Minggu, 10 Desember 2017

MANI, MADZI, WADZI DAN KEPUTIHAN MENURUT FIQIH DAN MEDIS



            Perempuan memang sangat rentan dengan masalah yang berhubungan dengan kewanitaan, disamping perempuan harus menghadapi rembulan merah setiap bulan sekali, perempuan juga dihadapi dengan masalah kewanitaan lainnya seperti halnya keputihan. Tidak banyak perempuan mengetahui tentang masalah ini, dan terkadang perempuan meremehkan masalah keputihan, padahal masalah ini adalah masalah yang cukup serius, selain itu banyak perempuan yang masih belum memahami tentang bagaimana mencegah bahkan merawat kewanitaan dengan baik sehingga terhindar dari masalah keputihan.
Di dalam ilmu fiqhi, segala sesuatu yang keluar dari ke-dua lubang yaitu Qubul dan Dubur, seperti madzi, wadzi, keputihan, air kecil, air besar, dan bahkan keluar mas sekalipun akan menyebabkan batalnya wudhu` kecuali keluarnya air mani. Oleh karena itu perlu kiranya memahami tentang hal-hal tersebut dari segi syariah maupun dari segi medis, sehingga amal ibadah kita tidak sia-sia dan kesehatan kita tejaga.
1.    Mani
a.    Pengertian Mani
Mani adalah cairan kental yang menyembur dari kelamin laki-laki pada waktu ejakulasi, merupakan produk dari berbagai organ, misal dari buah zakar, gelembung mani, kelenjer prostat. (KBBI)
Didalam Al-Quran dijelaskan bahwa Mani laki-laki (sperma) adalah air yang keluar dari tulang punggung laki-laki pada saat melakukan hubungan seksual antara suami dengan istri yang memancar dengan cepat, berwarna putih kental dan kemudian masuk kedalam rahim perempuan (istri). Sedangkan mani perempuan (ovum) adalah air yang keluar dari dada (payudara) perempuan dan mengalir menuju rahim yang kemudian akan dibuahi oleh sperma.
b.    Ciri-ciri Mani
1.    Keluar dengan cara memuncrat
2.    Berbau adonan roti dan tepung
3.    Setelah beberapa menit akan berbau telur
4.    Akan menimbulkan rasa nikmat setelah keluar mani
5.    Badan akan terasa lemah setelah keluar mani
2.    Madzi
a.    Pengertian Madzi
Madzi adalah air putih (kuning) yang encer, keluar dari kemaluan tatkala syahwat bangkit dan yang mendahului keluarnya mani (KBBI). Dalam ilmu biologi madzi merupakan cairan pra-ejakulasi yang dikenal dengan cairan pra-semen atau cairan cowper. madzi merupakan cairan kental dan bening yang keluar dari uretra pada kemaluan laki-laki pada saat syahwat memuncak, cairan ini dianggap sebagai pelumas alami sekaligus menjadi penetral asam.
b.    Cirri-ciri madzi ;
1.    Berwarna putih bening, lengket dan encer
2.    Saat keluar tidak memuncrat
3.    Setelah keluar tidak menimbulkan lemah pada badan
3.    Wadzi
a.    Pengertian Wadzi
Wadzi adalah tetesan terakhir dari mani atau kencing (KBBI).
Wadzi adalah cairan berwarna putih dan kental yang keluar dari kemaluan setelah kencing.
b.    Ciri-ciri Wadzi ;
1.    Berwarna putih, keruh dan kental
2.    Tidak berbau
3.    Keluar setelah kencing
4.    Keputihan
a.    Pengertian Keputihan
Keputihan adalah penyakit tentang kelamin wanita yang ditandai dengan keluarnya lendir putih yang menyebabkan rasa gatal (KBBI).
Dalam kamus kedokteran Dorland dikenal dengan Vaginal discharge, yaitu keputihan dan kental dari vagina dan rongga uretus.
Dalam ilmu fiqih pengertian Keputihan Secara bahasa, الرَّطْبُ (basah) adalah lawan kata dari  الْيَبْسُ (kering). Jadi, الرُّطُوبَة adalah keadaan basah/lembab. Secara istilah, menurut an-Nawawi dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab (2/536), “Ruthubatu farji al-mar’ah adalah cairan putih yang wujudnya antara madzi dan keringat.” Ar-Ruthubah keluar dari bagian dalam vagina, sering kali menjelang dan seusai haid serta pada masa kehamilan.
b.    Macam-macam Keputihan
1.    Keputihan normal (fisiologis) yaitu keputihan yang ditandai dengan keluarnya lendir berwarna bening hingga keputihan, tidak berbau, tidak kental dan tidak menyebabkan rasa perih pada kemaluan saat keluar, biasanya keluar setiap bulan sebelum atau sesudah menstruasi.
2.    Keputihan abnormal (patologis) yaitu keputiahan yang disebabkan oleh virus biasanya ditandai dengan keluarnya lendir berwarna tidak bening dan mengakibatkan rasa nyeri dan gatal pada kemaluan.
Ciri-ciri keputihan tidak normal;
1)    Lendir berwarna coklat atau berdarah biasanya disebabkan karena minstruasi yang tidak normal, disertai rasa nyeri pada kemaluan bahkan bisa mengakibatkan pendarahan,
2)    Lendir berwarna hijau, kuning dan abu-abu, berbau amis dan menimbulkan rasa gatal pada kemaluan.
3)    Lendir berwarna merah muda biasanya disebabkan karena adanya peluruhan pada dinding rahim dan disertai dengan luka pada kemaluan.
c.    Factor-faktor yang menyebabkan terjadinya keputihan
1.    Kelelahan
2.    Setres
3.    Sering menggunakan celana dalam yang basah atau jarang dicuci
4.    Gonta-ganti handuk/ Celana dalam
5.    Kurang menjaga kebersihan daerah kemaluan
6.    Suka memakai WC yang kotor
7.    Suka berendam di air hangat dan panas
8.    Gonta-ganti pasangan
9.    Sering menggaruk kemaluan
d.    Masalah baru karena meremehkan keputihan
1.    Infertilitas (tidak subur)
2.    Kanker rahim
3.    Bayi lahir premature dan berat badan rendah
Bagaimana menyikapi permasalahan di atas (disaat keluar Madzi, wadzi dan keputiahan), supaya tidak mengganggu aktifitas pekerjaan ataupun ibadah kita. Secara medis yang perlu diperhatikan secara serius oleh kaum perempuan adalah masalah keputihan, karena masalah ini jika dibiarkan dapat mengganggu kesehatan mereka, oleh karena itu prevent is better than curing (mencegah lebih baik dari pada mengobati). Dalam catatan kedorteran 95% kanker rahim pada wanita disebabkan oleh keputihan
Disamping itu perempuan harus juga memahami masalah kewanitaan ini dari segi syariah, apakah saat keputihan tidak perlu sholat sebagaimana haid, apakah saat keputihan diharuskan mandi besar atau tidak.? Karena jika perempuan tidak memahami masalah ini dari segi fiqih, maka mereka akan cendrung berada dalam kebimbangan dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Dalam pikiran mereka akan selalu terbayang apakah ibadah saya sudah sah atau benar, apakah ibadah saya diterima atau tidak.?
Di dalam ilmu fiqih, seorang perempuan dibolehkan tidak melaksanakan sholat disaat mereka menghadapi datangnya bulan merah (haid), selain dari pada itu mereka tetap wajib melaksanak sholat. Sesuatu yang keluar setelah haid atau melebihi batas waktu perhitungan masa haid, maka dikenal dengan istihadhah (darah penyakit). Begitu pula dengan keputihan, keputihan merupakan penyakit yang keluar dari kemaluan perempuan di luar masa haid, sehingga perempuan yang mengalami keputihan wajib melaksanakan sholat.
Mengenai hukum keputihan, para ulama` fiqih berbeda pendapat; pendapat pertama; keputihan itu hukumnya tidak najis dengan dalil hadits Rasulullah saw dari Aisyah r.a ;
كُنْتُ اَفْرُكُهُ مِنْ ثَوْبِ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم
“Saya mengeruk mani yang terdapat pada pakaian Rasulullah saw.” (HR. Muslim)
Pemahaman mani dalam hadits ini menurut mereka yang berpendapat keputihan tidak najis, adalah mani bekas hubungan badan, dan bukan mani mimpi basah karena rasulullah tidak pernah mimpi basah, dan mereka berpendapat bahwa mani yang dimaksud dalam hadits ini adalah mani yang bercampur dengan cairan basah dari kemaluan ketika jimak. Maka dari itu mereka berpendapat keputihan itu tidak najis, jika keputihan di anggap najis, maka mani juga menjadi najis karena mani juga keluar dari kemaluan yang bersentuhan dengan cairan keputihan disekitar rahim. Pendapat yang kedua keputihan itu najis dengan landasan dalill hadits Rasulullah saw dari sayyidina Utsman r.a, ketika beliau ditanya oleh zaid bin Khalid tentang hukum hubungan seksual namun tidak sampai mengeluarkan mani, maka Utsman menjawab ;
يَتَوَضَّأُ كَمَا يَتَوَضَّأُ لِلصَّلَاةِ وَيَغْسِلُ ذَكَرُهُ. قَالَ عُثْمَانْ سَمِعْتُهُ رسول الله صلى الله عليه وسلم
“berwudhu`lah sebagaimana wudhu` untuk sholat dan basuhlah kemaluannya” Utsman berkata saya mendengarnya dari Rasulullah saw. (HR. Bukhori Muslim)
Ulama` memahami hadits ini bahwa adanya perintah untuk membasuh kemaluan setelah berhubungan badan karena adanya cairan yang menempel pada kemaluan sekalipun tidak keluar mani. Atas dasar ini mereka berpendapat bahwa keputihan itu hukumnya najis.
Syaikh Musthofa al-Adawi salah seorang da`i dari Mesir berpendapat bahwa tidak ada dalil tegas yang menunjukkan bahwa keputihan wanita itu najis, dan hadits yang memerintahkan untuk berwudhu` dan membasuh kemaluan (HR. Bukhori Muslim) tidak menunjukkan ketegasan untuk mencuci kemaluan karena adanya keputihan wanita. Oleh karena itu beliau menyimpulkan bahwa keputihan itu suci tidak najis.
Adanya perbedaan dikalangan para ulama` fiqih mungkin saja akan membuat kita semakin kebingungan dalam menyikapi masalah kewanitaan ini. Namun perlu ditegaskan sebelum kita mengambil kesimpulan tentunya kita harus bersifat objektif dengan memahami makna objek tersebut dari segi etimologi maupun secara termenologi, karena disaat kita menjastifikasi suatu benda dari sudut pandang etimologis saja, maka hanya kesalahfahaman dan ketidak sempurnaan yang akan kita peroleh. Dan disaat jastifikasi itu di tentukan dari dua sudut pandang secara etimologis dan terminologis maka insya Allah akan mendekati kebenaran. Adanya perbedaan pendapat dari kalangan ulama` fiqih tidak lepas dari pemahaman dari sudut pandang yang berbeda, oleh karena itu kita tidak berhak untuk menyalahkan pendapat mereka karena mereka juga mempunyai dalil yang menjadi rujukan dari pendapat yang mereka keluarkan.
Secara etimologi berdasarkan kamus kedokteran Dorland keputihan adalah Vaginal discharge yang artinya kotoran yang keluar dari vagina/kemaluan Dan jika ditarik kedalam pengertian secara termenologi maka akan menghasilkan pengertian yang berbeda yang tentunya harus bersifat objektif dalam mengartikan sesuatu. Secara termenologi keputihan merupakan penyakit yang diderita wanita karena keluarnya cairan dari vagina wanita, dan ada kalanya cairan ini bercampur darah. Penulis sendiri ikut yang mana..? bagi saya keputihan itu adalah sesuatu yang najis apabila keluarnya keputihan tersebut menyertai mentruasi, atau cairan keputihan itu disertai dengan darah, karena hukum darah itu adalah najis. Adapun dalam kondisi normal, saya sependapat dengan para ulama` yang lebih kuat (Imam Syafii, Imam Hanafi, Imam Hambali dan beberapa ulama` lainnya), bahwa hukum keputihan itu adalah suci, karena keputihan itu keluar dari Vagina dan tidak keluar dari anus.
Apakah wanita yang mengalami keputihan batal wudhu`nya..? Menurut Imam Syafii, sebagaimana disebutkan dalam kitab-kitab fiqih sesuatu yang membatalkan pada wudhu` diantaranya adalah segala sesuatu yang keluar dari salah satu jalan yang dua (Qubul dan Dubur) kecuali mani. Apakah menurut imam syafii keputihan juga menjadi faktor batalnya wudhu`..? jawabannya, kita kembalikan pada pendapat awal bahwa keputihan itu suci karena tidak keluar dari saluran kencing (Uretha). Jumhur ulama berpendapat bahwa seseorang yang mengalami keputihan tidak membatalkan wudhu`, sekalipun ada sebagian ulama yang berpendapat batal wudhu` karena sama dengan kentut yang juga menjadi faktor batalnya wudhu`.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, segala sesuatu yang keluar dari kemaluan/Qubul laki-laki atau perempuan melalui Urethra (saluran air kencing yang menghungkan kantong kemih dengan ginjal) dan segala sesuatu yang keluar dari Dubur hukumnya najis dan dapat membatalkan wudhu`, kecuali air mani, karena air mani tidak keluar dari Urethra, tapi keluar dari Vagina. Sedangkan hukum dari keputihan adalah suci menurut mayoritas ulama dan tidak membatalkan wudhu`, akan tetapi disaat keputihan itu sudah dalam kondisi Patalogis, maka hukumnya adalah najis karena bisa saja keputihan itu bercampur darah dan nanah, hukum dari darah dan nanah itu adalah najis dan harus sucikan. Oleh karena itu seseorang yang mengalami keluar madzi atau keluar wadzi, maka wajib membasuh kemaluannya dan berwudhu`. Wawwahu a`lam…

Pamekasan, 04/12/2017

Tidak ada komentar: