Sejarah Indonesia meliputi suatu
rentang waktu yang sangat panjang yang dimulai sejak zaman prasejarah
berdasarkan penemuan "Manusia Jawa" yang berusia 1,7 juta tahun
yang lalu. Periode sejarah Indonesia dapat dibagi menjadi lima era: Era Prakolonial,
munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha serta Islam di Jawa dan Sumatera yang terutama mengandalkan perdagangan; Era Kolonial,
masuknya orang-orang Eropa
(terutama Belanda)
yang menginginkan rempah-rempah mengakibatkan penjajahan oleh
Belanda selama sekitar 3,5 abad antara awal abad ke-17
hingga pertengahan abad ke-20; Era Kemerdekaan Awal, pasca-Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
(1945)
sampai jatuhnya Soekarno (1966); Era Orde Baru, 32 tahun masa pemerintahan Soeharto
(1966–1998); serta Orde Reformasi yang berlangsung
sampai sekarang.
A. Prasejarah
Secara geologi, wilayah Indonesia modern (untuk kemudahan, selanjutnya disebut Nusantara)
merupakan pertemuan antara tiga lempeng benua utama: Lempeng
Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng
Pasifik (lihat artikel Geologi Indonesia).
Kepulauan Indonesia seperti yang ada saat ini terbentuk pada saat melelehnya es setelah berakhirnya Zaman Es,
sekitar 10.000 tahun yang lalu.
Pada masa Pleistosen, ketika masih terhubung dengan Asia Daratan, masuklah
pemukim pertama. Bukti pertama yang menunjukkan penghuni awal adalah
fosil-fosil Homo erectus manusia Jawa
dari masa 2 juta hingga 500.000 tahun lalu. Penemuan sisa-sisa "manusia
Flores" (Homo floresiensis) di Liang Bua,
Flores,
membuka kemungkinan masih bertahannya H. erectus hingga masa Zaman Es
terakhir.
Homo sapiens pertama diperkirakan
masuk ke Nusantara sejak 100.000 tahun yang lalu melewati jalur pantai Asia dari Asia Barat, dan
pada sekitar 60 000 sampai 70 000 tahun yang lalu telah mencapai Pulau Papua
dan Australia. Mereka, yang berfenotipe kulit gelap dan rambut ikal rapat, menjadi nenek
moyang penduduk asli Melanesia (termasuk Papua) sekarang dan
membawa kultur kapak lonjong (Paleolitikum).
Gelombang pendatang berbahasa Austronesia dengan kultur Neolitikum
datang secara bergelombang sejak 3000 SM dari Cina Selatan melalui Formosa
dan Filipina
membawa kultur beliung persegi (kebudayaan Dongson). Proses migrasi ini
merupakan bagian dari pendudukan Pasifik.
Kedatangan gelombang penduduk berciri Mongoloid
ini cenderung ke arah barat, mendesak penduduk awal ke arah timur atau berkawin
campur dengan penduduk setempat dan menjadi ciri fisik penduduk Maluku
serta Nusa Tenggara. Pendatang ini membawa serta
teknik-teknik pertanian, termasuk bercocok tanam padi di sawah (bukti paling lambat
sejak abad ke-8 SM), beternak kerbau, pengolahan perunggu dan besi, teknik tenun ikat,
praktik-praktik megalitikum, serta pemujaan roh-roh (animisme)
serta benda-benda keramat (dinamisme). Pada abad pertama SM sudah terbentuk
pemukiman-pemukiman serta kerajaan-kerajaan kecil, dan sangat mungkin sudah
masuk pengaruh kepercayaan dari India akibat hubungan perniagaan.
B. Era pra kolonial
1. Sejarah awal
Para cendekiawan India
telah menulis tentang Dwipantara atau kerajaan Hindu Jawa Dwipa di pulau Jawa dan Sumatra
atau Swarna dwipa sekitar 200 SM. Bukti fisik awal yang menyebutkan mengenai adanya dua
kerajaan bercorak Hinduisme pada abad ke-5, yaitu: Kerajaan Tarumanagara
yang menguasai Jawa Barat dan Kerajaan
Kutai di pesisir Sungai
Mahakam, Kalimantan. Pada tahun 425 agama Buddha
telah mencapai wilayah tersebut.
Di saat Eropa
memasuki masa Renaisans, Nusantara telah mempunyai warisan peradaban berusia ribuan
tahun dengan dua kerajaan besar yaitu Sriwijaya
di Sumatra
dan Majapahit
di Jawa,
ditambah dengan puluhan kerajaan kecil yang sering kali menjadi vazal tetangganya yang
lebih kuat atau saling terhubung dalam semacam ikatan perdagangan (seperti di Maluku).
2. Kerajaan Hindu-Buddha
Pada abad ke-4 hingga abad ke-7 di wilayah Jawa Barat terdapat kerajaan
bercorak Hindu-Budha yaitu kerajaan Tarumanagara
yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Pada masa abad ke-7
hingga abad ke-14,
kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I Ching
mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak
kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Barat
dan Semenanjung Melayu. Abad ke-14 juga menjadi
saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit.
Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas
wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh
Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan
dalam kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita
3. Kerajaan Islam
Islam
sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar abad ke-12,
namun sebenarnya Islam
sudah sudah masuk ke Indonesia pada abad 7 Masehi.
Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional
melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang
di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah
di Asia Barat sejak abad 7.
Menurut sumber-sumber Cina menjelang akhir perempatan ketiga abad 7, seorang
pedagang Arab
menjadi pemimpin pemukiman Arab muslim di pesisir pantai Sumatera.
Islam
pun memberikan pengaruh kepada institusi politik yang ada. Hal ini nampak pada
Tahun 100 H (718 M) Raja
Sriwijaya
Jambi
yang bernama Srindravarman mengirim
surat kepada Khalifah
Umar bin Abdul Aziz dari Kekhalifahan Bani
Umayyah meminta dikirimkan da'i yang bisa menjelaskan Islam kepadanya. Surat
itu berbunyi: “Dari Raja di Raja yang adalah keturunan seribu raja, yang
isterinya juga cucu seribu raja, yang di dalam kandang binatangnya terdapat
seribu gajah, yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon
gaharu, bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya
hingga menjangkau jarak 12 mil, kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan
tuhan-tuhan lain dengan Allah. Saya telah mengirimkan kepada anda hadiah, yang sebenarnya
merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan.
Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan
menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya.” Dua tahun kemudian, yakni
tahun 720 M, Raja Srindravarman, yang semula Hindu, masuk Islam.
Sriwijaya Jambi pun dikenal dengan nama 'Sribuza Islam'. Sayang, pada tahun 730
M Sriwijaya Jambi ditawan oleh Sriwijaya Palembang
yang masih menganut Budha.
Islam
terus mengokoh menjadi institusi politik yang mengemban Islam. Misalnya, sebuah
kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak didirikan pada 1
Muharram 225 H atau 12 November 839 M. Contoh lain adalah Kerajaan Ternate.
Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440. Rajanya seorang
Muslim bernama Bayanullah.
Kesultanan Islam kemudian semikin
menyebarkan ajaran-ajarannya ke penduduk dan melalui pembauran, menggantikan
Hindu sebagai kepercayaan utama pada akhir abad ke-16
di Jawa dan Sumatera. Hanya Bali yang tetap mempertahankan mayoritas Hindu. Di
kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan-rohaniawan Kristen
dan Islam
diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan 17,
dan saat ini ada mayoritas yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan
tersebut.
Penyebaran Islam dilakukan melalui hubungan perdagangan di luar Nusantara;
hal ini, karena para penyebar dakwah atau mubaligh merupakan utusan
dari pemerintahan Islam yang datang dari luar Indonesia,
maka untuk menghidupi diri dan keluarga mereka, para mubaligh ini bekerja
melalui cara berdagang, para mubaligh inipun menyebarkan Islam kepada para pedagang
dari penduduk asli, hingga para pedagang ini memeluk Islam dan meyebarkan pula
ke penduduk lainnya, karena umumnya pedagang dan ahli kerajaan lah yang pertama
mengadopsi agama baru tersebut. Kerajaan Islam penting termasuk di antaranya: Kerajaan Samudera Pasai, Kesultanan
Banten yang menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara Eropa,
Kerajaan Mataram, Kerajaan Iha,
Kesultanan Ternate dan Kesultanan
Tidore di Maluku.
C. Era kolonial
1. Kolonisasi Portugis dan Spanyol
Afonso (kadang juga
ditulis Alfonso) de Albuquerque. Karena tokoh inilah, yang membuat kawasan Nusantara
waktu itu dikenal oleh orang Eropa dan dimulainya Kolonisasi
berabad-abad oleh Portugis bersama bangsa Eropa lain, terutama Inggris
dan Belanda.
Dari Sungai Tejo
yang bermuara ke Samudra Atlantik itulah armada Portugis mengarungi
Samudra Atlantik, yang mungkin memakan waktu sebulan hingga tiga bulan,
melewati Tanjung Harapan Afrika,
menuju Selat Malaka.
Dari sini penjelajahan dilanjutkan ke Kepulauan Maluku untuk mencari
rempah-rempah, komoditas yang setara emas kala itu.
”Pada abad 16 saat petualangan itu dimulai biasanya para pelaut negeri
Katolik itu diberkati oleh pastor dan raja sebelum berlayar melalui Sungai
Tagus,” kata Teresa. Biara St Jeronimus atau Biara Dos Jeronimos dalam bahasa
Portugis itu didirikan oleh Raja Manuel pada tahun 1502 di tempat saat Vasco da
Gama memulai petualangan ke timur.
Museum Maritim atau orang Portugis menyebut Museu de Marinha itu didirikan
oleh Raja Luis pada 22 Juli 1863 untuk menghormati sejarah maritim Portugis.
Selain patung di taman, lukisan Afonso de Albuquerque juga menjadi koleksi
museum itu. Di bawah lukisan itu tertulis, ”Gubernur India 1509-1515. Peletak
dasar Kerajaan Portugis di India yang berbasis di Ormuz, Goa, dan Malaka.
Pionir kebijakan kekuatan laut sebagai kekuatan sentral kerajaan”. Berbagai barang
perdagangan Portugis juga dipamerkan di museum itu, bahkan gundukan lada atau
merica.
Ada sejumlah motivasi mengapa Kerajaan Portugis memulai petualangan ke
timur. Ahli sejarah dan arkeologi Islam Uka Tjandrasasmita dalam buku
Indonesia-Portugal: Five Hundred Years of Historical Relationship (Cepesa,
2002), mengutip sejumlah ahli sejarah, menyebutkan tidak hanya ada satu
motivasi Kerajaan Portugis datang ke Asia. Ekspansi itu mungkin dapat diringkas
dalam tiga kata bahasa Portugis, yakni feitoria, fortaleza, dan igreja.
Arti harfiahnya adalah emas, kejayaan, dan gereja atau perdagangan, dominasi
militer, dan penyebaran agama Katolik.
Menurut Uka, Albuquerque, Gubernur Portugis Kedua dari Estado da India,
Kerajaan Portugis di Asia, merupakan arsitek utama ekspansi Portugis ke Asia.
Dari Goa, ia memimpin langsung ekspedisi ke Malaka dan tiba di sana awal Juli
1511 membawa 15 kapal besar dan kecil serta 600 tentara. Ia dan pasukannya
mengalahkan Malaka 10 Agustus 1511. Sejak itu Portugis menguasai perdagangan
rempah-rempah dari Asia ke Eropa. Setelah menguasai Malaka, ekspedisi Portugis
yang dipimpin Antonio de Abreu mencapai Maluku, pusat rempah-rempah.
2. Periode Kejayaan Portugis di Nusantara
Periode 1511-1526, selama 15 tahun, Nusantara menjadi pelabuhan maritim
penting bagi Kerajaan Portugis, yang secara reguler menjadi rute maritim untuk
menuju Pulau Sumatera, Jawa, Banda, dan Maluku.
Pada tahun 1511 Portugis mengalahkan Kerajaan Malaka.
Pada tahun 1512 Portugis menjalin komunikasi dengan Kerajaan
Sunda untuk menandatangani perjanjian dagang, terutama lada.
Perjanjian dagang tersebut kemudian diwujudkan pada tanggal 21 Agustus 1522
dalam bentuk dokumen kontrak yang dibuat rangkap dua, satu salinan untuk raja
Sunda dan satu lagi untuk raja Portugal. Pada hari yang sama dibangun sebuah
prasasti yang disebut Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal
di suatu tempat yang saat ini menjadi sudut Jalan Cengkeh dan Jalan Kali Besar
Timur I, Jakarta Barat. Dengan perjanjian ini maka Portugis dibolehkan
membangun gudang atau benteng di Sunda Kelapa.
Pada tahun 1512 juga Afonso de Albuquerque mengirim Antonio Albreu dan
Franscisco Serrao untuk memimpin armadanya mencari jalan ke tempat asal
rempah-rempah di Maluku. Sepanjang perjalanan, mereka singgah di Madura, Bali,
dan Lombok. Dengan menggunakan nakhoda-nakhoda Jawa, armada itu tiba di
Kepulauan Banda, terus menuju Maluku Utara hingga tiba di Ternate.
Kehadiran Portugis di perairan dan kepulauan Indonesia itu telah
meninggalkan jejak-jejak sejarah yang sampai hari ini masih dipertahankan oleh
komunitas lokal di Nusantara, khususnya flores, Solor dan Maluku, di Jakarta
Kampong Tugu yang terletak di bagian Utara Jakarta, antara Kali Cakung, pantai
Cilincing dan tanah Marunda.
Bangsa Eropa pertama yang menemukan Maluku adalah Portugis, pada tahun
1512. Pada waktu itu 2 armada Portugis, masing-masing dibawah pimpinan Anthony
d'Abreu dan Fransisco Serau, mendarat di Kepulauan Banda dan Kepulauan Penyu.
Setelah mereka menjalin persahabatan dengan penduduk dan raja-raja setempat -
seperti dengan Kerajaan Ternate di pulau Ternate, Portugis diberi izin untuk
mendirikan benteng di Pikaoli, begitupula Negeri Hitu lama, dan Mamala di Pulau
Ambon.Namun hubungan dagang rempah-rempah ini tidak berlangsung lama, karena Portugis
menerapkan sistem monopoli sekaligus melakukan penyebaran agama Kristen.
Salah seorang misionaris terkenal adalah Fransiskus Xaverius. Tiba di Ambon 14 Pebruari
1546, kemudian melanjutkan perjalanan ke Ternate, tiba pada tahun 1547, dan
tanpa kenal lelah melakukan kunjungan ke pulau-pulau di Kepulauan Maluku untuk
melakukan penyebaran agama. Persahabatan Portugis dan Ternate berakhir pada
tahun 1570. Peperangan dengan Sultan Babullah selama 5 tahun (1570-1575),
membuat Portugis harus angkat kaki dari Ternate dan terusir ke Tidore dan
Ambon.
Perlawanan rakyat Maluku terhadap Portugis, dimanfaatkan Belanda untuk
menjejakkan kakinya di Maluku. Pada tahun 1605, Belanda berhasil memaksa
Portugis untuk menyerahkan pertahanannya di Ambon kepada Steven van der Hagen
dan di Tidore kepada Cornelisz Sebastiansz. Demikian pula benteng Inggris di
Kambelo, Pulau Seram, dihancurkan oleh Belanda. Sejak saat itu Belanda berhasil
menguasai sebagian besar wilayah Maluku.
Kedudukan Belanda di Maluku semakin kuat dengan berdirinya VOC pada tahun
1602, dan sejak saat itu Belanda menjadi penguasa tunggal di Maluku. Di bawah
kepemimpinan Jan Pieterszoon Coen, Kepala Operasional VOC, perdagangan cengkih
di Maluku sepunuh di bawah kendali VOC selama hampir 350 tahun. Untuk keperluan
ini VOC tidak segan-segan mengusir pesaingnya; Portugis, Spanyol, dan Inggris.
Bahkan puluhan ribu orang Maluku menjadi korban kebrutalan VOC.
kemudian mereka membangun benteng di Ternate tahun 1511, kemudian tahun
1512 membangun Benteng di Amurang Sulawesi Utara. Portugis kalah perang dengan
Spanyol maka daerah Sulawesi Utara diserahkan dalam kekuasaan Spanyol (1560
hingga 1660). Kerajaan Portugis kemudian dipersatukan dengan Kerajaan Spanyol.
(Baca buku :Sejarah Kolonial Portugis di Indonesia, oleh David DS
Lumoindong). Abad 17 datang armada dagang VOC (Belanda) yang kemudian berhasil
mengusir Portugis dari Ternate, sehingga kemudian Portugis mundur dan menguasai
Timor timur (sejak 1515).
Kolonialisme dan Imperialisme mulai merebak di Indonesia sekitar abad
ke-15, yaitu diawali dengan pendaratan bangsa Portugis di Malaka dan bangsa
Belanda yang dipimpin Cornellis de Houtman pada tahun 1596, untuk mencari
sumber rempah-rempah dan berdagang.
3. Perlawanan Rakyat terhadap Portugis
Kedatangan bangsa Portugis ke Semenanjung Malaka dan ke Kepulauan Maluku
merupakan perintah dari negaranya untuk berdagang.
4. Perlawanan Rakyat Minahasa terhadap Portugis
Perjuangan perlawanan Rakyat Perserikatan Minahasa melawan Portugis telah
berlangsung dari tahun 1512-1560, dengan gabungan perserikatan suku-suku di
Minahasa maka mereka dapat mengusir Portugis. Portugis membangun beberapa
Benteng pertahanan di Minahasa diantaranya di Amurang dan Kema.
5. Perlawanan Rakyat Malaka terhadap Portugis
Pada tahun 1511, armada Portugis yang dipimpin oleh Albuquerque menyerang
Kerajaan Malaka. Usaha perlawanan kolonial Portugis di Malaka yang terjadi pada
tahun 1513 mengalami kegagalan karena kekuatan dan persenjataan Portugis lebih
kuat. Pada tahun 1527, armada Demak di bawah pimpinan Fatahillah/Falatehan
dapat menguasai Banten,Sunda Kelapa, dan Cirebon. Armada Portugis dapat dihancurkan
oleh Fatahillah/Falatehan dan ia kemudian mengganti nama Sunda Kelapa
menjadi Jayakarta yang artinya kemenangan besar, yang kemudian menjadi Jakarta.
6. Perlawanan rakyat Aceh terhadap Portugis
Mulai tahun 1554 hingga tahun 1555, upaya Portugis tersebut gagal karena
Portugis mendapat perlawanan keras dari rakyat Aceh. Pada saat Sultan Iskandar
Muda berkuasa, Kerajaan Aceh pernah menyerang Portugis di
Malaka pada tahun 1615 dan 1629.
7. Perlawanan Rakyat Maluku terhadap Portugis
Bangsa Portugis pertama kali mendarat di Maluku
pada tahun 1511. Kedatangan Portugis berikutnya pada tahun 1513. Akan tetapi,
Ternate merasa dirugikan oleh Portugis karena keserakahannya dalam memperoleh
keuntungan melalui usaha monopoli perdagangan rempah-rempah.
Pada tahun 1533, Sultan Ternate menyerukan kepada seluruh rakyat Maluku
untuk mengusir Portugis di Maluku. Pada tahun 1570, rakyat Ternate yang
dipimpin oleh Sultan Hairun dapat kembali melakukan
perlawanan terhadap bangsa Portugis, namun dapat diperdaya oleh Portugis hingga
akhirnya tewas terbunuh di dalam Benteng Duurstede. Selanjutnya dipimpin oleh
Sultan Baabullah pada tahun 1574. Portugis diusir yang kemudian bermukim di Pulau Timor.
D. Garis waktu kolonialisasi
1. Kolonialisasi Spanyol
- 1521 Spanyol mendarat di Sulawesi Utara
- 1560 Spanyol mendirikan pos di Manado.
- 1617 Gerakan perlawanan rakyat Minahasa di Sulawesi Utara untuk mengusir kolonial Spanyol.
- 1646 Spanyol di usir dari Minahasa dan Sulawesi Utara. Tahun selanjutnya Spanyol masih mencoba memengaruhi kerajaan sekitar untuk merebut kembali Minahasa tapi gagal, terakhir dengan mendukung Bolaang Mongondow yang berakhir tahun 1692.
2. Kolonialisasi Portugis
a. 1509 - 1520
- 1509 Portugis tiba pertama kali di Melaka.
- 1511 April, Admiral Portugis Alfonso de Albuquerque memutuskan berlayar dari Goa ke Melaka.
- 10 Agustus, Pasukan Albuquerque menguasai Melaka.
- Sultan Melaka melarikan diri ke Riau.
- Portugis di Melaka menghancurkan armada Jawa. Kapal mereka karam dengan seluruh hartanya dalam perjalanan kembali ke Goa.
- Pati Unus menaklukkan Jepara
- Desember, Albuquerque mengirim tiga kapal di bawah Antonio de Abreu dari Melaka untuk menjelajah ke arah Timur.
- Dua kapal rusak di Banda. Da Breu kembali ke Melaka; Francisco Serrão memperbaiki kapal dan melanjutkan menuju ke Ambon, Ternate, dan Tidore. Serrão menawarkan dukungan bagi Ternate dalam perselisihannya dengan Tidore, pasukannya mendirikan sebuah pos Portugis di Ternate.
- 1513 Pasukan dari Jepara dan Palembang menyerang Portugis di Melaka, tetapi berhasil dipukul mundur. Maret, Portugis mengirim seorang duta menemui Raja Sunda di Pajajaran. Portugis diizinkan untuk membangun sebuah benteng di Sunda Kelapa (sekarang Jakarta).
- Portugis menghubungi Raja Udara, anak dari Girindrawardhana dan penguasa bekas kerajaan Majapahit
- Portugis membangun pabrik-pabrik di Ternate dan Bacan.
- Udara menyerang Demak dengan bantuan dari Raja Klungkung dari Bali. Pasukan Majapahit dipukul mundur, tapi Sunan Ngudung tewas dalam pertempuran. Banyak pendukung Majapahit melarikan diri ke Bali.
- 1514 Ali Mughayat Syah mendirikan Kesultanan Aceh, dan menjadi Sultan Aceh pertama.
- 1515 Portugis pertama kali tiba di Timor.
- 1518
- Sultan Mahmud dari Melaka mengambil alih kekuasaan di Johor.
- Raden Patah meninggal dunia; Pati Unus menjadi Sultan Demak.
b. 1521 – 1530
- Unus memimpin armada dari Demak dan Cirebon melawan orang-orang Portugis di Melaka. Unus terbunuh dalam pertempuran. Trenggono menjadi Sultan Demak.
- Portugis merebut Pasai di Sumatra;
- Gunung Jati (dari Cirebon) meninggalkan Pasai berangkat ke Mekkah.
- Kapal terakhir dari ekspedisi Magelhaens mengeliling dunia berlayar antara pulau Lembata dan Pantar di Nusa Tenggara.
- Februari ekspedisi Portugis di bawah De Brito tiba di Banda.
- Mei, ekspedisi De Brito tiba di Ternate, membangung sebuah benteng Portugis.
- Kerajaan Sunda, yang masih beragama Hindu, meminta bantuan Portugis untuk menghadapi kemungkinan serangan Demak yang Muslim. Kontrak kerjasama ditandatangani dan sebuah padrao didirikan di Sunda Kalapa
- Sisa-sisa ekspedisi Magelhaens berkeliling dunia mengunjungi Timor.
- Portugis membangun benteng di Hitu, Ambon.
- Gunungjati kembali dari Mekkah, kembali ke Cirebon, dan menetap di Demak, menikahi saudara perempuan Sultan Trenggono.
- Gunungjati dari Cirebon dan anaknya Hasanuddin (di Banten) melakukan dakwah secara terbuka dan rahasia di Jawa Barat untuk memperlemah Kerajaan Sunda yang beribukota di Pajajaran dan persekutuannya dengan Portugis. Pemerintah lokal di Banten, yang tadinya tergantung pada Pajajaran, masuk Islam dan bergabung dengan pihak Cirebon dan Demak.
- Aceh merebut Pasai dan Pedir di Sumatera Utara.
- Hasanuddin (dari Banten}, anak dari Gunungjati (dari Cirebon), melakukan dakwah di Lampung.
- Portugis membangun benteng pertama di Timor.
- Demak menaklukkan Kediri, sisa-sisa Hindu dari kerajaan Majapahit; Sultan-sultan Demak mengklaim sebagai pengganti Majapahit; Sunan Kudus ikut serta.
- Demak merebut Tuban.
- Cirebon, dibantu Demak, menduduki Sunda Kelapa, pelabuhan Kerajaan Sunda. Fatahillah mengganti namanya menjadi Jayakarta. (Sukses ini dikatakan berkat pimpinan "Fatahillah"—atau, sesuai dengan kekeliruan ucapan Portugis, "Falatehan"—namun mungkin ini adalah nama yang diberikan kepada Sunan Gunungjati dari Cirebon) Para penjaga keamanan pelabuhan Kerajaan Sunda didorong mundur meninggalkan daerah pesisir. Dengan demikian pembangunan gudang atau benteng sesuai perjanjian dagang antara Portugis dengan Kerajaan Sunda batal terwujud.
- Kerajaan Palakaran di Madura, yang berbasis di Arosbaya (kini Bangkalan), menjadi Islam di bawah Kyai Pratanu.
- Ekspedisi dari Spanyol dan Meksiko berusaha mengusir Portugis dari Maluku.
- Salahuddin menjadi Sultan Aceh.
- Surabaya dan Pasuruan takluk kepada Demak. Demak merebut Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur Jawa.
- Gowa mulai meluas dari dari Makassar.
- Banten memperluas pengaruhnya atas Lampung.
c. 1531 – 1540
- Serangan besar Portugis terhadap Johor.
- Antonio da Galvão menjadi gubernur di pos Portugis di Ternate; mendirikan pos Portugis di Ambon.
- Portugis membawa Sultan Tabariji dari Ternate ke Goa karena mencurigainya melakukan kegiatan-kegiatan anti Portugis, menggantikannya dengan saudara-saudaranya.
- 1537
- Serangan Aceh atas Melaka gagal. Salahuddin dari Aceh digantikan oleh Alaudin Riayat Syah I.
- 1539
- Aceh menyerang suku Batak di selatan mereka.
- 1540
- Portugis berhubungan dengan Gowa.
- Kesultanan Butung didirikan.
d. 1541 – 1550
- 1545
- Demak menaklukkan Malang. Gowa membangun benteng di Ujung Pandang.
- 1546
- Demak menyerang Blambangan namun gagal.
- Trenggono dari Demak meninggal dan digantikan oleh Prawata. Menantunya, Joko Tingkir memperluas pengaruhnya dari Pajang (dekat Sukoharjo sekarang).
- St. Fransiskus Xaverius pergi ke Morotai, Ambon, dan Ternate.
- Aceh menyerang Melaka.
- Portugis mulai membangun benteng-benteng di Flores.
e. 1551 – 1560
- Johor menyerang Portugis Melaka dengan bantuan dari Jepara.
- Pasukan-pasukan dari Ternate menguasai Kesultanan Jailolo di Halmahera dengan bantuan Portugis.
- Hasanuddin memisahkan diri dari Demak dan mendirikan Kesultanan Banten, lalu merebut Lampung untuk Kesultanan yang baru.
- Aceh mengirim duta ke Suleiman I, Sultan Ottoman di Istanbul.
- Leiliato memimpin suatu pasukan dari Ternate untuk menyerang Portugis di Hitu.
- Portugis membangun benteng di Bacan.
- Ki Ageng Pemanahan menerima distrik Mataram dari Joko Tinggir, memerintah di Pajang.
- Wabah cacar di Ternate.
- Para misionaris Portugis mendarat di Timor. Khairun menjadi Sultan Ternate.
- Portugis mendirikan pos misi dan perdagangan di Panarukan, di ujung timur Jawa.
- Spanyol mendirikan pos di Manado.
f. 1561 – 1570
- Sultan Prawata dari Demak meninggal dunia.
- Misi Dominikan Portugis didirikan di Solor.
- Wabah cacar di Ambon.
- Aceh menyerang Johor.
- Kutai di Kalimantan menjadi Islam.
- Misi Dominikan Portugis di Solor membangun sebuah benteng batu.
- Serangan yang gagal oleh Aceh di Melaka Portugis.
- Portugis membangun benteng kayu di pulau Ambon.
- Aceh menyerang Johor lagi, namun gagal.
- Sultan Khairun dari Ternate menandatangani sebuah perjanjian damai dengan Portugis, tetapi esok harinya ternyata ia diracuni. Agen-agen Portugis dicurigai melakukannya. Baabullah menjadi Sultan (hingga * 1583), dan bersumpah untuk mengusir Portugis keluar dari benteng-benteng mereka.
- Maulana Yusuf menjadi Sultan Banten.
g. 1571 – 1580
- Jepara memimpin serangan yang gagal di Melaka.
- Sultan Babullah mengusir Portugis dari Ternate. Karena itu Portugis membangun sebuah benteng di Tidore.
- Portugis membangun benteng di kota Ambon sekarang.
- Ki Ageng Pemanahan mendirikan Kota Gede (dekat Yogyakarta sekarang).
- Banten menyerang dan meluluhlantakkan Pajajaran merebut sisa-sisa Kerajaan Sunda, dan menjadikannya Islam. Raja Sunda terakhir yang enggan memeluk Islam, yaitu Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana, meninggalkan ibukota Kerajaan Sunda tersebut dan meninggal dalam pelarian di daerah Banten.
- November, Sir Francis Drake dari Britania, setelah menyerang kapal dan pelabuhan Spanyol di Amerika, tiba di Ternate. Sultan Babullah, yang juga membenci orang-orang Spanyol, mengadakan perjanjian persahabatan dengan Britania.
- Maulana Muhammad menjadi Sultan Banten.
- Portugal jatuh ke tangan kerajaan Spanyol; usaha-usaha kolonial Portugis tidak dipedulikan.
- Drake mengunjungi Sulawesi dan Jawa, dalam perjalanan pulang ke Britania.
- Ternate menguasai Butung.
- Sekitar saat ini, Kyai Ageng Pemanahan mengambil alih distrik Mataram (yang telah dijanjikan kepadanya oleh Joko Tingkir, yang menundanya hingga Sunan Kalijaga dari Wali Songo mendesaknya), mengubah namanya menjadi Kyai Gedhe Mataram.
- Sutawijaya menggantikan ayahnya Kyai Gedhe Mataram sebagai pemerintah lokal dari Mataram, memerintah dari Kota Gede.
- Sultan Aceh mengirim surat kepada Elizabeth I dari Britania.
- Kapal Portugis yang dikirim untuk membangun sebuah benteng dan misi di Bali karam tepat di lepas pantai.
- Sutawijaya mengalahkan Pajang dan Joko Tingkir meninggal; garis keturunan beralih kepada Sutawijaya. Gunung Merapi meletus.
- Portugis di Melaka menyerang Johor.
- Portugis menandatangani perjanjian perdamaian dengan Sultan Aceh.
- Sir Thomas Cavendish dari Britania mengunjungi Jawa.
- Sutawijaya mengganti namanya menjadi Senopati; merebut Pajang dan Demak.
- Desa asli Medan didirikan.
h. 1591 – 1659
- 1591
- Senopati merebut Madiun, lalu Kediri.
- Sir James Lancaster dari Britania tiba di Aceh dan Penang, tetapi misinya gagal.
- Ternate menyerang Portugis di Ambon.
- 1593
- Ternate mengepung Portugis di Ambon kembali.
- 2 April, ekspedisi Belanda di bawah De Houtman berangkat ke Hindia Belanda.
- Suriansyah menjadikan Banjar di Kalimantan sebuah Kesultanan (belakangan Banjarmasin).
- Portugis membangun benteng di Ende, Flores.
3. Kolonisasi VOC
Mulai tahun 1602
Belanda
secara perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah yang kini adalah Indonesia,
dengan memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-kerajaan kecil yang telah
menggantikan Majapahit. Satu-satunya yang tidak terpengaruh adalah Timor
Portugis, yang tetap dikuasai Portugal
hingga 1975
ketika berintegrasi menjadi provinsi Indonesia bernama Timor Timur.
Belanda menguasai Indonesia selama hampir 350 tahun (antara 1602 dan 1945),
kecuali untuk suatu masa pendek di mana sebagian kecil dari Indonesia dikuasai Britania
setelah Perang Jawa Britania-Belanda dan masa
penjajahan Jepang
pada masa Perang Dunia II. Sewaktu menjajah Indonesia,
Belanda mengembangkan Hindia-Belanda menjadi salah satu kekuasaan
kolonial terkaya di dunia. 350 tahun penjajahan Belanda bagi sebagian orang
adalah mitos belaka karena wilayah Aceh baru ditaklukkan kemudian setelah
Belanda mendekati kebangkrutannya.
Pada abad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung oleh
pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda
(bahasa
Belanda: Verenigde Oostindische Compagnie atau VOC). VOC
telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di
wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di Batavia,
yang kini bernama Jakarta.
Tujuan utama VOC adalah mempertahankan monopolinya
terhadap perdagangan rempah-rempah di Nusantara.
Hal ini dilakukan melalui penggunaan dan ancaman kekerasan terhadap penduduk di
kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah,
dan terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para
penduduk tersebut. Contohnya, ketika penduduk Kepulauan
Banda terus menjual biji pala kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh
atau mendeportasi hampir seluruh populasi dan kemudian mempopulasikan
pulau-pulau tersebut dengan pembantu-pembantu atau budak-budak yang bekerja di
perkebunan pala.
VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa ini, dan
bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram
dan Banten.
4. Kolonisasi pemerintah Belanda
a.
Era Napoleon
(1800-1811)
Setelah VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie)
jatuh bangkrut dan dibubarkan pada akhir abad ke-18,
tepatnya adalah pada tahun 1 Januari 1800 dan setelah Belanda
kalah Perang Eropa dan dikuasai Perancis, maka
Hindia-Belanda jatuh ke tangan Perancis, walaupun secara pemerintahan masih di
bawah negara kesatuan Republik Belanda (hingga 1806), kemudian
dilanjutkan Kerajaan Hollandia (hingga 1810). Sejak saat
itu dimulailah perang perebutan kekuasaan antara Perancis (Belanda) dan
Britania Raya, yang ditandai dengan peralihan kekuasaan beberapa wilayah
Hindia-Belanda dan perjanjian, antara lain Persetujuan Amiens hingga Kapitulasi Tuntang.
Dalam masa ini Hindia-Belanda berturut-turut diperintah oleh Gubernur
Jenderal Overstraten, Wiese, Daendels,
dan yang terakhir adalah Janssens. Pada masa
Daendels dibangunlah Jalan Raya Pos (jalur Pantura
sekarang), kemudian meluaskan daerah jajahan hingga ke Lampung,
namun kehilangan Ambon, Ternate dan Tidore yang direbut Britania. Tahun 1810
ketika Perancis menganeksasi Belanda, maka bendera Perancis dikibarkan di
Batavia, dan Daendels kembali ke Eropa untuk berperang di bawah Napoleon.
Janssens, penggantinya, tidak memerintah lama, karena Britania di bawah Lord Minto
datang dan merebut Jawa dari Belanda-Perancis.
b.
Interregnum Britania
(1811-1816)
Setelah Britania menguasai Jawa, pemerintahan beralih sementara dari
Belanda ke Britania, hingga akhir perang Napoleon pada 1816 ketika Britania
harus mengembalikan Hindia-Belanda kepada Kerajaan Belanda. Lord Minto menjadi
Gubernur Jenderal pertama yang bermarkas di India, sedangkan Raffles diangkat
menjadi Letnan Gubernur yang memimpin Jawa. Raffles kemudian membenahi
pemerintahan di Jawa sesuai sistem pemerintahan Britania.
Salah satu penemuan penting pada pemerintahan Raffles adalah penemuan
kembali Candi Borobudur, salah satu candi Buddha
terbesar di dunia, dan Gunung Tambora di Sumbawa
meletus, dengan korban langsung dan tidak langsung mencapai puluhan ribu jiwa
c.
Pemerintahan Kerajaan
Belanda (sejak 1816)
Setelah Kongres Wina mengakhiri Perang Napoleon dan
mengembalikan Jawa ke Belanda, sejak 16 Agustus 1816 pemerintah Kerajaan
Belanda berkuasa dan berdaulat penuh atas wilayah Hindia-Belanda
yang tertulis dalam Undang-Undang Kerajaan Belanda tahun 1814 dan diamandemen tahun
1848, 1872, dan 1922 menurut perkembangan
wilayah Hindia-Belanda, hingga 1942 ketika Jepang
datang menyerbu dalam Perang Dunia II.
Dalam masa ini, terjadi pemberontakan besar di Jawa dan Sumatera, yang
terkenal dengan Perang Diponegoro atau Perang Jawa,
pada tahun 1825-1830, dan Perang Padri
(1821-1837), dan perang-perang lainnya. Setelah tahun 1830 sistem tanam paksa
yang dikenal sebagai cultuurstelsel dalam bahasa
Belanda mulai diterapkan. Dalam sistem ini, para penduduk dipaksa
menanam hasil-hasil perkebunan yang menjadi permintaan pasar dunia pada saat
itu, seperti teh,
kopi dll. Hasil
tanaman itu kemudian diekspor ke mancanegara. Sistem ini membawa kekayaan yang
besar kepada para pelaksananya - baik yang Belanda maupun yang Indonesia.
Sistem tanam paksa ini adalah monopoli pemerintah dan dihapuskan pada masa yang
lebih bebas setelah 1870.
Pada 1901
pihak Belanda mengadopsi apa yang mereka sebut Politik Etis
(bahasa Belanda: Ethische Politiek), yang termasuk investasi yang lebih
besar dalam pendidikan bagi orang-orang pribumi,
dan sedikit perubahan politik. Di bawah gubernur-jendral J.B. van Heutsz pemerintah
Hindia-Belanda memperpanjang kekuasaan kolonial secara langsung di sepanjang
Hindia-Belanda, dan dengan itu mendirikan fondasi bagi negara Indonesia saat
ini.
d.
Gerakan nasionalisme
Pada 1905
gerakan nasionalis yang pertama, Serikat Dagang Islam dibentuk dan kemudian
diikuti pada tahun 1908
oleh gerakan nasionalis berikutnya, Budi Utomo.
Belanda merespon hal tersebut setelah Perang Dunia I dengan langkah-langkah
penindasan. Para pemimpin nasionalis berasal dari kelompok kecil yang terdiri
dari profesional muda dan pelajar, yang beberapa di antaranya telah dididik di
Belanda. Banyak dari mereka yang dipenjara karena kegiatan politis, termasuk
Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno.
e.
Perang Dunia II
Pada Mei 1940,
awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Nazi Jerman.
Hindia-Belanda mengumumkan keadaan siaga dan di Juli mengalihkan ekspor untuk
Jepang ke Amerika Serikat dan Britania.
Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar
pesawat gagal di Juni 1941,
dan Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Di
bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk mengadakan
revolusi terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda yang terakhir
dikalahkan Jepang pada Maret 1942.
f.
Pendudukan Jepang
Pada Juli 1942, Soekarno menerima tawaran Jepang untuk mengadakan kampanye
publik dan membentuk pemerintahan yang juga dapat memberikan jawaban terhadap
kebutuhan militer Jepang. Soekarno, Mohammad
Hatta, dan para Kyai memperoleh penghormatan dari Kaisar Jepang pada
tahun 1943. Tetapi, pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat
bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup dan status sosial orang
tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting dalam peperangan,
mereka mengalami siksaan,
terlibat perbudakan seks, penahanan
sembarang dan hukuman mati, dan kejahatan
perang lainnya. Orang Belanda dan campuran Indonesia-Belanda merupakan
target sasaran dalam penguasaan Jepang.
Pada Maret 1945 Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pada pertemuan pertamanya di bulan Mei, Soepomo
membicarakan integrasi nasional dan melawan individualisme perorangan;
sementara itu Muhammad Yamin mengusulkan bahwa negara baru
tersebut juga sekaligus mengklaim Sarawak,
Sabah,
Malaya,
Portugis Timur, dan seluruh wilayah Hindia-Belanda sebelum perang.
Pada 9 Agustus
1945 Soekarno,
Hatta dan Radjiman Widjodiningrat diterbangkan ke Vietnam
untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa
pasukan Jepang sedang menuju kehancuran tetapi Jepang menginginkan kemerdekaan
Indonesia pada 24 Agustus.
E. Era kemerdekaan
1. Proklamasi kemerdekaan
Mendengar kabar bahwa Jepang tidak lagi mempunyai kekuatan untuk membuat
keputusan seperti itu pada 16 Agustus, Soekarno membacakan
"Proklamasi" pada hari berikutnya. Kabar mengenai proklamasi menyebar
melalui radio dan selebaran sementara pasukan militer Indonesia pada masa
perang, Pasukan Pembela Tanah Air (PETA), para pemuda, dan
lainnya langsung berangkat mempertahankan kediaman Soekarno.
Pada 18 Agustus
1945 Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melantik Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad
Hatta sebagai Wakil Presiden dengan menggunakan konstitusi yang
dirancang beberapa hari sebelumnya. Kemudian dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat
(KNIP) sebagai parlemen sementara hingga pemilu dapat dilaksanakan. Kelompok
ini mendeklarasikan pemerintahan baru pada 31 Agustus
dan menghendaki Republik Indonesia yang terdiri dari 8 provinsi: Sumatra,
Kalimantan
(tidak termasuk wilayah Sabah, Sarawak dan Brunei), Jawa Barat,
Jawa Tengah,
Jawa Timur,
Sulawesi,
Maluku
(termasuk Papua)
dan Nusa Tenggara.
2. Perang kemerdekaan
Dari 1945
hingga 1949,
persatuan kelautan Australia yang bersimpati dengan usaha kemerdekaan, melarang
segala pelayaran Belanda sepanjang konflik ini agar Belanda tidak mempunyai
dukungan logistik maupun suplai yang diperlukan untuk membentuk kembali kekuasaan
kolonial.
Usaha Belanda untuk kembali berkuasa dihadapi perlawanan yang kuat. Setelah
kembali ke Jawa, pasukan Belanda segera merebut kembali ibukota kolonial
Batavia, akibatnya para nasionalis menjadikan Yogyakarta
sebagai ibukota mereka. Pada 27 Desember 1949 (lihat artikel
tentang 27 Desember 1949), setelah 4 tahun peperangan
dan negosiasi, Ratu Juliana dari Belanda memindahkan
kedaulatan kepada pemerintah Federal Indonesia. Pada 1950, Indonesia
menjadi anggota ke-60 PBB.
3. Demokrasi parlementer
Tidak lama setelah itu, Indonesia mengadopsi undang-undang
baru yang terdiri dari sistem parlemen di mana dewan eksekutifnya
dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada parlemen atau MPR. MPR terbagi kepada
partai-partai politik sebelum dan sesudah pemilu pertama pada tahun 1955, sehingga koalisi
pemerintah yang stabil susah dicapai.
Peran Islam di Indonesia menjadi hal yang rumit. Soekarno lebih memilih
negara sekuler
yang berdasarkan Pancasila sementara beberapa kelompok Muslim lebih
menginginkan negara Islam atau undang-undang yang berisi sebuah bagian yang
menyaratkan umat Islam takluk kepada hukum Islam.Demokrasi
Parlementer, adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan badan legislatif
lebih tinggi dari pada badan eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh
seorang Perdana Menteri. Perdana menteri dan menteri-menteri dalam kabinet
diangkat dan diberhentikan oleh parlemen. Dalam demokrasi parlementer Presiden
menjabat sebagai kepala negara.
4. Demokrasi Terpimpin
Pemberontakan yang gagal di Sumatera, Sulawesi, Jawa Barat dan pulau-pulau lainnya yang dimulai
sejak 1958, ditambah kegagalan MPR untuk mengembangkan konstitusi baru,
melemahkan sistem parlemen Indonesia. Akibatnya pada 1959 ketika Presiden Soekarno
secara unilateral membangkitkan kembali konstitusi 1945 yang bersifat
sementara, yang memberikan kekuatan presidensil yang besar, dia tidak menemui
banyak hambatan.
Dari 1959 hingga 1965, Presiden Soekarno berkuasa dalam rezim yang otoriter
di bawah label "Demokrasi Terpimpin". Dia juga menggeser
kebijakan luar negeri Indonesia menuju non-blok, kebijakan yang didukung para
pemimpin penting negara-negara bekas jajahan yang menolak aliansi resmi dengan
Blok Barat maupun Blok Uni Soviet. Para pemimpin tersebut berkumpul di
Bandung,
Jawa Barat
pada tahun 1955
dalam KTT Asia-Afrika untuk mendirikan fondasi yang
kelak menjadi Gerakan Non-Blok.
Pada akhir 1950-an
dan awal 1960-an,
Soekarno bergerak lebih dekat kepada negara-negara komunis Asia dan kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) di dalam
negeri. Meski PKI merupakan partai komunis terbesar di dunia di luar Uni Soviet
dan China,
dukungan massanya tak pernah menunjukkan penurutan ideologis kepada partai
komunis seperti di negara-negara lainnya.
5. Nasib Irian Barat
Pada saat kemerdekaan, pemerintah Belanda mempertahankan kekuasaan terhadap
belahan barat pulau Nugini
(Papua), dan mengizinkan langkah-langkah menuju pemerintahan-sendiri dan
pendeklarasian kemerdekaan pada 1 Desember
1961.
Negosiasi dengan Belanda mengenai penggabungan wilayah tersebut dengan
Indonesia gagal, dan pasukan penerjun payung Indonesia mendarat di Irian pada 18 Desember
sebelum kemudian terjadi pertempuran antara pasukan Indonesia dan Belanda pada
1961 dan 1962. Pada 1962 Amerika Serikat menekan Belanda agar setuju melakukan
perbincangan rahasia dengan Indonesia yang menghasilkan Perjanjian New York pada Agustus 1962, dan
Indonesia mengambil alih kekuasaan terhadap Irian Jaya
pada 1 Mei
1963.
6. Konfrontasi Indonesia-Malaysia
Soekarno menentang pembentukan Federasi Malaysia
dan menyebut bahwa hal tersebut adalah sebuah "rencana neo-kolonial"
untuk mempermudah rencana komersial Inggris
di wilayah tersebut. Selain itu dengan pembentukan Federasi
Malaysia, hal ini dianggap akan memperluas pengaruh imperialisme
negara-negara Barat di kawasan Asia dan memberikan celah kepada negara Inggris
dan Australia untuk memengaruhi perpolitikan regional Asia. Menanggapi
keputusan PBB
untuk mengakui kedaulatan Malaysia dan menjadikan Malaysia anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, presiden Soekarno
mengumumkan pengunduran diri negara Indonesia dari keanggotaan PBB pada tanggal
20 Januari
1965 dan
mendirikan Konferensi Kekuatan Baru (CONEFO)
sebagai tandingan PBB
dan GANEFO
sebagai tandingan Olimpiade. Pada tahun itu juga konfrontasi ini kemudian
mengakibatkan pertempuran antara pasukan Indonesia dan Malaysia (yang dibantu
oleh Inggris).
7. Gerakan 30 September
Hingga 1965,
PKI telah menguasai banyak dari organisasi massa yang dibentuk Soekarno untuk
memperkuat dukungan untuk rezimnya dan, dengan persetujuan dari Soekarno,
memulai kampanye untuk membentuk "Angkatan
Kelima" dengan mempersenjatai pendukungnya. Para petinggi
militer menentang hal ini.
Pada 30 September 1965, enam jendral senior
dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta
yang disalahkan kepada para pengawal istana yang loyal kepada PKI. Panglima
Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto,
menumpas kudeta tersebut dan berbalik melawan PKI. Soeharto lalu menggunakan
situasi ini untuk mengambil alih kekuasaan. Lebih dari puluhan ribu orang-orang
yang dituduh komunis kemudian dibunuh. Jumlah korban jiwa pada 1966 mencapai setidaknya
500.000; yang paling parah terjadi di Jawa dan Bali.
F. Era Orde Baru
Setelah Soeharto menjadi Presiden, salah satu pertama yang dilakukannya
adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September
1966
mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan
PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi
anggota PBB kembali pada tanggal 28 September
1966, tepat 16
tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada 1968,
MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden,
dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Presiden Soeharto memulai "Orde Baru"
dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar
negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa
jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi (Pelita) sebagai
tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang
didominasi militer namun dengan nasihat dari ahli ekonomi didikan Barat. Selama
masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber
daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar
namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan
dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an
dan 1980-an.
1. Irian Jaya
Setelah menolak supervisi dari PBB, pemerintah Indonesia melaksanakan "Act of Free
Choice" (Aksi Pilihan Bebas) di Irian Jaya pada 1969 di mana 1.025
wakil kepala-kepala daerah Irian dipilih dan kemudian diberikan latihan dalam
bahasa Indonesia. Mereka secara konsensus akhirnya memilih bergabung dengan
Indonesia. Sebuah resolusi Sidang Umum PBB kemudian memastikan perpindahan
kekuasaan kepada Indonesia. Penolakan terhadap pemerintahan Indonesia
menimbulkan aktivitas-aktivitas gerilya berskala kecil pada tahun-tahun
berikutnya setelah perpindahan kekuasaan tersebut. Dalam atmosfer yang lebih
terbuka setelah 1998, pernyataan-pernyataan yang lebih eksplisit yang
menginginkan kemerdekaan dari Indonesia telah muncul.
2. Timor Timur
Dari 1596
hingga 1975,
Timor Timur adalah sebuah jajahan Portugis di pulau Timor yang dikenal sebagai Timor
Portugis dan dipisahkan dari pesisir utara Australia oleh Laut Timor.
Akibat kejadian politis di Portugal, pejabat Portugal
secara mendadak mundur dari Timor Timur pada 1975. Dalam pemilu lokal pada
tahun 1975, Fretilin,
sebuah partai yang dipimpin sebagian oleh orang-orang yang membawa paham Marxisme,
dan UDT,
menjadi partai-partai terbesar, setelah sebelumnya membentuk aliansi untuk
mengkampanyekan kemerdekaan dari Portugal.
Pada 7 Desember
1975, pasukan
Indonesia masuk ke Timor Timur dalam sebuah operasi
militer yang disebut Operasi
Seroja. Indonesia, yang mempunyai dukungan material dan
diplomatik, dibantu peralatan persenjataan yang disediakan Amerika
Serikat dan Australia, berharap dengan memiliki Timor Timur mereka akan
memperoleh tambahan cadangan minyak dan gas alam, serta lokasi yang strategis.
Pada masa-masa awal, pihak militer Indonesia (ABRI) membunuh hampir
200.000 warga Timor Timur — melalui pembunuhan, pemaksaan kelaparan dan
lain-lain. Banyak pelanggaran HAM yang terjadi saat Timor Timur berada dalam wilayah
Indonesia.
Pada 30 Agustus
1999, rakyat
Timor Timur memilih untuk memisahkan diri dari Indonesia dalam sebuah
pemungutan suara yang diadakan PBB. Sekitar 99% penduduk yang berhak memilih turut serta;
3/4-nya memilih untuk merdeka. Segera setelah hasilnya diumumkan, dikabarkan
bahwa pihak militer Indonesia melanjutkan pengrusakan di Timor Timur, seperti
merusak infrastruktur di daerah tersebut.
Pada Oktober 1999, MPR
membatalkan dekrit 1976 yang mengintegrasikan Timor Timur ke wilayah Indonesia,
dan Otorita Transisi PBB (UNTAET) mengambil alih tanggung jawab untuk
memerintah Timor Timur sehingga kemerdekaan penuh dicapai pada Mei 2002 sebagai negara Timor Leste.
3. Krisis ekonomi
Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia
(untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau
terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor
lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat.
Para demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri
Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, serta ribuan mahasiswa
yang menduduki gedung DPR/MPR, Soeharto
mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti
ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie,
untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
G. Era reformasi
1. Pemerintahan Habibie
Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas
pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas
negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para
tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan
organisasi.
2. Pemerintahan Wahid
Pemilu untuk MPR, DPR, dan DPRD diadakan pada 7 Juni
1999. PDI
Perjuangan pimpinan putri Soekarno, Megawati Sukarnoputri keluar menjadi
pemenang pada pemilu parlemen dengan mendapatkan 34% dari seluruh suara; Golkar
(partai Soeharto - sebelumnya selalu menjadi pemenang pemilu-pemilu sebelumnya)
memperoleh 22%; Partai Persatuan Pembangunan pimpinan Hamzah Haz
12%; Partai Kebangkitan Bangsa pimpinan Abdurrahman
Wahid (Gus Dur) 10%. Pada Oktober 1999, MPR melantik
Abdurrahman Wahid sebagai presiden dan Megawati sebagai wakil presiden untuk
masa bakti 5 tahun. Wahid membentuk kabinet pertamanya, Kabinet Persatuan Nasional pada awal
November 1999 dan melakukan reshuffle kabinetnya pada Agustus 2000.
Pemerintahan Presiden Wahid meneruskan proses demokratisasi dan
perkembangan ekonomi di bawah situasi yang menantang. Di samping ketidakpastian
ekonomi yang terus berlanjut, pemerintahannya juga menghadapi konflik antar
etnis dan antar agama, terutama di Aceh, Maluku, dan Papua. Di Timor Barat, masalah yang ditimbulkan rakyat
Timor Timur yang tidak mempunyai tempat tinggal dan kekacauan yang dilakukan
para militan Timor Timur pro-Indonesia mengakibatkan masalah-masalah
kemanusiaan dan sosial yang besar. MPR yang semakin memberikan tekanan
menantang kebijakan-kebijakan Presiden Wahid, menyebabkan perdebatan politik
yang meluap-luap.
3. Pemerintahan Megawati
Pada Sidang Umum MPR pertama pada Agustus 2000, Presiden Wahid memberikan
laporan pertanggung jawabannya. Pada 29 Januari
2001, ribuan
demonstran menyerbu MPR dan meminta Presiden agar mengundurkan diri dengan
alasan keterlibatannya dalam skandal korupsi. Di bawah tekanan dari MPR untuk
memperbaiki manajemen dan koordinasi di dalam pemerintahannya, dia mengedarkan
keputusan presiden yang memberikan kekuasaan negara sehari-hari kepada wakil
presiden Megawati. Megawati mengambil alih jabatan presiden tak lama kemudian.
Kabinet pada masa pemerintahan Megawati disebut dengan Kabinet Gotong Royong.
Tahun 2002, Masa pemerintahan ini mendapat pukulan besar ketika Pulau Sipadan dan Ligitan lepas dari NKRI
berdasarkan keputusan Mahkamah Internasional.
4. Pemerintahan Yudhoyono
Pada 2004,
pemilu satu hari terbesar di dunia
diselenggarakan, dengan Susilo Bambang Yudhoyono terpilih sebagai presiden pertama yang dipilih secara
langsung oleh rakyat, kemudian membentuk Kabinet Indonesia Bersatu. Pemerintah ini
pada awal masa kerjanya telah menerima berbagai cobaan dan tantangan besar,
seperti gempa bumi besar di Aceh dan Nias
pada Desember 2004 yang meluluh lantakkan sebagian dari Aceh serta gempa bumi lain pada awal 2005 yang
mengguncang Sumatera.
Pada 17 Juli
2005, sebuah
kesepakatan bersejarah berhasil dicapai antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka yang bertujuan
mengakhiri konflik berkepanjangan selama 30 tahun di wilayah Aceh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar