“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di
antaranya) maqam Ibrahim; barang siapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi
amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu
(bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barang siapa
mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak
memerlukan sesuatu) dari semesta alam”. (ali-imron:97)
Allah swt, menegaskan kepada siapa kewajiban haji itu ditujukan,
dan wajib melaksanakan pada bulan-bulan yang telah ditentukan. “Mengerjakan
haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah” Ayat ini mengisyaratkan, bahwa
tujuan utama haji ialah semata-mata ditujukan karena mencari rida Allah, bukan
untuk mencari lebelitas diri dari ahmad menjadi H. Ahmad. Dan bukan pula
mencari popularitas dalam kehidupan, yang semua itu adalah jeratan
syetan-syetan dalam kehidupan. Rasa ikhlas menjalankan ibadah haji harus
tertanam dalam-dalam dan tertata rapi dalam jiwa seorang hamba yang menetapkan
diri untuk melaksanakan ibadah haji.
Lebih spesifik Allah melanjutkan penjelasannya tentang siapa yang
berhak melaksanakan ibadah haji, “yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan
perjalanan ke Baitullah”. Dari dua ayat ini terdapat dua kata yang perlukiranya
kita tahu, kata “sanggup” dan “perjalanan” diamana kata sanggup adalah adanya
kelengkapan dalam menempuh tujuan yang hendak dituju (baitullah). Semua muslim
mempunyai hasrat menuju baitullah (haji), karena haji adalah salah satu dari
rukun islam yang lima. Namun diantara mereka adakalanya berupa kemauan saja, dimana
dalam kemauan ini tidak adanya kekuatan dari segi finansial atau yang
syarat-syarat lainnya. Dan ada pula yang berupa keinginan. Dan mereka yang
sampai kebaitullah adalah mereka yang mempunyai keinginan yang luar biasa (the
willing power), dalam kategori ingin inilah persyaratan-persyaratan/bekal dalam
perjalan manusia sudah disiapkan, baik bekal secara material ataupun secara
fisik. Selanjutnya adalah kata
“perjalanan” dimana arti perjalanan dalam KBBI adalah:
perjalanan :: per.ja.lan.an
1
|
Kelas Kata:
|
kata sifat
|
Definisi:
|
||
Contoh:
|
||
2
|
Kelas Kata:
|
kata sifat
|
Definisi:
|
||
Contoh:
|
||
3
|
Kelas Kata:
|
kata sifat
|
Definisi:
|
||
Contoh:
|
||
4
|
Kelas Kata:
|
kata sifat
|
Definisi:
|
||
Contoh:
|
Sehingga
dapat kita simpulkan bahwa yang dimaksud
perjalan disini keadaan bagi seorang muslim yang melaksanakan ibadah
haji, baik dari awal keberangkatan haji hingga pulang.
Dilain ayat allah menjelaskan
tentang akibat serta pahala yang pantas didapat oleh hamba Allah yang
melaksanakan ibadah haji. Dalam surat al-baqarah:197 Allah berfirman:
“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang
dimaklumi, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan
mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan
di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan,
niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal
adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal”.
(al-baqarah:197)
Pada saat ibadah haji berlangsung, allah
melarang perbuatanperbuatan rafats (berkata-kata jelek), fasik dan saling
berbantah-bantahan antar sesama. Sedangkan balasan bagi mereka-mereka pelaksana
haji, tiada lain hanyalah surga.
Namun hal yang tidak seharusnya dilakukan oleh para tamu Allah seperti perbuatan-perbuatan tercela, malah mereka jadikan sesuatu yang dibangga-banggakan, seperti pada saat pulang dari tanah suci tidak jarang kita temukan arak-arakan sepeda motor dengan bunyi knalpot yang bising, mengganggu ketenagan masyarakat, apakah itu yang dimaksud dengan haji yang mabrur, kalau memang haji mabrur yang bertandakan kesucian, seharusnya melaikat adalah penyambut kedatangan mereka bukan syetan-syetan terkutuk yang harus menyambut kedatangan mereka.
Haji yang mabrur ditandai dengan perilaku seseorang itu sendiri
dalam kehidupan sehari-hari pasca melaksanakan ibadah haji. Pengalaman batin
serta pengalaman jiwa sekalipun Allah tampakkan bagi mereka yang beribadah
haji, disaat mereka dalam lingkungan tanah suci melaksanakan rukun-rukun haji,
adakalanya mereka berlumuran darah dengan sendirinya dari kepala mereka,
dihantam oleh seseorang tampa diketahui siapa dan dari mana asal kedatangan
orang itu yang secara tiba-tiba datang dan secara tiba-tiba pula menghilang.
Terlepas dari kewajiban melaksanakan ibadah haji bagi seseorang
merupakan kewajiban individu yang harus dilaksanakan sendiri-sendiri. Teringat
akan lamanya penantian hamba Allah untuk menghadap panggilanNya, dimana
seseorang baru bisa melaksanakan ibadah haji setelah menunggu antrian selama
(untuk tahun ini) 10 tahun lamanya. Hal ini diakibatkan oleh KESERAKAHAN para manusia yang ingin
selalu dipuji oleh Allah dengan sesering mungkin menghadap baitullah, tampa
menghiraukan orang lain. Rasulullah bersabda “YASSIRU WALA TU`ASSIRU”
mempermudahlah dan jangan mempersulit antar sesama. Ini adalah landasan kita
dalam membina hablim minallah dan juga
hablum minannas. Bukan malah naik seumur hidup dengan tujuan mendekatkan
diri kepadaNya, tidakkah anda wahai para penggila puji dari yang Esa, baitullah
bukanlah milik individu. Rasulullah adalah contoh bagi kita dalam menjalankan
ibadah haji yang seumur hidup beliau melaksanakan ibadah haji hanya satu kali.
Walaupun banyak pendapat yang menyatakan, dikarenakan banyakanya
kendala dimasa nabi, sehingga beliau hanya bisa melaksanakan ibadah haji satu
kali dalam hidup beliau, hal ini bagi saya bukanlah alasan. Pada saat
setelah Nabi melaksanakan hijrah dari
mekah kemadinah bukan berarti mekah ditinggalkan begitu saja oleh beliau,
kibaran bendera islam semakin mengkibar diseentero dunia, islam semakin jaya,
apalagi dengan kedatangan sang macan Islam yakni Umar. Betapa gemetarnya kaum
quraisy menghadapi Umar dengan ketegasannya, dan kegigihannya dalam membela
islam. Disaat yang cemerlang ini bukanlah tidak mungkin bagi seorang Muhammad,
penguasa dunia untuk melaksanakan ibadah haji. Begitulah seharusnya kaum
muslimin meneladani pemimpinnya,
“Barangsiapa ta’at kepada Allah dan RasulNya, niscaya Allah memasukkannya
ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di
dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. Dan barangsiapa yang mendurhakai
Allah dan RasulNya dan melanggar ketentuan-ketentuanNya, niscaya Allah
memasukannya ke dalam api neraka, sedang ia kekal di dalamnya dan baginya siksa
yang menghinakan. “ (An-Nisa’: 13-14)
“Katakanlah: Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah
aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian. “ (Ali-Imran:
31).
Dengan ketaatan kepadanya, adalah suatu kehormatan bagi seorang muslim sejati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar