Selasa, 16 Januari 2018

KONSEP ISLAM DALAM MENYIKAPI KEMUNGKARAN



عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه قال : قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول - مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذٰلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانْ - رواه مسلم
Dari Abu Sa'id Al Khudri radhiyallahu anhu, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda : “Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah kalian merubahnya dengan tangannya; jika ia tidak sanggup, maka dengan lidahnya; dan jika tidak sanggup, maka dengan hatinya, dan demikian itu adalah selemah-lemahnya iman”. (H.R. Muslim).
Kehidupan manusia didunia tidak akan pernah lepas dari kebaikan dan keburukan. Manusia akan menghadapi berbagai macam rintangan dalam menjalani kehidupan ini untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan. Setiap manusia memiliki maksud dan tujuan berbeda dalam kehidupan mereka, sehingga tidak jarang kita temui muda-mudi dengan gaya dan penampilan hidup mereka yang terkadang membuat kita tertawa hingga terharu melihatnya. Dunia memanglah panggung sandiwara yang tidak sepenuhnya kita sadari, dan tidak sepenuhnya dapat difahami, dunia ini hanyalah sebatas tempat petualangan bagi manusia. Dengan adanya perbedaan tujuan hidup manusia di dunia ini, maka akan mengakibatkan perbedaan-perbedaan paradigma berpikir, akan mengakibatkan perbedaan-perbedaan sosial (mobilitas sosial), dan timbulnya perbedaan-perbedaan ini akan mengakibatkan terjadinya konflik sosial.
Sosial adalah kumpulan masyarakat yang tidak terpisahkan dari kearifan lokal dan budaya hidup masyarakat. Sosial dalam kehidupan masyarakat akan selalu mengalami perubahan, baik secara lambat atau secara cepat. Mobilitas sosial horizontal merupakan perubahan sosial yang terjadi pada seseorang secara datar. Dalam perubahan sosial ini seseorang tidak mengalami peningkatan dalam kondisi sosialnya, akan tetapi mereka mengalami perpindahan secara ekologi. Seperti halnya,  seseorang menjadi pengurus di bidang managemen keuangan dalam organisasi kemasyarakatan di desa A, kemudian pindah kedesa B dan tetap menjadi pengurus di bidang managemen keuangan. Akan tetapi, jika ada seseorang yang mulanya sebagai seorang kuli bangunan, namun kemudian dia menjadi kepala bagian tata usaha dalam sebuah perusahaan atau dalam instansi kepemerintahan, maka perubahan ini disebut dengan mobilitas sosial vertikal yaitu perubahan sosilal yang terjadi pada seseorang dari bawah ke atas. Selain itu  ada pula perubahan sosial dari atas kebawah, dan perubahan ini merupakan perubahan yang tidak baik bagi seseorang. Contoh, pada tahun lalu si A menjadi kepala bagian tata usaha dalam salah satu instansi kepemerintahan, namun karena melakukan tindak pidana korupsi sehingga harus di proses secara hukum kemudian dipenjara dan diberhentikan secara tidak hormat dari tempat ia bekerja. Kondisi ini merupakan perubahan sosial menurun, yang awalnya sebagai kepala bagian tata usaha, karena melakukan tindak pidana terpaksa harus mendekam dipenjara. Contoh lain bisa juga terjadi pada seorang pengusaha yang awalnya menjadi pengusaha yang kaya raya dengan memiliki perusahan yang maju dengan karyawan yang banyak, namun karena usahanya mengalami kebankrutan sehingga harus gulung tikar, tidak dapat merintis kembali usahanya dan dengan terpaksa harus bekerja (menjadi karyawan) untuk menghidupai keluarganya. Dua realitas kehidupan ini merupakan bagian dari perubahan sosial menurun dan tidak menutup kemungkinan dalam sewaktu-waktu akan menimpa kita.
            Perubahan sosial terjadi dan dipegaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah agama, budaya, gaya hidup dan sebagian besar dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Semakin tinggi pedidikan seseorang, akan semakin berpengaruh pada terjadinya perubahan sosial, karena seseorang yang berpendidikan tentunya akan mengalami pola berpikir yang dinamis dan akan meninggalkan pola berpikir yang primitif. Seseorang yang berpendidikan akan selalu berusaha untuk merubah nasib mereka menjadi lebih baik dan berusaha untuk dapat menyesuaikan diri dengan kondisi saat ini. Hal ini berbeda dengan seseorang yang tidak berpendidikan, mereka cenderung berpikir primitif dan sulit untuk menerima gaya hidup modern, sehingga kecenderungan untuk merubah setatus sosial mereka sangat rendah.
            Semakin besar keinginan seseorang untuk mencapai perubahan sosial, maka akan semakin besar pula adanya kemungkinan terjadinya konflik sosial dalam masyarakat. Seseorang yang menginginkan dirinya lebih baik dari sebelumnya, mereka akan berusaha mencari jalan untuk bisa merubah nasib mereka, dan tidak menutup kemungkinan orang-orang yang tidak sabar (keburu jaya), mereka akan menghalalkan segala cara untuk mencapai apa yang mereka inginkan. Tidak peduli akibat yang akan diterima bagi dirinya dan akibat yang akan berdampak kepada orang lain, mereka cenderung memikirkan dampak yang terjadi dalam waktu singkat, yaitu kejayaan. Permasalah seperti ini dapat menimbulkan konflik antar individu dengan individu, bahkan dengan kelompok, karena orang-orang yang hanya memikirkan kesenangan dirinya sendiri, mereka sulit memikirkan orang lain dan bahkan akan memanfaatkan orang lain atau kelompok demi ambisi yang ingin mereka capai.
            Baru-baru ini kita dihadapkan dengan adanya pemilihan gubernur DKI Jakarta yang kemudian menumbuhkan benih-benih komflik yang berkepanjangan, karena usaha dari pihak-pihak tertentu yang tidak mau menerima kenyataan. Kendaraan yang paling disukai oleh mereka untuk memecah belah kehidupan sosial adalah agama, karena agama merupakan kendaraan tercepat untuk dijadikan transportasi menuju terjadinya perpecahan. Kita semua bisa melihat kenyataan yang telah terjadi beberapa waktu silam, salah satu calon gubernur yang telah mengeluarkan kata-kata yang dianggap tidak pantas dan melecehkan agama bagi kaum muslimin dan hal ini seharusnya tidak dilakukan oleh seorang pemimpin, dimana pemimpin seharusnya mempunyai kredibilitas dalam memimpin, dan dapat mengayomi rakyatnya bukan malah membuat rakyatnya resah terhadap perilakunya. Akibat dari ketidak hati-hatian seorang pemimpin dalam menyampaikan aspirasi atau berargumentasi, timbullah konflik yang membangunkan semangat rakyat yang tertidur nyenyak dalam belayan penguasa, dari tingkat bawah sampai tingkat atas semuanya bangun untuk menuntut sang penista.
Aksi damai 212 yang digelar di munas pada tanggal 2 Desember 2016 yang kemudian disusul dengan reuni 212 pada tanggal 2 Desember 2017. Save Palestina merupakan aksi yang melibatkan semua Negara-negara muslim dunia, di Indonesia aksi ini dilaksanakan pada tanggal 17 Densember 2017 di monas Jakarta. Aksi ini merupkan bentuk pembelaan kaum muslimin atas ulah sang penista dan presiden AS yang menyatakan bahwa kota palestina tempat masjidil aqsha tegak berdiri dinyatakan sebagai ibu kota israil. Aksi-aksi ini merupakan salah satu bentuk loyalitas atau ketaatan seseorang atas keyakinan mereka terhadapa agama yang mereka percayai, dan semua pemeluk agama tidak ada yang mau agama mereka dikatakan sebagai agama yang tidak baik dan tidak mau tempat-tempat suci mereka dikuasai oleh orang-orang yang tidak seagama dengan mereka yang kemudian dapat mempengaruhi terjadinya kemunduran agama. Aksi-aksi seperti ini akan terus terjadi jika usaha-usaha yang dapat menimbulkan perpecahan, adu-domba terus dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu yang tujuannya tida lain hanyalah untuk mencapai dan menciptakan kekuasan.
            Dalam menyikapi permasalahan atau konflik yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, maka diperlukan adanya kearifan dalam menyikapi semua itu, utamanya bagi pemimpin yang mempunyai kewenangan penuh dalam mengatur rakyatnya. Kecerobohan, main hakim sendiri tidaklah dibenarkan dalam undang-undang suatu Negara maupun didalam ajaran agama islam. Berkaitan dengan pemecahan konflik, ada beberapa langkah yang dapat ditempuh, yaitu;
1.    Akomodasi yaitu usaha untuk mencapai stabilitas kehidupan bermasyarakat yang kemudian pihak-pihak yang berkonflik saling bekerja sama satu sama lainnya. Bentuk-bentuk akomodasi :
a.    Gencatan senjata, yaitu penangguhan permusuhan untuk jangka waktu tertentu, guna melakukan suatu pekerjaan tertentu yang tidak boleh diganggu.
b.    Abitrasi, yaitu suatu perselisihan yang langsung dihentikan oleh pihak ketiga yang memberikan keputusan dan diterima serta ditaati oleh kedua belah pihak. Kejadian seperti ini terlihat setiap hari dan berulangkali di mana saja dalam masyarakat, bersifat spontan dan informal. Jika pihak ketiga tidak bisa dipilih maka pemerintah biasanya menunjuk pengadilan.
c.    Mediasi, yaitu penghentian pertikaian oleh pihak ketiga tetapi tidak diberikan keputusan yang mengikat.
d.    Konsiliasi, yaitu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak yang berselisih sehingga tercapai persetujuan bersama.
e.    Jalan buntu, yaitu; keadaan ketika kedua belah pihak yang bertentangan memiliki kekuatan yang seimbang, lalu berhenti pada suatu titik tidak saling menyerang. Keadaan ini terjadi karena kedua belah pihak tidak mungkin lagi untuk maju atau mundur.
2.    Ajudikasi, yaitu penyelesaian konflik di pengadilan. Bentuk-bentuk Ajudikasi :
a.    Eliminasi, yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat di dalam konflik, yang diungkapkan dengan ucapan antara lain : kami mengalah, kami keluar, dan sebagainya.
b.    Subjugasi atau dominasi, yaitu orang atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar untuk dapat memaksa orang atau pihak lain menaatinya. Sudah barang tentu cara ini bukan suatu cara pemecahan yang memuaskan bagi pihak-pihak yang terlibat.
c.    Aturan mayoritas, yaitu suara terbanyak yang ditentukan melalui voting untuk mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan argumentasi.
d.    Persetujuan minoritas, yaitu kemenangan kelompok mayoritas yang diterima dengan senang hati oleh kelompok minoritas. Kelompok minoritas sama sekali tidak merasa dikalahkan dan sepakat untuk melakukan kerja sama dengan kelompok mayoritas.
e.    Kompromi, yaitu jalan tengah yang dicapai oleh pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik.
f.     Integrasi, yaitu mendiskusikan, menelaah, dan mempertimbangkan kembali pendapat-pendapat sampai diperoleh suatu keputusan yang memaksa semua pihak.
Dalam al-quran dan hadits kata yang digunakan untuk menggambarkan tindakan-tindakan yang tidak dibenarkan menurut agama islam yaitu kata mungkar atau kemungkaran dan kata konflik (perselisihan) jarang digunakan. Dalam al-quran (berdasarkan terjemahan al-quran) kata perselisihan hanya disebutkan sebayak 5 kali, yaitu ;
1.    Surat Al-baqoroh ayat 213
كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ وَمَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلا الَّذِينَ أُوتُوهُ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ فَهَدَى اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَاللَّهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (QS. Al-baqoroh:213)
2.    Surat Ali-imron ayat 64
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلا نَعْبُدَ إِلا اللَّهَ وَلا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (QS.Ali-imron:64)
3.    Surat Al-isra` ayat 53
وَقُلْ لِعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلإنْسَانِ عَدُوًّا مُبِينًا
Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: " Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.(QS.Al-isra`:53)
4.    Surat Shaad ayat 20
وَشَدَدْنَا مُلْكَهُ وَآتَيْنَاهُ الْحِكْمَةَ وَفَصْلَ الْخِطَابِ
Dan Kami kuatkan kerajaannya dan Kami berikan kepadanya hikmah dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan. (QS.Shaad:20)
5.    Surat Az-zumar ayat 29
ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا رَجُلا فِيهِ شُرَكَاءُ مُتَشَاكِسُونَ وَرَجُلا سَلَمًا لِرَجُلٍ هَلْ يَسْتَوِيَانِ مَثَلا الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لا يَعْلَمُونَ
Allah membuat perumpamaan (yaitu) seorang laki-laki (budak) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat yang dalam perselisihan dan seorang budak yang menjadi milik penuh dari seorang laki-laki (saja); Adakah kedua budak itu sama halnya? Segala puji bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS.Az-zumar:29)
Selain itu menggunakan kata mungkar atau kemungkaran. Kata mungkar atau kemungkaran dalam al-quran dan hadits digunakan untuk menggambarkan perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran-ajaran islam atau sesuatu yang tidak baik yang dapat menimbulkan ketidak nyamanan yang dapat mengganggu stabilitas kehidupan masyarakat. Kata konflik bermakna khusus sedangkan kata mungkar atau kemungkaran mempunyai makna universal, Pada esensinya kata konflik dan kemungkaran memiliki makna yang sama yaitu perbuatan-perbuatan yang dapat mengganggu stabilitas kehidupan masyarakat, adapun cara-cara menyikapi terjadinya kemungkaran dalam islam, sebagaimana sabda Rasulullah SAW.
عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه قال : قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول - مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذٰلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانْ - رواه مسلم
Dari Abu Sa'id Al Khudri radhiyallahu anhu, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda : “Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah kalian merubahnya dengan tangannya; jika ia tidak sanggup, maka dengan lidahnya; dan jika tidak sanggup, maka dengan hatinya, dan demikian itu adalah selemah-lemahnya iman”. (H.R. Muslim).
Berdasarkan hadits di atas, konsep menyikapi terjadinya konflik atau kemungkaran ialah merubah dengan tangan, dengan cara mengambil atau menghancurkan benda-benda yang dipakai dan merupakan kewajiban seorang pemimpin untuk memberikan sanksi tegas bagi siapapun yang melakukan kemungkaran. Kemudian merubah dengan mulut, apabila kita tidak kuasa untuk merubah dengan tangan karena khawatir terjadi sesuatu yang membahayakan, maka bisa dengan memberikan saran, teguran dan sebagainya, sedangkan merubah kemungkaran dengan hanya bergumang dalam hati merupakan sikap ketidakberdayaan seseorang dalam menyikapi keadaan yang tidak seharusnya terjadi karena kekuatan orang-orang yang melakukan kemungkaran tersebut lebih kuat dari kita dan sikap ini tidak seharusnya dimilki oleh soerang penguasa, karena walau bagaimanapun penguasa merupakan kekuatan tertinggi dari rakyatnya dengan otoritasnya dalam mengatur dan memimpin.
Menurut Imam Al-ghazali dalam menyikapi terjadinya kemungkaran, ada beberapa langkah yang harus diperhatikan ;
1.    Muhtasib (Pengatur dan Pelaksana), dengan syarat :
1.    Mukallaf, yaitu: Orang yang telah diberatkan dengan kewajiban agama, karena telah dewasa dan berpikiran sehat.
2.    Muslim dan kompeteble, termasuk dalam kewajiban itu semua rakyat. Walaupun mereka tidak memperoleh ijin dari yang berwenang. Dan termasuk juga wanita, budak, dan orang fasiq.Maka tidak termasuk orang gila, anak-anak, orang kafir, dan orang yang tidak mempunyai kesanggupan (orang lemah).
3.    Muhtasib memperoleh ijin dari pihak imam (kepala pemerintahan) dan wali negara. Persyaratan ini lebih pada segala sesuatu yang berkaitan dengan ketertiban administrasi kewarganegaraan..
2.    Muhtasab fih (Bentuk kemungkaran), yang dilakukan atau yang terjadi mempunyai empat syarat:
1.    Benar-benar terjadi.
2.    Terjadinya kemungkaran dimasa sekarang, yaitu kemungkaran yang sedang terjadi dan bukan kejadian yang telah terjadi dimasa lalu atau yang akan datang (menduga).
3.    Kemungkaran yang dilakukan diketahui dengan jelas.
4.    Kemungkaran yang dilakukan diketahui tanpa jalan ijtihad. Maka tiap-tiap yang berada pada tempat ijtihad, niscaya tiada hisbah padanya. Maka orang yang bermadzhab Hanafi tidak boleh memandang munkar terhadap orang yang bermadzhab Syafi’I yang memakan dlabb (binatang darat yang bentuknya seperti biawak) dan dlabu (bentuknya mengarah ke babi hutan, tetapi bertanduk dan ekornya berbulu. Leher dan punggung berbulu panjang). Dan orang yang bermadzhab Syafi’I tidak boleh memandang munkar kepada orang yang bermadzhab hanafi yang meminum air nabidz (air buah anggur kering) yang tidak memabukkan dan menerima pusaka dzawil-arham ( keluarga pihak ibu yang menurut madzhab Syafi’I bukan ahli waris, sedangkan bagi hanafi, itu adalah ahli waris). Namun orang bermadzhab Syafi’I dapat bertanya jika orang Syafi’I sendiri yang melakukan itu, demikian pula untuk madzhab Hanafi.
3.    Muhtasab 'alaih (pelaku kemungkaran / Subjek)
Syaratnya, sseseorang yang dilarang dari perbuatannya tersebut adalah perbuatan mungkar, dan tidak disyaratkan harus mukallaf.
4.    Nafsul-ihtisab (Tindakan) yang harus dilakukan dalam menyikapi terjadinya kemungkara.
1.    Ta'arruf (Pengenalan), mengenali bentuk dan sifat kemungkaran yang terjadi.
2.    Ta 'rif (Pemberitahuan), memberi tahu bahwa apa yang telah dilakukan oleh pelaku merupakan perbuatan yang dapat mengganggu stabilitas kehidupan orang lain.
3.    Melarang dengan cara memberikan nasehat dengan perkataan-perkataan yang lemah lembut.
4.    Menegur dan menggertak dengan kata-kata yang baik.
5.    Merubah dengan tangan (melarang perbuatan munkar dengan paksaan secara langsung, seperti memecahkan alat permainan, membuang khamar, melepaskan kain sutra dari pemiliknya, dan sebagainya).
6.    Mengancaman dengan sanksi dan menakut-nakuti.
7.    Memukul dengan tangan, kaki dan lainnya, dan menggunakan senjata jika cara lain sudah tidak memungkinkan.
8.    Meminta bala bantuan pihak keamanan (Polri atau TNI) untuk menghentikannya jika tidak dapat dilakukan sendiri.
Berkenaan dengan kewajiban seseorang dalam mencegah kemungakaran Allah SWT berfirman dalam al-quran surat Lukman:17 ;
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الأمُورِ
Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (QS. Lukman:17)
Dan dalam surat An-nahl:125 ;
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS.An-nahl:125)
Bahwasanya setiap manusia berkewajiban untuk sama-sama mengajak dalam kebaikan, saling mengingatkan dalam kemungkaran dan berlaku sabar dalam menghadapinya. Dalam menyikapi kemungkaran haruslah dihadapi dengan sikap arif dan bijaksana, dengan langkah-langkah yang baik yang bersifat persuasif dan edukatif, tidak menimbulkan konflik baru yang dapat mengakibatkan terjadinya konflik yang berkepanjangan. Oleh karena itu dibutuhkan konpetensi, kehati-hatian dan keteladanan dalam menyelesaikan suatu permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Wallahu A`lamu Bimurodihi.

Tidak ada komentar: