Rabu, 26 September 2012

Sekolah Tampa Seragam



Sekolah Dasar seharusnya menjadi sekolah yang dapat menentukan masa depanku, namun semua itu tidaklah sebanding dengan perjuangan yang saya usahakan pada masa itu, sehingga saya tidak dapat memetik benih-benih kesegaran dari apa yang seharusnya didapatkan oleh orang-orang seusia saya hari ini. Kalo boleh saya bahasakan sekolah dasar adalah sekolah tampa seragam dan juga tampa sepatu. Kenapa saya bahasakan seperti itu..? itu semua adalah fakta yang telah saya alami selama saya berada dalam dunia pendidikan (SD). Saya terlahir dari seorang petani dimana keseharian orang tua saya hanya bergelut dalam dunia pertanian yang musiman, menanam padi dimusim penghujan tiba dan menanam tembakau dimusim kemarau. Walaupun kadang kala musim tidak selalu bersahabat dengan petani.
Siklus kehidupan seorang petani tidaklah menentu seperti siklus kehidupan para pejabat pada umumnya, mereka mengikuti arah mata angin yang berlalu, mereka seakan diatur oleh cakrawa, mereka tak dapat memastikan arah kehidupan, mereka tiada lelah bergelut dengan tanah-tanah pertanian. Namun satu hal yang membuat mereka selalu bersemangat untuk selalu bersahabat dengan cangkul, mereka tidak mau meninggalkan kehidupan mereka dikarenakan perinsip yang mereka tanam dalam kehidupan “mangan ora mangan sing penting ngumpul” begitu mereka hidup, walaupun sederhana tidak menjadi masalah yang penting sesama saudara selalu bersama. Kehidupan keluarga ku tidaklah jauh berbeda dengan kehidupan para petani pada umumnya. Pagi-pagi berangkat berdianas menuju kantor (sawah), mengerjakan aktivitas selayakanya petani yang lainnya. Saya sebagai anak dari seorang petani tentunya sama-sama menekuni kehidupan orang tua. Masa kecil saya dihabiskan dengan berteman setia dengan sabit dan bermain-main dengan kerumunan rumput-rumput hijau yang bertebaran dialam bebas, pagi-pagi sekitar jam 05:30 saya pergi dengan berselimut embun setelah sabit kuasah sedemikian tajam, diruas-ruas jalan setpak persawahan teman-teman sudah menunggu kedatanganku (mereka bernasib sama denganku). Kami pergi bersama mencari tempat-tempat berteduhya rerumputan.
Setelah kurang lebih satu jam lamanya kami bermain-main dengan rerumputan, kamipun pulang dengan menjinjing rumput yang telah kami ambil, baju ku basah terkena tetesan air dari rumput yang kubawa (air embun yang masih melekat pada rumput pada saat kuambil), sampai dirumah kuterkadang tidak bertemu dengan siapapun, kadang kala hanya adik saya bermain dengan temannya, Matahari tampak semakin menaiki tangga-tangga cakrawala, kuterus bergegas menuju sekolah. Sarapan bukanlah rutinitas bagi saya, karena terkadang ibu menanak nasi sepulang dari sawah sehingga sarapan saya tidak teratur dan langsung menuju sekolah, tampa mandi, tampa seragam dan terkadang tampa buku, apalagi uang saku. Disekolah rata-rata teman-teman sama dengan apa yang saya lakukan, mungkin hanya beberapa orang saja yang memakai seragam dari sekian banyaknya siswa, sesampai disekolah kami tidak langsung masuk kelas walaupun jam sudah menunjukkan jam 07.00, tapi kami asyik bermain bola setiap pagi sebelum masuk kelas, rasa lelah dan capek mengrogoti badan sehingga terkadang kami tidak masuk kelas dan memilh untuk mencari burung menelusuri semak-semak belukar. Ha..ha…ha….. ternyata saya beserta teman-teman adalah siswa yang sangat bandel bin menyebalkan, tidak hanya itu, kami juga suka usil pada guru terutama pada kepala sekolah, kami pernah membuat sepeda motornya tidak hidup dan perenah juga kami ambil bensinnya serta banyak lagi hal-hal yang kami perbuat pada guru-guru kami.
Tapi itu semua adalah kisah burukku selama sekolah disekolah dasar, tapi semuanya tidak perlu kalian tiru, biar saya saja yang mengalami semua itu. Saya tempuh sekolah dasar selama lima tahun, karena dari kelas satu saya langsung dinaikkan kekelas tiga oleh Bapak Jumai (guru kelas saya), setelah ditanya ternyata, kata beliau saya mampu membaca dibanding dengan teman-teman yang lainny. Walaupun saya naik kelas dengan seperti itu saya tidak pernah merasakan kegembiraan yang melimpah ruah, begitu pula orang tua, mereka tidak pernah mengucakan selamat apalahi memberi hadiah atas keberhasilan yang saya raih, hidupku dalam dunia pendidikan berjalan bak air mengalir begitu saja tampa ada yang mengawasi, sehingga saya sekolah hanya sebatas untuk mengisi hari-hari luang saja, tampa ada bersitan-bersitan cita-cita setelah lulus sekolah, apakah saya harus melanjutkan skolah atau tidak.  Singkat cerita, saya lulus sekolah dasar pada tahun 2003 dengan hasil raport sekolah yang menunjukkan peringkat ketiga dari 29 orang. Begitulah kisahku ketika mengenyam pendidikan diskolah dasar yang tampa seragam, tampa sepatu, kadang-kadang tampa mandi pula, he..he…he… selepas sekolah dasar, saya menjadi pemuda sawahan (pagi, siang dan sore ikut orang tua kesawah). Semua itu karena faktor tidak adanya dukungan dari orang tua, maklum orang tua saya bukanlah orang yang terdidik, tapi untung saja saya masa depan saya dan teman-teman yang lain terselamatkan setelah membujang selama satu tahun dari dunia pendidikan dengan didirikannya Madrasah Tsanawiyah tepat ditempat saya mengaji al-quran kalau malam tiba. Bersambung …………………..

Tidak ada komentar: