A.
Kajian Aksiologi
Aksiologi secara etimologi berasal
dari bahasa Yunani, terdiri dari kata “aksios” yang berarti nilai, dan kata
“logos” yang berarti teori. Jadi aksiologi merupakan cabang filsafat yang
membahas nilai, secara singkat aksiologi adalah teori nilai. Nilai dapat
dibedakan kepada dua jenis, yaitu “etika” dan “estetika”.[1]
Istilah etika berasal dari kata
“ethos” (Yunani) yang berarti adat kebiasaan. Dalam istilah lain para ahli yang
bergeraka dalam bidang etika menyebutkan dengan kata ”moral”, berasal dari
bahasa yunani juga berarti kebiasaan. Etika merupakan teori nilai, suatu
pembahasan teoritis sistematis tentang nilai, ilmu kesusilaan yang memuat
dasar-dasar untuk berbuat susila. Sedangkan moral menunjukkan pelaksanaannya
dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun antara etika dan moral terdapat
perbedaan, namun para ahli tidak membedakannya dengan tegas, bahkan secara
praktis cendrung untuk memberi arti sama.[2]
Estetika merupakan nilai-nilai yang
berkaitan dengan kreasi seni dengan pengalaman-pengalaman manusia yang
berhubungan dengan seni. Kadang-kadang esteika diartikan dengan filsafat seni,
tapi kadangkala perinsip-perinsip yang berhubungan dengan estetika dinyatakan
sebagai hakikat keindahan. Namun sesungguhnya keindahan hanya salah satu konsep
dari sejumlah dalam filsafat seni.
Dari segi etika, pancasila merupakan
seprangkat nilai, sebagai hasil pemikiran putra-putra bangsa, sebagai landasan
untuk menyelenggarakan kehidupan berbangsa sesuai kepribadian bangsa indonesia.
Dari sudut moral, pancasila merupakan seprangkat nilai yang dijadikan sebagai
pedoman dalam berprilaku bagi bangsa Indonesia, merupakan norma-norma kehidupan
yang harus dilaksanakan.
Sila Pertama :
Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila Kedua : Kemanusiaan
Yang Adil Dan Beradab
Sila Ktiga : Persatuan Indosnesia
Sila Keempat : Kerakyatan
Sila Kelima : Keadilan Sosial
Moral
keadilan yang harus dihayati dan harus menjadi perilaku bangsa indonesia
adalah:[3]
a.
Mengembangkan
perbuatan-perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan gotong royong.
b.
Bersikap
realistis.
c.
Menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiaban.
d.
Menghormati
hak-hak orang lain.
e.
Suka
membaeri pertolongan kepada orang lain.
f.
Menjauhi
sikap pemerasan kepada orang lain.
g.
Tidak
bersikap boros.
h.
Tidak
bergaya hidup mewah.
i.
Tidak
melakukan perbuatan yang merugiakan kepentingan umum.
j.
Suka
bekerja keras.
k.
Menghargai
hasil karya orang lain.
l.
Bersama-sama
berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadialan sosial.
B.
Hakikat Nilai.
Nilai dalam pandangan Brubacher – sebagaimana dikutip muhaimin –
takterbatas ruang lingkupnya. Nilai tersebut sangant erat dengan pengertian dan
aktivitas manusia yang kompleks, sehingga sulit ditentukan batasnya. Nilai
adalah seluas potensi kesadaran manusia. Variasi kesadaran manusia sesuai
dengan individualitas dan keunikan kepribadiannya.
Dalam Encyclopedi Beritannica ditulis bahwa : …what is value…
the immediate and natural answer to this question is to say that value is a
determination or quality of an object which involvesany sort of apriciation or
intrest. (… apakah nilai itu … jawaban langsung dan wajar atas pertanyaan
ini adalah bahwa nilai itu adalah suatu penetapan atau suatu kualitas sesuatu
objek yang menyangkut suatu jenis apresiasi atau minat).[4]
C.
Sumber Nilai Dalam Kehidupan Manusia.
Sumber
nilai yang berlaku dalam peranata kehidupan manusia dapat digolongkan menjadi
dua macam, yaitu:[5]
1.
Nilai
Ilahiyah.
2.
Nilai
Insaniyah.
D.
Nilai Dan Tujuan Pendidikan Islam.
Pendidikan islam adalah rangkaian peroses yang sistematis,
terencana dan komprehensif dalam upaya mentranfer nilai-nilai kepada anak
didik, mengembangkan potensi diri yang ada pada diri anak didik, sehingga mampu
melaksanakan tugas kekhalifahan di muka bumi dengan sebaik-baiknya, sesuai
dengan nilai-nilai ilahiyah yang didasarkan pada ajaran agama pada semua
dimensi kehidupan.
Batasan ini mendiskripsikan bahwa bila pendidikan kita pandang
sebagai suatu proses, maka proses tersebut akan berahir pada tercapainya tujuan
akhir pendidikan. Suatu tujuan yang hendak dicapai pada hakikatnya adalah suatu
perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam pribadi yang diinginkan.
Nilai-nilai ideal itu mempengaruhi dan mewarnai pola kepribadian
manusia, sehingga menggejala dalam prilaku lahiriyahnya, dengan kata lain,
prilaku lahiriyah adalah cermin yang memproyeksisikan nilai-nilai ideal yang
telah mengacu di dalam jiwa manusia sebagai produk dari proses pendidikan.[6]
Oleh karena itu, jika kita membahas nilai-nilai pendidikan, akan
jelas melalui rumusan dan uraian tentang tujuan pendidikan, sebab di dalam rumusan tujuan pendidikan itu tersimpul dari
semua nilai pendidikan yang hendak diwujudkan dalam pribadi peserta didik.
Demikian pula, jika berbicara tentang tujuan pendidikan islam, berarti
berbicara nilai-nilai ideal tercorak islami. Hal ini mengandung makna bahwa
tujuan pendidikan islam adalah tujuan yang merealisasikan idealisme islam.
Sedang idealitas islam itu sendiri pada hakikatnya adalah mengandung nilai
prilaku manusia yang didasari atau dijiwaioleh iman dan taqwa kepada Allah
sebagai sumber kekuasaan mutlak yang harus ditaati.[7]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar