseling-dalam-organisasi.ht 
  5.  http://publichealth08.blogspot.com/2012/08/stres-dan-frustasi-akibat kerja.html
  6.  http://bungsu-tabalagan.blogspot.com/2012/10/kedisiplinan-msdm.html 
  7.  www.bppk.depkeu.go.id/bdk/pontianak/index.php/home/10-umum/76-disiplin-adalah-bagian-dari-kemajuan  



[2] . Netismito.Alex S. Managemen Sumberdaya Manusia.Ghalia Indonesia. Jakarta.1996. Hal. 121
[4] . Jefrey j. fox. How To Become CEO.terj. Dion. P. Sihotang. Jakarta. Erlangga.2001.Hal.32
[5] . Ann Wan Seng. Rahasia Bisnis Orang Jepang. Jakarta Selatan. Hikmah. 2007. Hal.
[6] . Ibid. Hal. 71
[8] Netisemito, Alex S. Managemen Sumber Daya Manusia. Ghalia Indonesia .Jakarta. 1996. Hal 127
[9] . Fahmi Nashir. Spiritual Exellence. Gema Insani. Jakarta. 2009. Hal. 111
[10] . Jefrey j. fox. How To Become CEO.terj. Dion. P. Sihotang. Jakarta. Erlangga.2001.Hal.32
[11] . Fahmi Nasir. Spiritual Exellence. Gema Insani. Jakarta. Hal.70-71

Tidak ada komentar: