عن أبي
سعيد الخدري رضي الله عنه
قال
: قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول - مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ
بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ
وَذٰلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانْ - رواه مسلم
Dari Abu Sa'id Al Khudri radhiyallahu anhu, ia berkata : Aku
mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda : “Barang siapa di
antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah kalian merubahnya dengan
tangannya; jika ia tidak sanggup, maka dengan lidahnya; dan jika tidak sanggup,
maka dengan hatinya, dan demikian itu adalah selemah-lemahnya iman”. (H.R.
Muslim).
Kehidupan manusia
didunia tidak akan pernah lepas dari kebaikan dan keburukan. Manusia akan
menghadapi berbagai macam rintangan dalam menjalani kehidupan ini untuk
mencapai tujuan yang mereka inginkan. Setiap manusia memiliki maksud dan tujuan
berbeda dalam kehidupan mereka, sehingga tidak jarang kita temui muda-mudi
dengan gaya dan penampilan hidup mereka yang terkadang membuat kita tertawa
hingga terharu melihatnya. Dunia memanglah panggung sandiwara yang tidak
sepenuhnya kita sadari, dan tidak sepenuhnya dapat difahami, dunia ini hanyalah
sebatas tempat petualangan bagi manusia. Dengan adanya perbedaan tujuan hidup
manusia di dunia ini, maka akan mengakibatkan perbedaan-perbedaan paradigma
berpikir, akan mengakibatkan perbedaan-perbedaan sosial (mobilitas sosial), dan
timbulnya perbedaan-perbedaan ini akan mengakibatkan terjadinya konflik sosial.
Sosial adalah kumpulan
masyarakat yang tidak terpisahkan dari kearifan lokal dan budaya hidup
masyarakat. Sosial dalam kehidupan masyarakat akan selalu mengalami perubahan, baik
secara lambat atau secara cepat. Mobilitas sosial horizontal merupakan perubahan
sosial yang terjadi pada seseorang secara datar. Dalam perubahan sosial ini
seseorang tidak mengalami peningkatan dalam kondisi sosialnya, akan tetapi
mereka mengalami perpindahan secara ekologi. Seperti halnya, seseorang menjadi pengurus di bidang managemen
keuangan dalam organisasi kemasyarakatan di desa A, kemudian pindah kedesa B
dan tetap menjadi pengurus di bidang managemen keuangan. Akan tetapi, jika ada
seseorang yang mulanya sebagai seorang kuli bangunan, namun kemudian dia
menjadi kepala bagian tata usaha dalam sebuah perusahaan atau dalam instansi
kepemerintahan, maka perubahan ini disebut dengan mobilitas sosial vertikal yaitu
perubahan sosilal yang terjadi pada seseorang dari bawah ke atas.
Selain itu ada pula perubahan sosial
dari atas kebawah, dan perubahan ini merupakan perubahan yang tidak baik bagi
seseorang. Contoh, pada tahun lalu si A menjadi kepala bagian tata usaha dalam
salah satu instansi kepemerintahan, namun karena melakukan tindak pidana
korupsi sehingga harus di proses secara hukum kemudian dipenjara dan
diberhentikan secara tidak hormat dari tempat ia bekerja. Kondisi ini merupakan
perubahan sosial menurun, yang awalnya sebagai kepala bagian tata usaha, karena
melakukan tindak pidana terpaksa harus mendekam dipenjara. Contoh lain bisa
juga terjadi pada seorang pengusaha yang awalnya menjadi pengusaha yang kaya
raya dengan memiliki perusahan yang maju dengan karyawan yang banyak, namun
karena usahanya mengalami kebankrutan sehingga harus gulung tikar, tidak dapat
merintis kembali usahanya dan dengan terpaksa harus bekerja (menjadi karyawan)
untuk menghidupai keluarganya. Dua realitas kehidupan ini merupakan bagian dari
perubahan sosial menurun dan tidak menutup kemungkinan dalam sewaktu-waktu akan
menimpa kita.
Perubahan
sosial terjadi dan dipegaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah agama,
budaya, gaya hidup dan sebagian besar dipengaruhi oleh tingkat pendidikan.
Semakin tinggi pedidikan seseorang, akan semakin berpengaruh pada terjadinya
perubahan sosial, karena seseorang yang berpendidikan tentunya akan mengalami
pola berpikir yang dinamis dan akan meninggalkan pola berpikir yang primitif.
Seseorang yang berpendidikan akan selalu berusaha untuk merubah nasib mereka menjadi
lebih baik dan berusaha untuk dapat menyesuaikan diri dengan kondisi saat ini.
Hal ini berbeda dengan seseorang yang tidak berpendidikan, mereka cenderung
berpikir primitif dan sulit untuk menerima gaya hidup modern, sehingga
kecenderungan untuk merubah setatus sosial mereka sangat rendah.
Semakin
besar keinginan seseorang untuk mencapai perubahan sosial, maka akan semakin
besar pula adanya kemungkinan terjadinya konflik sosial dalam masyarakat.
Seseorang yang menginginkan dirinya lebih baik dari sebelumnya, mereka akan
berusaha mencari jalan untuk bisa merubah nasib mereka, dan tidak menutup
kemungkinan orang-orang yang tidak sabar (keburu jaya), mereka akan
menghalalkan segala cara untuk mencapai apa yang mereka inginkan. Tidak peduli
akibat yang akan diterima bagi dirinya dan akibat yang akan berdampak kepada
orang lain, mereka cenderung memikirkan dampak yang terjadi dalam waktu
singkat, yaitu kejayaan. Permasalah seperti ini dapat menimbulkan konflik antar
individu dengan individu, bahkan dengan kelompok, karena orang-orang yang hanya
memikirkan kesenangan dirinya sendiri, mereka sulit memikirkan orang lain dan bahkan
akan memanfaatkan orang lain atau kelompok demi ambisi yang ingin mereka capai.
Baru-baru
ini kita dihadapkan dengan adanya pemilihan gubernur DKI Jakarta yang kemudian menumbuhkan
benih-benih komflik yang berkepanjangan, karena usaha dari pihak-pihak tertentu
yang tidak mau menerima kenyataan. Kendaraan yang paling disukai oleh mereka
untuk memecah belah kehidupan sosial adalah agama, karena agama merupakan kendaraan
tercepat untuk dijadikan transportasi menuju terjadinya perpecahan. Kita semua
bisa melihat kenyataan yang telah terjadi beberapa waktu silam, salah satu
calon gubernur yang telah mengeluarkan kata-kata yang dianggap tidak pantas dan
melecehkan agama bagi kaum muslimin dan hal ini seharusnya tidak dilakukan oleh
seorang pemimpin, dimana pemimpin seharusnya mempunyai kredibilitas dalam
memimpin, dan dapat mengayomi rakyatnya bukan malah membuat rakyatnya resah
terhadap perilakunya. Akibat dari ketidak hati-hatian seorang pemimpin dalam
menyampaikan aspirasi atau berargumentasi, timbullah konflik yang membangunkan
semangat rakyat yang tertidur nyenyak dalam belayan penguasa, dari tingkat
bawah sampai tingkat atas semuanya bangun untuk menuntut sang penista.
Aksi damai 212 yang
digelar di munas pada tanggal 2 Desember 2016 yang kemudian disusul dengan
reuni 212 pada tanggal 2 Desember 2017. Save Palestina merupakan aksi yang
melibatkan semua Negara-negara muslim dunia, di Indonesia aksi ini dilaksanakan
pada tanggal 17 Densember 2017 di monas Jakarta. Aksi ini merupkan bentuk
pembelaan kaum muslimin atas ulah sang penista dan presiden AS yang menyatakan
bahwa kota palestina tempat masjidil aqsha tegak berdiri dinyatakan sebagai ibu
kota israil. Aksi-aksi ini merupakan salah satu bentuk loyalitas atau ketaatan
seseorang atas keyakinan mereka terhadapa agama yang mereka percayai, dan semua
pemeluk agama tidak ada yang mau agama mereka dikatakan sebagai agama yang
tidak baik dan tidak mau tempat-tempat suci mereka dikuasai oleh orang-orang
yang tidak seagama dengan mereka yang kemudian dapat mempengaruhi terjadinya
kemunduran agama. Aksi-aksi seperti ini akan terus terjadi jika usaha-usaha
yang dapat menimbulkan perpecahan, adu-domba terus dilakukan oleh
kelompok-kelompok tertentu yang tujuannya tida lain hanyalah untuk mencapai dan
menciptakan kekuasan.
Dalam
menyikapi permasalahan atau konflik yang terjadi dalam kehidupan masyarakat,
maka diperlukan adanya kearifan dalam menyikapi semua itu, utamanya bagi
pemimpin yang mempunyai kewenangan penuh dalam mengatur rakyatnya. Kecerobohan,
main hakim sendiri tidaklah dibenarkan dalam undang-undang suatu Negara maupun
didalam ajaran agama islam. Berkaitan dengan pemecahan konflik, ada beberapa
langkah yang dapat ditempuh, yaitu;
1.
Akomodasi yaitu usaha untuk mencapai stabilitas kehidupan bermasyarakat yang
kemudian pihak-pihak yang berkonflik saling bekerja sama satu sama lainnya.
Bentuk-bentuk akomodasi :
a.
Gencatan senjata, yaitu
penangguhan permusuhan untuk jangka waktu tertentu, guna melakukan suatu
pekerjaan tertentu yang tidak boleh diganggu.
b.
Abitrasi, yaitu suatu perselisihan yang langsung dihentikan
oleh pihak ketiga yang memberikan keputusan dan diterima serta ditaati oleh
kedua belah pihak. Kejadian seperti ini terlihat setiap hari dan berulangkali
di mana saja dalam masyarakat, bersifat spontan dan informal. Jika pihak ketiga
tidak bisa dipilih maka pemerintah biasanya menunjuk pengadilan.
c.
Mediasi, yaitu penghentian pertikaian oleh pihak
ketiga tetapi tidak diberikan keputusan yang mengikat.
d.
Konsiliasi, yaitu usaha untuk
mempertemukan keinginan pihak-pihak yang berselisih sehingga tercapai
persetujuan bersama.
e.
Jalan buntu, yaitu; keadaan
ketika kedua belah pihak yang bertentangan memiliki kekuatan yang seimbang,
lalu berhenti pada suatu titik tidak saling menyerang. Keadaan ini terjadi
karena kedua belah pihak tidak mungkin lagi untuk maju atau mundur.
2.
Ajudikasi, yaitu penyelesaian konflik di pengadilan. Bentuk-bentuk Ajudikasi
:
a.
Eliminasi, yaitu pengunduran diri salah satu pihak
yang terlibat di dalam konflik, yang diungkapkan dengan ucapan antara lain :
kami mengalah, kami keluar, dan sebagainya.
b.
Subjugasi atau dominasi, yaitu orang atau
pihak yang mempunyai kekuatan terbesar untuk dapat memaksa orang atau pihak
lain menaatinya. Sudah barang tentu cara ini bukan suatu cara pemecahan yang
memuaskan bagi pihak-pihak yang terlibat.
c.
Aturan mayoritas, yaitu
suara terbanyak yang ditentukan melalui voting untuk mengambil keputusan tanpa
mempertimbangkan argumentasi.
d.
Persetujuan minoritas, yaitu
kemenangan kelompok mayoritas yang diterima dengan senang hati oleh kelompok
minoritas. Kelompok minoritas sama sekali tidak merasa dikalahkan dan sepakat
untuk melakukan kerja sama dengan kelompok mayoritas.
e.
Kompromi, yaitu jalan tengah yang dicapai oleh
pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik.
f.
Integrasi, yaitu mendiskusikan, menelaah, dan
mempertimbangkan kembali pendapat-pendapat sampai diperoleh suatu keputusan
yang memaksa semua pihak.
Dalam al-quran dan hadits kata yang
digunakan untuk menggambarkan tindakan-tindakan yang tidak dibenarkan menurut
agama islam yaitu kata mungkar atau kemungkaran dan kata konflik (perselisihan)
jarang digunakan. Dalam al-quran (berdasarkan terjemahan al-quran) kata
perselisihan hanya disebutkan sebayak 5 kali, yaitu ;
1.
Surat Al-baqoroh ayat 213
كَانَ النَّاسُ أُمَّةً
وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَأَنْزَلَ
مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ وَمَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلا الَّذِينَ
أُوتُوهُ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ فَهَدَى
اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ
وَاللَّهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah
timbul perselisihan), maka Allah mengutus
para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah
menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara
manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan.
Tidaklah berselisih tentang Kitab itu
melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah
datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara
mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada
kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan
Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang
lurus. (QS. Al-baqoroh:213)
2.
Surat Ali-imron ayat 64
قُلْ يَا أَهْلَ
الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلا نَعْبُدَ إِلا اللَّهَ وَلا نُشْرِكَ
بِهِ شَيْئًا وَلا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ
فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah
(berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak
kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun
dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan
selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka:
"Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada
Allah)". (QS.Ali-imron:64)
3.
Surat Al-isra` ayat 53
وَقُلْ لِعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ
الشَّيْطَانَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلإنْسَانِ عَدُوًّا مُبِينًا
Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku:
" Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar).
Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan
di antara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi
manusia.(QS.Al-isra`:53)
4.
Surat Shaad ayat 20
وَشَدَدْنَا مُلْكَهُ وَآتَيْنَاهُ الْحِكْمَةَ وَفَصْلَ الْخِطَابِ
Dan Kami kuatkan kerajaannya dan Kami
berikan kepadanya hikmah dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan. (QS.Shaad:20)
5.
Surat Az-zumar ayat 29
ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا رَجُلا فِيهِ شُرَكَاءُ مُتَشَاكِسُونَ وَرَجُلا سَلَمًا
لِرَجُلٍ هَلْ يَسْتَوِيَانِ مَثَلا الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لا
يَعْلَمُونَ
Allah membuat perumpamaan (yaitu) seorang
laki-laki (budak) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat yang dalam perselisihan dan seorang budak yang menjadi milik
penuh dari seorang laki-laki (saja); Adakah kedua budak itu sama halnya? Segala
puji bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS.Az-zumar:29)
Selain itu menggunakan kata mungkar atau kemungkaran.
Kata mungkar atau kemungkaran dalam al-quran dan hadits digunakan untuk
menggambarkan perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran-ajaran islam
atau sesuatu yang tidak baik yang dapat menimbulkan ketidak nyamanan yang dapat
mengganggu stabilitas kehidupan masyarakat. Kata konflik bermakna khusus
sedangkan kata mungkar atau kemungkaran mempunyai makna universal, Pada esensinya
kata konflik dan kemungkaran memiliki makna yang sama yaitu perbuatan-perbuatan
yang dapat mengganggu stabilitas kehidupan masyarakat, adapun cara-cara
menyikapi terjadinya kemungkaran dalam islam, sebagaimana sabda Rasulullah SAW.
عن أبي
سعيد الخدري رضي الله عنه
قال
: قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول - مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ
بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ
وَذٰلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانْ - رواه مسلم
Dari Abu Sa'id Al Khudri radhiyallahu anhu, ia berkata : Aku
mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda : “Barang siapa di
antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah kalian merubahnya dengan
tangannya; jika ia tidak sanggup, maka dengan lidahnya; dan jika tidak sanggup,
maka dengan hatinya, dan demikian itu adalah selemah-lemahnya iman”. (H.R.
Muslim).
Berdasarkan hadits di atas, konsep menyikapi terjadinya konflik atau
kemungkaran ialah merubah dengan tangan, dengan cara mengambil atau
menghancurkan benda-benda yang dipakai dan merupakan kewajiban seorang pemimpin
untuk memberikan sanksi tegas bagi siapapun yang melakukan kemungkaran. Kemudian
merubah dengan mulut, apabila kita tidak kuasa untuk merubah dengan tangan
karena khawatir terjadi sesuatu yang membahayakan, maka bisa dengan memberikan
saran, teguran dan sebagainya, sedangkan merubah kemungkaran dengan hanya
bergumang dalam hati merupakan sikap ketidakberdayaan seseorang dalam menyikapi
keadaan yang tidak seharusnya terjadi karena kekuatan orang-orang yang
melakukan kemungkaran tersebut lebih kuat dari kita dan sikap ini tidak
seharusnya dimilki oleh soerang penguasa, karena walau bagaimanapun penguasa
merupakan kekuatan tertinggi dari rakyatnya dengan otoritasnya dalam mengatur
dan memimpin.
Menurut Imam Al-ghazali dalam menyikapi terjadinya kemungkaran, ada
beberapa langkah yang harus diperhatikan ;
1.
Muhtasib (Pengatur
dan Pelaksana), dengan
syarat :
1.
Mukallaf, yaitu: Orang yang telah
diberatkan dengan kewajiban agama, karena telah dewasa dan berpikiran sehat.
2.
Muslim dan kompeteble, termasuk dalam
kewajiban itu semua rakyat. Walaupun mereka tidak memperoleh ijin dari yang
berwenang. Dan termasuk juga wanita, budak, dan orang fasiq.Maka tidak termasuk
orang gila, anak-anak, orang kafir, dan orang yang tidak mempunyai kesanggupan
(orang lemah).
3.
Muhtasib memperoleh ijin dari pihak
imam (kepala pemerintahan) dan wali negara. Persyaratan ini lebih pada segala
sesuatu yang berkaitan dengan ketertiban administrasi kewarganegaraan..
2.
Muhtasab fih (Bentuk kemungkaran), yang dilakukan atau
yang terjadi mempunyai empat syarat:
1.
Benar-benar terjadi.
2.
Terjadinya kemungkaran dimasa
sekarang, yaitu kemungkaran yang sedang terjadi dan bukan kejadian yang telah
terjadi dimasa lalu atau yang akan datang (menduga).
3.
Kemungkaran yang dilakukan diketahui
dengan jelas.
4.
Kemungkaran yang dilakukan diketahui
tanpa jalan ijtihad. Maka tiap-tiap yang berada pada tempat ijtihad, niscaya
tiada hisbah padanya. Maka orang yang bermadzhab Hanafi tidak boleh memandang
munkar terhadap orang yang bermadzhab Syafi’I yang memakan dlabb (binatang
darat yang bentuknya seperti biawak) dan dlabu (bentuknya mengarah ke babi
hutan, tetapi bertanduk dan ekornya berbulu. Leher dan punggung berbulu
panjang). Dan orang yang bermadzhab Syafi’I tidak boleh memandang munkar kepada
orang yang bermadzhab hanafi yang meminum air nabidz (air buah anggur kering)
yang tidak memabukkan dan menerima pusaka dzawil-arham ( keluarga pihak ibu
yang menurut madzhab Syafi’I bukan ahli waris, sedangkan bagi hanafi, itu
adalah ahli waris). Namun orang bermadzhab Syafi’I dapat bertanya jika orang
Syafi’I sendiri yang melakukan itu, demikian pula untuk madzhab Hanafi.
3. Muhtasab 'alaih (pelaku kemungkaran /
Subjek)
Syaratnya,
sseseorang yang dilarang dari perbuatannya tersebut adalah perbuatan mungkar, dan
tidak disyaratkan harus mukallaf.
4.
Nafsul-ihtisab
(Tindakan) yang
harus dilakukan dalam menyikapi terjadinya kemungkara.
1.
Ta'arruf (Pengenalan), mengenali
bentuk dan sifat kemungkaran yang terjadi.
2.
Ta 'rif (Pemberitahuan), memberi tahu
bahwa apa yang telah dilakukan oleh pelaku merupakan perbuatan yang dapat
mengganggu stabilitas kehidupan orang lain.
3.
Melarang dengan cara memberikan nasehat
dengan perkataan-perkataan yang lemah lembut.
4.
Menegur dan menggertak dengan
kata-kata yang baik.
5.
Merubah dengan tangan (melarang
perbuatan munkar dengan paksaan secara langsung, seperti memecahkan alat
permainan, membuang khamar, melepaskan kain sutra dari pemiliknya, dan
sebagainya).
6.
Mengancaman dengan sanksi dan menakut-nakuti.
7.
Memukul dengan tangan, kaki dan
lainnya, dan menggunakan senjata jika cara lain sudah tidak memungkinkan.
8.
Meminta bala bantuan pihak keamanan
(Polri atau TNI) untuk menghentikannya jika tidak dapat dilakukan sendiri.
Berkenaan
dengan kewajiban seseorang dalam mencegah kemungakaran Allah SWT berfirman
dalam al-quran surat Lukman:17 ;
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ
الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الأمُورِ
Hai
anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan
cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan
(oleh Allah). (QS. Lukman:17)
Dan
dalam surat An-nahl:125 ;
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ
الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ
بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS.An-nahl:125)
Bahwasanya
setiap manusia berkewajiban untuk sama-sama mengajak dalam kebaikan, saling
mengingatkan dalam kemungkaran dan berlaku sabar dalam menghadapinya. Dalam
menyikapi kemungkaran haruslah dihadapi dengan sikap arif dan bijaksana, dengan
langkah-langkah yang baik yang bersifat persuasif dan edukatif, tidak
menimbulkan konflik baru yang dapat mengakibatkan terjadinya konflik yang
berkepanjangan. Oleh karena itu dibutuhkan konpetensi, kehati-hatian dan
keteladanan dalam menyelesaikan suatu permasalahan-permasalahan yang terjadi
dalam kehidupan masyarakat. Wallahu A`lamu Bimurodihi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar