Sabtu, 02 Desember 2017

MANUSIA ANTARA KEHINAAN DAN KEMULIAAN



Penciptaan manusia tidak lepas dari penciptaan bumi, manusia tidak lepas dari kehidupan sosial, karena manusia tercipta sebagai mahluk sosial. Manusia hidup di muka bumi ini dengan saling bahu membahu, saling melengkapi, saling membutuhkan uluran tangan satu sama lain untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Tidak ada satupun manusia yang dapat hidup di bumi ini tanpa adanya uluran tangan dari orang lain, tidak ada manusia yang hidup di bumi ini yang tidak membutuhkan bantuan orang lain, semua manusia membutuhkan bantuan orang lain. Maka dari itu dalam ilmu sosiologi manusia disebut sebagai mahluk sosial.
Manusia yang tercipta dari pembuahan sperma dan ovum selam 9 bulan didalam rahim ibunda, yang kemudian terlahir dengan keadaan telanjang tanpa busana sehelaipun, berlumuran darah dan menangis, seakan-akan mereka terlepas dari dunia yang sangat senang mereka hidup di dalam dunia itu, hingga mereka tidak rela untuk berpisah dari rahim ibunda. Namun disisi lain ibunda yang hamil 9 bulan, saudara, family dan tetangga merasakan kegembiraan atas terlahirnya sang bayi di bumi ini. Merekalah manusia yang diciptakan oleh Allah kemuka bumi ini sebagai kholifah (pemimpin) yang dapat mengatur dan merawat bumi dan seisinya.
Bumi diciptakan oleh Allah dengan penuh warna-warni dan pernak-pernik kehidupan, Allah ciptakan gunung-gunung supaya bumi senantiasa tetap tidak tergoyahkan, Allah ciptakan tebing terjal berlubang dan mempesona supaya bumi senantiasa dalam  keseimbangan, Allah ciptakan sungai-sungai dan pepohonan supaya bumi selalu dalam kehidupan. Rotasi bumi tidak selamanya berjalan baik, adakalanya gunung-gunung yang indah dipandang meletus penuh asap dan blirang, tebing terjal berlubang yang mempesona longsor tiada sisa, lautan, sungai-sungai yang membiru pemilauan dan pepohonan yang hijau penuh keindahan hilang tertlan banjir bandang dan kebakaran. Semuanya harus dijaga, semuanya harus dikelola. Siapakah yang harus menjaga, siapakah yang harus mengelola…? Allah memasrahkan bumi ini kepada manusia. Sebagaimana Allah berfirman dalam Al-quran surat Al-Baqarah ayat 30;
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي اْلأَرْضِ خَلِيْفَةً قَالُوْا أَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ.
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".(QS. Al-Baqarah:30)
Kenapa harus manusia yang dijadikan sebagai khalifah..? adakah keistimewaan pada manusia yang diciptakan dari air mani yang hina ini, sehingga terpilih sebagai Khalifah di muka bumi. Malaikat juga heran dan bertanya kepada Allah (QS. Al-baqarah:30) "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah.?” Dilihat dari segi asal-usul penciptaan tentunya manusia adalah mahluk terhina dari pada malaikat yang diciptakan dari cahaya dan jin yang diciptakan dari api, sedangkan manusia (Nabi Adam. A.s) hanyalah tercipta dari tanah liat. Mungkinkah manusia bisa menjadi khalifah, menjaga kelestarian kehidupan di bumi, tidak menimbulkan kerusakan dibumi. Manusia adalah mahluk, manusia bukalah tuhan yang mempunyai segalanya, kesalahan pasti ada, karena hanya Allah yang lebih tahu segalanya. He is the creature, He is the master plant, semua kehidupan ada pada Allah. Namun betapa adilnya Allah dalam mengamanatkan tugas-Nya kepada manusia (Nabi Adam.a.s) sebagai khalifah di bumi ini, semua nama benda bumi Allah ajarkan kepada Nabi Adam hingga malaikatpun tak dapat berkutik akan pertanyaan yang mereka sampaikan, dan merekapun bersujud hormat kepada manusia (Nabi Adam.a.s), terkecuali Iblis yang dengan kesombongannya mereka tidak mau bersujud hormat kepada Nabi Adam.a.s.
“Sesuatu Yang Pantas Dihormati Sudah Pasti Mulia, Sesuatu Yang Tidak Pantas Dihormati Sudah Pasti Tidak Mulia” begitu pula manusia, malaikat dan jin bersujud hormat kepada Nabi Adam.a.s karena ia pantas untuk dihormat. Lantas apa yang menjadi tolak ukur manusia menjadi terhormat dan pantas untuk dihormati...?
Manusia diciptakan oleh Allah sebagai mahluk yang paling sempurna dari mahluk ciptaanNya yang lain. Secara anatomi, manusia paling indah bentuknya, paling sempurna bentuknya, dan yang menjadikan manusia paling sempurna dari mahluk lainnya adalah AKAL, manusia dikaruniai akal oleh Allah sehingga mereka berbeda dari mahluk ciptaan lainnya. Dengan akal inilah manusia bisa mengadaptasikan dirinya dimuka bumi ini untuk mengatur dan melestarikan kehidupan di bumi. Dengan akal ini pula manusia dapat berprilaku sebagai manusia yang kemudian pantas untuk dihormati. Dengan akal inilah manusia menjadi species yang berbeda dengan hewan.
Akal (العقل) dalam kamus bahasa arab bermakna akal pikiran. Sedangkan menurut KBBI akal adalah daya pikir untuk memahami sesuatu. Jika fungsi akal untuk memahami sesuatu, maka hewan juga dapat memahami suatu benda yang dapat membahayakan dirinya sehingga hewan dapat menghindar dari benda tersebut. Contoh ketika ayam diganggu oleh manusia, maka ayam tersebut akan lari, ini pertanda bahwa hewan juga memiliki daya pikir yang sama sebagaimana daya pikir yang dimiliki oleh manusia. Jadi dapat disimpulkan bahwa manusia sama dengan hewan.
Pengertian akal dalam kamus bahasa arab dan KBBI di atas adalah pengertian akal secara etimologi, sehingga kita perlu memahami pengertian akal secara termenologi. Menurut Imam Al-ghazali akal adalah insting yang dapat memahami informasi-informasi nalar bagaikan cahaya yang ada di dalam hati dan siap mengenali sesuatu. Imam Al-ghazali juga membagi akal menjadi dua, yaitu akal praktis dan akal teoritis. Akal praktis adalah akal yang digunakan berkaitan dengan aktivitas manusia, baik buruknya tingkah laku seseorangan tergantung pada bagaimana manusia menggunakan akal praktis mereka, jika akal praktis dimanfaatkan dengan maksimal maka akhlak manusia akan baik dan sebaliknya jika akal praktis mereka tidak mereka manfaatkan dengan maksimal maka manusia cendrung berprilaku tidak baik. Sedangkan akal teoritis adalah akal yang berfungsi sebagai penyempurna substansi immaterial dan abstrak. Jadi jelas sekali bahwa akal itu hanya dapat dimiliki oleh manusia dan tidak dapat dimiliki oleh hewan. Manusia tidaklah sama dengan hewan sekalipun hewan sama-sama mempunyai daya pikir untuk memahami sesuatu yang dapat membahayakan dirinya. Dalam ilmu biologi dijelaskan bahwa hewan tidak memiliki akal sebagaimana akal yang dimiliki manusia, akan tetapi daya pikir yang ada pada hewan disebut dengan insting, sedangkan daya pikir yang dimiliki manusia disebut dengan akal. Oleh karena itu, manusia adalah mahluk yang paling sempurna dari pada mahluk ciptaan Allah yang lain.
Rasulullah SAW dalam sebuah riwayat beliau bersabda;
مَاخَلَقَ اللهُ عَزَّوَجَلَّ خَلْقًا اَكْرَمُ عَلَيْهِ مِنَ الْعَقْلِ (رواه ابو نعيم)
“tida ada ciptaan yang diciptakan oleh Allah yang lebih mulia dari pada akal” (HR.Abu Na`im)
Hadits ini menjelaskan bahwa akal adalah ciptaan Allah yang paling mulia dari ciptaanya yang lain, dan manusia adalah mahluk yang dikaruniai akal oleh Allah swt. Poin dari hadits di atas adalah akal bukan manusia. Jadi hanya manusia-manusia yang berakal yang akan menjadi manusia-manusia mulia dan terhormat. Siapakah manusia-manusia berakal itu..? adakah tolak ukur yang dapat memastikan manusia sebagai manusia-manusia berakal dan mulia..?
Rasulullah SAW bersabda;
اِنَّمَا الْعَاقِلُ مَنْ اَمَنَ بِاللهِ وَصَدَّقَ رَسُلُهُ وَعَمَلٌ بِطَاعَتِهِ (رواه الترميدي والحاكم)
“ Sesungguhnya orang-orang yang berakal adalah orang yang beriman kepada Allah, membenarkan utusanNya dan dibuktikan dengan ketaatan kepadaNya” (HR. Tirmidzi dan Hakim)
Sangantlah jelasa sekali bahwa tidak semua manusia berakal dan tidak semua manusia pantas untuk dihormat, karena tidak semua manusia berakal, tidak semua manusia mempunyai keimanan kepada allah, tidak semua manusia dapat membenarkan kerasulan Nabi Muhammad, dan tidak semua manusia dapat mengapresiasikan ketaatannya dalam perbuatan-perbuatan yang baik, baik menurut syariat islam dan baik menurut norma sosial. Disaat manusia tidak dapat menggunakan akalnya dengan sebaik-baiknya, maka manusia tidak ubahnya hewan dan tidak ada kepantasan bagi mereka untuk dihormati dan tidak ada kemuliaan bagi mereka, sekalipun manusia adalah mahluk ciptaan tuhan yang paling sempurna secara anatomi, karena yang menjadi tolak ukur pantas tidaknya manusia untuk dihormati dan mulia adalah bagaimana mereka dapat menggunakan akal mereka dalam kehidupan ini.
Arestoteles dengan tegas menyatakan Pikiran [akal] sangat penting bagi mahluk hidup yang menginginkan dirinya menjadi manusia. Sehingga akal dapat dijadikan sebagai status atau jati diri mahluk hidup. Jika manusia dapat menggunakan akalnya dengan baik, maka mereka memilih untuk menjadi manusia, akan tetapi jika manusia tidak dapat menggunakan akal mereka dengan baik, berarti mereka memilih untuk menjadi dan bergabung dengan species hewan. Pendapat Arestoteles ini sejalan dengan firman Allah dalam Al-Quran surat Al-a’raf : 179;
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالأنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS.Al-a’raf : 179)
Manusia dan hewan sama-sama memilik hati, mata dan telinga dengan fungsi yang tidak jauh berbeda. Akan tetapi disaat manusia tidak dapat menggunakan panca indera mereka dengan control system akal, karena akal merupaka suatu system yang dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, maka mereka tidak ubahnya hewan yang hanya mengikuti alur kehidupan. Didalam ayat diatas Allah dengan tegas menyatakan bahwa manusia yang punya hati, punya mata, punya telinga namun tidak dapat dipergunakan dengan sebaik-baikanya maka mereka sejajar dengan hewan bahkan lebih rendah derajatnya dari hewan disaat perilaku mereka lebih kejam, lebih ammoral dari hewan. Maka disinilah pentingnya belajar ilmu pengetahuan bagi manusia untuk dapat menjalankan akal dengan sebaik-baiknya, belajar bagaimana manusia untuk dapat menggunakan akal mereka menuju kemuliaan yang hakiki, yang tentunya membutuhkan proses yang cukup panjang untuk dapat sampai pada derajat manusia hakiki.
 “Sesuatu Yang Pantas Dihormati Sudah Pasti Mulia, Sesuatu Yang Tidak Pantas Dihormati Sudah Pasti Tidak Mulia.
“Tidak Semua Manusia Hidup Berakal, Hanyalah Mereka-mereka Yang Mau Menjadi Manusia Yang Akan Terus Berusaha Untuk Menjadi Manusia-manusia Berakal Dan Mulia”

Pamekasan, 2/12/2017

Tidak ada komentar: