Hari
ini (26/05/2012) adalah hari dimana peredikat abiturient disandang oleh adik-adik
siswa-siswi SMA dan yang sederajat, setelah tiga tahun menjalani masa-masa
indah disekolah bersama teman-teman dan guru mereka dengan penuh canda dan
tawa.
Yang
tidak kalah pentingnya adalah peroses dimana mereka pendapatkan sesuatu (Pendidikan)
yang tidak semua anak-anak sebaya mereka bisa mendapatkannya. Intelektualitas
mereka diasah sedimikian rupa sehingga pada ahirnya mereka menjadi orang-orang
yang berguna bagi diri sendiri dan bagi orang laian serta dapat menularkan
apa-apa yang telah mereka peroleh dari dunia pendidikan ketika mereka
dibutuhkan.
Berdasarkan definisi UAN seperti apa yang telah
dikemukakan oleh Mentri Pendidikan Nasianl M Nuh “ujian
nasional itu adalah bagian dari sistem evaluasi. Sistem evaluasi itu adalah
bagian dari proses belajar mengajar. Sehingga kalau diistilahkan ujian nasional
itu sebagai pohonnya maka sistem proses belajar mengajar itu sebagai hutannya.
Jangan sampai gara-gara kita memperdebatkan urusan pohon tadi, hutannya menjadi
tidak terawat,” maka jelas sekali bahwa pendidikan itu adalah wahana dimana seseorang
(murid) bergerak untuk berkereasi mencari jati diri, yang mana didalamnya sudah
tersedia orang-orang (guru) yang sudah siap untuk membina, membimbing serta
memberikan arahan bagaimana menuju masa depan yang lebih baik, dan bagaimana
menata kehidupan lebih nyaman.
Benar apa yang diungkapakan oleh Mendiknas M Nuh
yang menganalogikan UAN sebagai pohon sedangkan proses belajar mengajar adalah
hutannya. Sehingga untuk menciptakan pohon-pohon yang yang berualitas, maka
haruslah melihat letak geografis hutan itu sendiri. Jika pohon-pohon itu
berdiam dalam hutan yang tanahnya subur gembur, saya yakin pohon-pohon yang
ditanam akan tumbuh dengan kualitas yang mumpuni dan layak jual dan tidak perlu
susah-susah untuk mempromosikannya pada halayak bahwa ini adalah pohon yang
bagus dan sebagainya, karena publik sudah pasti mengetahui bahwa pohon-pohon
yang tumbuh didalam hutan yang gembur dan subur sudah barang pasti berkualitas
baik.
Ketika kita melihat kelulusan siswa/i diberbagai
sekolah, hampir 100% lulus. Angka kelulusan ini telah menjadi tolak ukur, bahwa
ketercapaian pendidikan dalam mendidik peserta didiknya sudah dapat dikatkan
berhasil dalam dunia pendidikan. Hutan yang subur akan menghasilkan Pohon yang
baik, dan pohon yang akan menghasilkan
buah yang baik pula. Hukum kausalitas tidak dapat kita pungkiri dalam kehidupan
ini, namun entah kenapa hukum kausalitas itu malah justru berbanding terbalik
dalam dunia pendidikan. Kenapa saya berkata demikian..? Kelulusan adalah sebuah
bentuk dari ketercapaian (prestasi) dari peroses belajar mengajar, guru sukses
dalam menularan ilmu pengetahuannya, murid sukses dalam menerima apa yang telah
disampaiakan oleh sang guru, jadi antara guru dan siswa sama-sama mendapatkan
prestasi dalam hal ini.
Perlukiranya saya menjelaskan lebih dulu apa itu Prestasi
sebelum sya melanjutkan tulisan ini lebih jauh.
Pengertian prestasi menurut beberapa pendapat
sebagai berikut:
- Muray dalam Beck (1990 : 290) mendefinisikan prestasi sebagai berikut : “To overcome obstacle, to exercise power, to strive to do something difficult aswell and as quickly as possible” (Kebutuhan untuk prestasi adalah mengatasi hambatan, melatih kekuatan, berusaha melakukan sesuatu yang sulit dengan baik dan secepat mungkin).
- Gagne menyatakan bahwa prestasi belajar dibedakan menjadi lima aspek, yaitu:kemampuanintelektual,strategikognitif, informasi verbal, sikap danketerampilan.
- Menurut Bloom dalam Suharsimi Arikunto (1990:110) bahwa hasil belajar dibedakan menjadi tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.
- W.J.S Poerwadarminta,berpendapat bahwa prestasi adalah hasil yang telah dicapai(dilakukan,dikerjakan,dan sebagainya).
- Mas’ud Said Abdul Qahar, persatasi adalah apa yang telah kita dapat ciptakan, hasil pekerjaan, hasil menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan.
- Nasrun Harahap dkk, prestasi adalah penilaian pendidikan tentang perekembangan dan kemajuan murid yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada mereka serat nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum.
Dari beberapa pengertian daiatas dapat
disimpulkan bahawa perestasi adalah sebuah pencapaian seseorang dalam
melaksanakan sesuatu, diaman hasil pencapaian itu diapresiasikan atau dapat
dilihat melalui kognitif, afektif dan psikomotorik.
Ketika berbagai elemen pendidikan
berpendapat bahwa angka kelulusan yang tinggi itu menandakan bahwa proses
belajar mengajar dalam duania pendidikan sudah sukses dan sekolah-sekolah
berhak mendapatkan perestasi atas apa yang diraihnya. Menurut saya itu adalah
suatu anggapan yang tidak realistis dan secara hukum kausalitas tidaklah
sesuai. Ketidak sesuaia itu dapat kita lihat dari beberapa tindakan yang dilakukan
oleh anak didik, pada saat mereka menerima pengumuman kelulusan, mereka
merayakannya dengan konvoi, arak-arakan dan mencorat coret seragam bahkan lebih
parah lagi ada yang mengganggu masyarakat hingga menyesahkan masyarakat. Kesuksesan
itu seharusnya dapat dibuktikan dengan adanya kualiatas output yang dapat
dipertanggung jawabkan, bukan hanya memandang pada kuantitas saja. Selama ini
para pendidik cendrung menilai kesuksesan anak didiknya dengan sebelah mata,
padahal fungsi dari pendidikan bukan hanya untuk menghasilkan kuantitas, akan
tetapi juga dapat menghasilkan kualitas.
Tugas seorang pendidik ialah
memanusiakan manusia. Para pembina pendidikan punya visi terhadap usaha pemanusiaan
manusia. Mereka tidak boleh tenggelam dalam peroses otomatisasi pendidikan,
tapi harus berani meletakkan dasar moral dan spritual bagi pengembangan
pendidikan.[1]
Ada dua kata yang perlu kita fahami Dari apa yang
ditulis oleh Piet: yang Pertama adalah pemanusiaan manusia.
Pendidikan adalah wadah pencetak manusia, membuat perubahan pada ketidak nyataan
manusia menjadi wujud yang nyata dengan membentenginya dengan intlegensi,
menuju setrata sosial yang lebih baik dan lebih memahami akan makna-makna
kehidupan, baik kehidupan dihari ini maupun kehidupan dimasa yang akan datang. Kedua
ialah kata moral dan spritual. Dimana para pendidik dituntut
untuk berani meletakkan dasar moral dan spritual demi perkembangan pendidikan. Moral
dan spritual adalah life control bagi semua orang dalam kehidupan
sosial, tidak adanya moral bagi sesorang, maka mereka akan terasingkan dari
lingkungannya dimana mereka tinggal. Sedangkan spritual menurut beberapa
pendapat adalah:
- Mickley et al (1992) menguraikan spiritualitas sebagai suatu yang multi dimensi, yaitu dimensi eksistensial dan dimensi agama. Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti kehidupan, sedangkan dimensi agama lebih berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Penguasa.
- Sedangkan Stoll (1989), menguraikan bahwa spiritualitas sebagai konsep dua dimensi: dimensi vertikal adalah hubungan denganTuhan atau Yang Maha Tinggi yang menuntun kehidupan seseorang, sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan seseorang dengan diri sendiri, dengan orang lain dan dengan lingkungan. Terdapat hubungan yang terus menerus antara dua dimersi tersebut.
- Menurut Burkhardt (1993), spiritualitas meliputi aspek sebagai berikut: 1). Berhubungan. dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidak pastian dalam kehidupan. 2). Menemukan arti dan tujuan hidup. 3). Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri. 4). Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Yang Maha Tinggi.
Dari beberapa
pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa spritual berfungsi sebagai internal control system yang mengatur atau mengarahkan seseorang
dalam menjalin hubungan dengan Tuhannya dan dengan sesama mahluk hidup dengan
baik. Yang terpenting dari spritual adalah seperti apa yang dikatakan oleh Burkhard
ialah menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri
sendiri. Dimana dengan kekuatan dalam diri (Air, udara, bumi dan api) seseorang
tersebut mereka bisa mengendalikan kehidupan mereka.
Bersambung..............................
[1]. Piet A. Sahertian Konsep Dasar & Teknik
Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta
PT. Reneka Cita 2000. Cet Pertama. Hal.165-166
Tidak ada komentar:
Posting Komentar