Senin, 26 Maret 2012

Ketika Haram Berkumpul dengan Halal Maka Haram Mendominasi

BAB I
 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam mempunyai dua dasar dalam menetapkan suatu hukum, yaitu Al Qur’an dan As Sunnah. Meskipun demikian, dalam penetapan berdasarkan pada kedua hukum tersebut dirasa masih bersifat umum dan masih sulit untuk difahami. Maka dari itu, muncullah kaidah-kaidah tentang penetapan hukum dalam islam yang berdasarkan Al qur’an dan as-sunnah dalam penetapannya, yaitu kaidah-kaidah fiqhiyyah yang digunakan sebagai pedoman dalam menetapkan suatu hukum yang belum terdapat dalam Al Qur’an dan As-Sunnah.
Seiring perkembangan zaman, banyak muncul problema dalam kehidupan di masyarakat. Tanpa adanya kaidah fiqhiyyah, tentu masyarakat akan kebingungan dalam memahami hukum islam berbicara tentang problem-problem tersebut. Disinilah betapa pentingnya peranan kaidah fiqhiyyah dalam menjawab berbagai problema yang berkembang di kalangan masyarakat.
Untuk lebih jelasnya tentang kaidah-kaidah fiqhiyyah tersebut, penulis akan menjelaskan lebih lanjut tentang beberapa kaidah:"اذااجتمع الحلا ل واحرام غلب الحرام"  dan  الإِيْثَارُفِي الْقُرَبِ مَكْرُوْهٌ، وَ فِي غَيْرِهاَ مَحْبُوْبٌ ".". bagaimana kaidah tersebut dijadikan sebagai landasan dalam menetapkan hukum.
B. Rumusan Masalah
1)    Matan Kaidah
2)      Makna Kaifdah
3)      Problımatıka Kaıdah
C. Tujuan Penulisan                                                                                         
1)      Unutk mengetahui Matan Kaıdah
2)      Untuk mengetahui Makna Kaifdah
3)      Untuk mengetahui Problimatika Kaıdah
BAB II
 PEMBAHASAN
A.    Matan Kaidah
1)      Kidah Pertama"اذااجتمع الحلا ل واحرام غلب الحرام"
2)  Kaidah kedua   " الإِيْثَارُفِي الْقُرَبِ مَكْرُوْهٌ، وَ فِي غَيْرِهاَ مَحْبُوْبٌ "
B.     Makna dan Landasan Kaidah
1). Kaidah yang pertama:" اذااجتمع الحلال واحرام غلب الحرام " ini, mempunyai arti sebagai berikut: ” apabila berkumpul antara yang halal dengan yang haram maka dimenangkan oleh yang haram ” 1
الحرام adalah segala sesuatu yang jelek, dan sebagian darinya menjelekkan kepada sebagian yang lainnya.2
الحلال adalah segala sesuatu yang baik, dansebagian darinya menjadikan baik pada sebagian yang lain dan menjernihkan pada sebagian yang lain.3
Kaidah ini tidak sebatas ucapan tampa landing semata, namun kaidah ini berpijak pada sebauah hadits yang berbunyi:" مااجتمع عليه الحلال والحرام الاغلب الحرام "  Yang artinya: ”Manakala berkumpul yang halal dan yang haram maka dimenangkan oleh yang haram”4  walupun hadits ini sanadnya dhoif, akan tetapi mempunyai kaidah yang benar sesuai dengan perintah agama, yaitu untuk selalu memilih dalam segala apa yang kita lekukan sebagai bentuk usaha kita (preventif) sebelum terjadi kerusakan atau pelanggaran yang lebih besar.

1.      Abdul Mujib. Kaidah-kaidah ilmu fiqh. Hal 31
2.     Al-ghazali. Ihyau `uklumuddin. Al-haramain. Hal 95
3.     Ibid.
4.      Abdul Mujib. Kaidah-kaidah ilmu fiqh. Hal 31

2). Kaidah yang kedua:" الإِيْثَارُفِي الْقُرَبِ مَكْرُوْهٌ، وَ فِي غَيْرِهاَ مَحْبُوْبٌ "  mempunyai arti sebagai berikut: “Mendahulukan orang lain dalam masalah ibadah, dibenci. Namun dalam masalah lainnya, disukai”
Itsar adalah sikap mendahulukan kepentingan orang lain daripada dirinya sendiri. Kebalikannya adalah atsaroh yang bermakna mendahulukan kepentingan dirinya sendiri sebelum orang lain. Dilihat dari objeknya, Itsar ada dua macam:5
Itsar dalam perkara duniawi
Itsar dalam hal ibadah
Sedangkan ditinjau dari sifatnya Itsar ada tiga macam:6
1.       Haram
Yang dimakasud haram ialah mendahulukan sunnah sehingga kewajiban kita menjadi gugur.
2.       Makruh dan
Yang dimakasud makruh dalam konteks ini ialah mendahulukan sunnah sehingga kita mengerjakan yang makruh.
3.       Khilaful aula
Yang dimakasud khilaful aula ialah suatu tindakan yang bersebrangan dengan adat atau kebiasaan yang ada.
Kaidah yang kedua ini berlandaskan pada ayat al-quran dan beberapa hadits. Ayat al-quran yang menjadi landasan dari kaidah ini ialah QS. Al-Hasyr: 9 yang berbunyi; وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالإيمَانَ مِن قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ “Dan orang-orang yang telah menempati Kota

6.      Abdul Mujib. Kaidah-kaidah ilmu fiqh. Hal 55



Madinah dan telah beriman (Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (QS. Al-Hasyr: 9)7
Dan Hadits dari Umar, yang artinya: ”Dari Umar bin Khottob radliyallahu’anhu berkata: ’Suatu hari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam memerintahkan kepada kami untuk bershodaqoh, dan saat itu saya memiliki harta. Saya pun bergumam: ’Hari ini saya akan mengalahkan Abu Bakar, saya akan sedekahkan separuh hartaku, ’Maka Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: ’Apa yang engkau sisakan untuk keluargamu wahai Umar?’ Umar radliyallahu’anhu menjawab: ’Separuhnya lagi’. Ternyata datanglah Abu Bakar radliyallahu’anhu membawa semua hartanya, maka Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bertanya: ’Lalu apa yang engkau sisakan untuk keluargamu’. Maka Abu Bakar menjawab: ’Saya tinggalkan untuk mereka Allah dan Rasul-Nya’” (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi dengan sanad hasan. Lihat Tahqiq Misykah: 6021).8
Serta hadits dari Abu Hurairoh radliyallahu’anhu. Yang artinya: “dari Abu Hurairoh radliyallahu’anhu  Ada seseorang yang datang kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam seraya berkata: ’Wahai Rasulullah, saya sangat lemah’. Maka Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menanyakan kepada para istrinya, ternyata tidak ada makanan apa pun di rumah. Maka beliau shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: ’Tidak adakah seseorang yang mau menjamu tamu malam ini, semoga Allah merahmatinya’. Maka salah satu sahabat anshor berkata: ’Saya wahai Rasulullah’. Lalu dia pulang menemui istrinya dan

7.     Depag RI. Al-qran dan terjemahannya, Al-jumanatul `ali. 547



berkata: ’Ini adalah tamunya rasulullah, jangan sembunyikan makanan apapun’. Istrinya menjawab: ’Kita tidak punya makanan apapun kecuali makanan untuk anak-anak’. Dia pun berkata: ’Jika anak-anak ingin makan malam, maka tidurkanlah mereka, lalu matikan lampu dan malam ini biarlah kita lapar’. Istrinya itu mengerjakan perintah suaminya. Keesokan harinya sahabat anshor tadi datang kepada Rasulullah, lalu beliau bersabda: ’Sesungguhnya Allah heran (atau tertawa) terhadap perbuatan fulan dan fulanah’. Lalu Allah menurunkan firman-Nya (yang di atas), QS. Al-Hasyr: 9” (HR. Bukhori).9
C.    Problımatıka Kaıdah
Kaidah pertama;
Pada kaidah yang pertama, mungkin saja menjadi sebuah penghalang bagi kita, kaidah ini seakan-akan membatasi kita dalam memenuhi apa yang kita inginkan, disadari atau tidak sebagai manusia tentu selalu menginginkan hal-hal yang mudah-mudah apalagi masalah harta. Seandainya dalam kaidah ini kita bisa memilih, maka hal yang pasti kita akan lakukan adalah memilih yang halal, apalagi hanya berkumpulnya halal dengan haram, yang haram saat ini sudah bayak yang dilegalkan menjadi halal, mereka menghalalkan segala cara unutk meraih ambisi mereka. Berikut beberapa contoh yang dapat kami tulis:10
1.      Ketika Utsman bin Affan r.a ditanya tentang hukumnya mengumpulkan dua orang wanita bersaudara dalam suatu pernikahan, yang mana dari keduanya ada yang budak dan hamba sahaya. Maka beliau mengharamkan hal tersebut dengan berlandasan dua ayat alqur`an surat An-nisa` ayat 23:  وانتجمعوابين الاختينyang artinya: ``dan haram mengumpulkan (dalam perkawinan) dua orang wanita bersaudara” dan ayat


 
9.     Shahih Bukhori Muslim.chm
10.  Abdul Mujib. Kaidah-kaidah ilmu fiqh. Hal 57



24: الاماملكت ايمانكم  yang artinya ”kecuali budak-budak yang kamu miliki”  maka dengan belandaskan dua ayat inilah Utsman bin affan mendahulukan ayat yang melarang adanya penyatuan dua saudara dalam penikahan.
2. Contoh lain dapat kita lihat dalam dua hadits yang mana keduanya saling bertentangan. Hadits yang pertama berbunyi:   لك من الحائض مافوق الازارyang artinya: ” bagimu (boleh berbuat sesuatu) terhadap istrimu yang sedang haid pada segala yang berada diatas kain pinggang”  (HR. Abu Daud) dan hadits yang kedua berbunyi اصنعواكل شيءالاالنكاح  yang artinya: ”perbuatlah segala sesuatu (terhadap istri yang sedang haid) kecuali persetubuhan”  (HR. Muslim dari Anas).
 Hadits yang pertama menunjukkan keharaman bagi seorang suami dalam menggauli istrinya pada bagian-bagian tubuh antara pusar dan lutut ketika istri mereka dalam keadaan haid, sedangkan hadits yang kedua mengindikasikan diperbolehkannya menggauli sang istri pada saat lampu mirah menyala (haid), kecuali bersetubuh. Berlandaskan pada kaidah diatas maka hadits pertamalah yang lebih kuat untuk diaplikasikan dalam kehidupan berkluarga. 
            Kenapa kaidah ini memenangkan haram ketika halal berada didalamnya (haram). Ada sebuah hadits yang mana hadits ini mungkin akan membuat kita lebih yakin akan kebenaran hukum yang terkandung dalam kaidah ini sehingga kita tidak ragu untuk mengaplikasikannya.
Dari Abu 'Abdillah An-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhuma berkata,"Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya yang Halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan diantara keduanya ada perkara yang samar-samar, kebanyakan manusia tidak mengetahuinya, maka barangsiapa menjaga dirinya dari yang samar-samar itu, berarti ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya, dan barangsiapa terjerumus dalam wilayah samar-samar maka ia telah terjerumus kedalam wilayah yang haram, seperti penggembala yang menggembala di sekitar daerah terlarang maka hampir-hampir dia terjerumus kedalamnya. Ingatlah setiap raja memiliki larangan dan ingatlah bahwa larangan Alloh apa-apa yang diharamkan-Nya. Ingatlah bahwa dalam jasad ada sekerat daging jika ia baik maka baiklah seluruh jasadnya dan jika ia rusak maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati”. [Bukhari Muslim ] 11
Kaidah kedua;
            Kaidah ini tidaklah menghalangi kita untuk berbuat baik kepada orang lain, seperti halnya mendahulukan orang yang lebih berkepentingan dalam suatu urusan adalah suatu ahlak terpuji, dan itu adalah salah satu ahalak yang dimiliki oleh nabi. Dan perlu kita fahami bahwa kaidah ini, dapat diaplikasikan hanya pada ibadah yang bersifat husus.
Mendahulukan orang lain dalam perkara ibadah adalah sesuatu yang dibenci, karena masing-masing orang diperintahkan untuk mengagungkan Allah ta’ala. Oleh karenanya jika dia tidak melakukannya dan hanya melimpahkan pada orang lain adalah termasuk tindakan kurang adab kepada Allah azza wa jalla.
Dengan beberapa contoh berikut semoga bisa dipahami:12
1.        Kalau si Zaid mempunyai air hanya cukup untuk wudlu satu orang, sedangkan saat itu dia membutuhkan wudlu, juga temannya yang saat itu sedang bersama dia, maka kewajiban Zaid adalah menggunakan air itu untuk berwudlu dan biarkanlah temannya itu bertayammum. Tidak boleh bagi Zaid untuk mempersilahkan temannya wudlu sedangkan dirinya sendiri bertayammum.
2.      Kalau si Zaid mempunyai air hanya cukup untuk wudlu satu orang, sedangkan saat saat itu datang waktu sholat, sedangkan dia punya saudara yang tidak punya pakaian yang menutup aurot, maka kewajiban yang punya tadi untuk sholat terlebih dahulu menggunakan pakaian tersebut baru kemudian nantinya dia pinjamkan kepada saudaranya. Dan tidak boleh baginya untuk mendahulukan saudaranya tersebut dalam perkara ibadah.


 
11.Arbain An-nawawi.chm



Kalau ada seseorang yang berada di shof pertama, maka dia tidak boleh mundur ke shof kedua untuk mempersilahkan orang lain menempati posisinya.
Sebuah sejarah yang menggambarkan betapa besar sifat itsar para sahabat radliyallahu’anhum dari urusan dunia. Sebuah peristiwa mengharukan terjadi saat perang Yarmuk, perang melawan orang-orang Romawi. Dikisahkan bahwa Ikrimah bin Abu Jahl dan dua sahabatnya radliyallahu’anhum terluka parah. Tatkala ada seorang yang mengambilkan minum untuk beliau radliyallahu’anhu, beliau melihat ada orang lain yang butuh minum, akhirnya dia mengatakan pada yang membawa air minum: “Berikan pada dia terlebih dahulu”. Maka pergilah dia ke tempat orang yang ditunjuk. Begitu air akan diberikan padanya radliyallahu’anhu, dia pun berkata: “Berikan kepada Ikrimah terlebih dahulu”. Akhirnya kembalilah dia ke Ikrimah dan ternyata beliau sudah meninggal dunia begitu pula dengan dua sahabatnya, sebelum meminum air tersebut”. Subhanallah.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
            Dari kedua kaidah diatas dapat kami simpulkan:
الحرام adalah segala sesuatu yang jelek, dan sebagian darinya menjelekkan kepada sebagian yang lainnya.
الحلال adalah segala sesuatu yang baik, dansebagian darinya menjadikan baik pada sebagian yang lain dan menjernihkan pada sebagian yang lain. Akan tetapi ketika halal tersebut bersatu dengan haram, maka haramlah yang akan menjadi hukum dari sesuatu tersebut.
Itsar adalah sikap mendahulukan kepentingan orang lain daripada dirinya sendiri. Kebalikannya adalah atsaroh yang bermakna mendahulukan kepentingan dirinya sendiri sebelum orang lain. Dilihat dari objeknya, Itsar ada dua macam:
Itsar dalam perkara duniawi
Itsar dalam hal ibadah
Sedangkan ditinjau dari sifatnya Itsar ada tiga macam:
Haram
Yang dimakasud haram ialah mendahulukan sunnah sehingga kewajiban kita menjadi gugur.
Makruh dan
Yang dimakasud makruh dalam konteks ini ialah mendahulukan sunnah sehingga kita mengerjakan yang makruh.
Khilaful aula
Yang dimakasud khilaful aula ialah suatu tindakan yang bersebrangan dengan adat atau kebiasaan yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

*      Depag RI. Al-qran dan terjemahannya, Al-jumanatul `ali. CV. Penerbit J-art 2005
*      Al-ghazali. Ihyau `uklumuddin. Al-haramain.
*      Abdul Mujib. Kaidah-kaidah ilmu fiqh. Kalam mulya, Jakarta. 2001
*      Hadits Arbain an-nawawi.chm
*      Shahih Bukhori Muslim.chm




Tidak ada komentar: