Hidayah adalah suatu anugrah Ilahi, nikmat
tuhan penguasa semesta alam yang diberikan kepada hamba-hambaNya yang
terkasihi. Hidayah merupakan suatu pancaran sinar bagi orang-orang yang sedang
dalam kegelapan, hidayah merupakan suatu
peta bagi orang-orang yang dalam pendakian, hidayah merupakan suatu arah bagi
orang-orang yang dalam kesesatan. Maka dari itu, hidayah bukanlah hanya
berbentuk sebuah motivasi jiwa yang mendorong seseorang berlaku baik sesuai
dengan ajaran agama (naluri batiniah), akan tetapi hidayah juga berbentuk lembaran-lemabaran (al-quran).
Seperti
apa yang telah Allah firmankan dalam al-quran.
“هَذا بَصَائِرُ لِلنَّاسِ
وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ”
"Al Qur'an ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan
rahmat bagi kaum yang meyakini."
Ayat ini menjelaskan bahwa al-quran adalah hidayah
bagi manusia, maka dari itu salahlah persepsi seseorang yang mengatakan bahwa
seseorang yang sudah memeluk islam tidak mendapatkan hidayah. Namun perlu kita
ketahui behawasanya hidayah itu ada dua macam. Pertama: adalah hidayah yang tersirat / kongkrit seperti al-quran
yang dapat diraba dan dibaca. Kedua:
adalah hidayah yang tersurat / abstrak. Inilah hidayah hakiki yang memerlukan
pengkajian mendalam untuk mendapatkannya, karena dalam hal ini bukanlah fisik
yang berdaya, akan tetapi jiwa. Ketiaka seseorang sudah menyelami hidayah ilahi
rabi dengan jiwa yang suci, maka merekalah orang-orang yang terpilih oleNya.
Seseorang yang mendapatkan hidayah bukanlah orang pada
kesehariannya memeluk al-quran semata, akan tetapi mereka adalah seseoran yang
tdak hanya membaca al-quran, tidak hanya membaca semesta alam dengan mata
kepalasaja, akan tetapi mereka mengkaji semuanya dengan mata batin merka,
sehingga sifat Allah menyatu dalam
keseharian mereka. Ketika Sidi Abdul Qadir el-Kabiry meminta penjelasan lebih
mendalam kepada Syiekh Datuk Abdul Jalil (Syiekh Siti Jenar) tentang siapakah
orang yang dipancari hidayah darii al-Hadi
dan mana manusia yang diselimuti kelimpahan (thaghut) dari al-Mudhil. Maka
kemudian Syiekh Datuk Abdul Jalil menjawab :
“manusia yang beroleh pancaran hidayah, segala
tindakan yang dilakukan selalu diimbangi oleh akal (`aqal) yang diterangi oleh (burhan)
dan dipancari oleh cahaya mata batin (`ain
al-Bashirah). Manusia seperti ini ditandai oleh sikap dan tindakan yang
selaras dan terkendali. Sedangkan manusia yang diselubungi selmut thaghut yang gelap, segala tindakannya
dibimbing oleh keakuan kerdil yang mengikat akal dengan nafsu-nafsu rendah (hawa). Manusia seperti ini sikap dan
tindakannya cendrung melampaui batas (thaghy),
lalim (thaghin), menindas (thaghiyah), dan sewenang-wenang (thaghyaan). Itu berarti orang yang
mengikrarkan dua kalimat syahadat pun, jika sikap dan tindakannya dibimbing
oleh keakuan yang kerdil yang diikat akal dan nafsu-nafsu rendah, tetaplah
sebagai manusia yang masih diselimuti kelimpahan (thaghut) dari al-Mudhil”[1]
Oleh karena
itu, tidaklah semua orang dapat memiliki atau menerima hidayah dari al-Hadi. Tapi
terganatung bagaimana hati mereka
hanyut dari racun-racun yang sangat berbisa, yang sangat merusak tatanan
kehidupan disemesta ini. Apakah racun-racun yang dapat menghambat jalannya hati
menuju Haidayat Al-Haq. “sesungguhanya,
racun yang paling dahsyat bukanlah bisa ular, melainkan racun kebencian yang
terletak di relung-relung hati kita. Sebab, dengan racunkebencian itu manusia
sering menjadikan dirinya sebagai ular raksasa yang berbahaya bagi kehidupan. (Syiekh
Datuk Abdul Jalil).” Maka dari itu kita sebagai manusia arif, tidaklah pantas
untuk saling menyalahkan sesama mahluk ciptaanNya, walaupun mereka adalah
orang-orang yang tidak seagama dengan kita, kometmen persaudaraan dengan semua
mahluk tuhan, yang diajarkan al-Quran kepada kita, harus tetap tertanam dalam
jiwa seorang muslim sejati yang telah memperoleh pancaran Hidayat al-Haq dari al-Hadi.
[1] Agus Subyoto.
Suluk malang sungsang, konplik penyimpangan ajaran syiekh sitinjenar. Yogyakarta.
Lkis. 2004. hal. 377
Tidak ada komentar:
Posting Komentar