BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada era
globalisasi, sumber daya manusia merupakan salah satu sumber keunggulan
kompetitif dan elemen kunci yang penting untuk meraih kesuksesan dalam bersaing
untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, pengelolaan sumber daya manusia bagi
organisasi merupakan hal penting bagi pelayanan kepada masyarakat.
Menurut
siagian. Organiesasi masa kini harus menyesuaikan dengan lingkungan global,
internal, maupun organisasional dengan memperhatikan dinamika yang terus
menerus berkembang dan berubah agar mampu menerapkan setrategi yang tepat.
Perubahan
yang terjadi di lingkungan kementrian keuangan melalui reformasi berokrasi
mulai tahun 2007 (sebelumnya sudah dilaksanakan walaupun namanya bukan
reformasi), mempunyai program utama regformasi birokrasi yaitu: (1) penataan
organisasi melalui modernisasi, pemisahan fungsi, pengabungan fungsi, dan
penajaman fungsi; (2) peningkatan sumber daya manusia melalui diklat berbasis
kompetensi, pembangunan assessment center,penyususnan pola mutasi,
peningkatan disiplin, dan integrasi system informasi manajemen kepegawaian; (3)
penyempurnaan tata laksana (businis process), melalui analisis dan
evaluasi jabatan, analisis beban kerja, dan penyususnan standar perosedur
operasi; dan (4) perbaikan setruktue remonerasi, melalui: tunjangan khusus
pembinaan keuangan Negara, system remunerasi berbasis kinerja ditetapkan
berdasarka job grade (total 27 grade), dan kompetitip general market.
B.
Rumusan Masalah
- Seberapa Penting Kedsplinan itu.?
- Apa Saja Indikator-indikator Kedisiplinan..?
- Apa yang dimaksud dengan Persaingan dan konflik ..?
- Apa yang dimaksud dengan Kepuasan Bekerja, Setres Dan Frustrasi..?
C.
Tujuan Penulisan
- Untuk Mengetahui Seberapa Penting Kedsplinan itu
- Untuk Mengetahui Apa Saja Indikator-indikator Kedisiplinan.
- Untuk Mengetahui Apa yang dimaksud dengan Persaingan dan konflik
- Untuk Mengetahui Apa yang dimaksud dengan Kepuasan Bekerja, Setres dan frustrasi.
D.
Manfaat Penulisan
Adapun
manfaat dari penulisan makalah dengan judul Kedisplinan ini kami dapat
mengetahui apa dan bagaimana sebuah kedisiplinan dalam sebuah instansi ataupun lembaga dapat menerapkannya serta apa
akibatnya jika sebuah nstansi tiadak bisa menerapkan kedisiplnan bagi para
pelaku perusahaan itu sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pentingnya Kedisiplinan
Sudah
menjadi kelaziman di dalam bahasan ilmu penegtahuan bahwa setiap kajian selalu
diawali dengan memberikan batasan tentang suatu konsep dimaksud, dan demikian
pula dengan kata disiplin, tujuan memberikan definisi adalah agar mudah di
dalam menarik sesuatu kesimpulan. Hal ini juga berlaku bagi konsep disiplin itu
sendiri.
Disiplin
adalah kegiatan managemen untuk menjalankan standart-standart organisasi.
Secara etimologis, kata disiplin berasal dari kata latin “diciplina” yang
berarti latihan atau pendidikan kesopanan dan kerohanian serta pengembangan
tabiat.
Pengertai
Disiplin dikemukakan juga oleh Nitisemito yang mengartikan disiplin sebagai suatu
sikap, perilaku dan perbuatan sesuai denga peraturan dari perusahaan, baik
tertulis atupun tidak tertulis.
Menurut
Natisemito terdapat beberapa factor yang mempengaruhi timbulnya perilaku
disiplin kerja, yaitu: tujuan pekerjaan dan kemampuan pekerjaan, teladan
pimpinan, kesejahtraan, keadilan, pengawasan melekat (waskat), sangsi hokum,
ketegasan, dan hubungan kemanusiaan.
Dari
beberapa pengertian diatas, disiplin terutama ditinjau dari perspektif
organisasi dapat dirumuskan sebagai ketaatan stiap anggota organisasi terhadap
semua aturan yang berlaku didalam organisasi tersebut, yang terwujud melalui
sikap, perilaku dan perbuatan yang baik sehingga tercipta keteraturan,
keharmonisan, tidak adda perselisihan, serta keadaan-keadaan baik lainnya. Atau
dapat disimpulkan juga, bahwa disiplin kerja merupakan suatu sikap dan perilaku
yang berniat untuk mentaati peraturan organisasi yang didasarkan atas dasar
diri untuk menyesuaikan dengan peraturan organisasi.[1]
Kedisplinan
pada hakikatnya merupakan pembatasn kebebasan pembebanan pada karyawan. Oleh
karena itu dalam usaha menegaggakkan kedisiplinan tidak asal melaksanakan,
dengan kata lain, kedisiplinan bukan hanya sekedar untuk konsistensi karyawan
saja, aklan tetapi harus bisa menjadi penunjang bagi kelangsungan tujuan
perusahaan.[2]
B.
Indikator-indikator Kedisiplinan
Untuk menegakkan kedisiplinan tidak cukup
hanya dengan ancama-ancaman,tetapi perlu imbangan, yaitu tingkat kesejatraan
yang cukup. Tingkat kesejahtraan yang kami maksud terutama adalah besarnya upah
yang mereka terima minimal mereka mendapatkan upah yang seimbang dengan apa
yang mereka kerjakan, sehingga mereka mempunyai rasa empati dengan apa yang
mereka lakukan, dengan demikian maka mereka akan merasa akan lebih tenang
dengan apa yang mereka lakukan, sehingga mereka akan lebih disiplin dalam
melaksanakan apa yang menjadi tanggung jawab mereka.
Maka
dari itu kedisiplinan dankesejahtraan dalam bekerja atau dalamsebuah organisasi
tidak dapat kita pisahkan, karena keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat,
satu sama lain saling melengkapi. Sehingga apa yang akan terjadi apabila salah
satu dari keduanya tidak bisa disepadankan maka akan terjadi sebuah ketidak
harmonisan, terutama apabila tingkat kesejahtraan relatif rendah, maka
mengharap kedisiplinan akan terlaksana dengan baik.
Indikator yang mempengaruhi tingkat
disiplin pegawai suatu perusahaan antara lain adalah sebagai berikut :[3]
1. Tujuan dan kemampuan
Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan
ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan pegawai. Hal ini
berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada pegawai harus sesuai
dengan kemampuan pegawai bersangkutan, agar dia bekerja dengan sungguh-sungguh
dan disiplin dalam mengerjakannya. Disinilah letak pentingnya asas the right
man in the right place and the right man in the right job.
2. Teladan pimpinan
Teladan
pimpinan sangat berperan sekali dalam menentukan kedisiplinan pegawai, karena
pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan harus
memberikan contoh yang baik misalnya jujur, berdisipiln , adil, serta sesuai
dengan kata dengan perbuatannya.
Dengan datang empat puluh menit lebih awal
dan meninggalkan kantor lima belas menit lebih lambat. Dan itu sama dengan
duaratus lim puluh jam setahun atau selama 31 hari kerja tambahan[4]
3. Balas jasa
Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi
kedisiplinan karyawan, karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan
pegawai terhadap perusahaan/pekerjaannya, jika kecintaan pegawai semakin baik
terhadap pekerjaannya, maka kedisiplinan mereka akan semakin baik.
4. Keadilan
Keadilan
juga ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan pegawai, karena ego dan sifat
manusia yang selalu merasa dirinya penting dan diminta diperlakukan sama dengan
manusia yang lain.
Keadilan yang dijadikan dasar
kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa atau hukuman akan meransang
terciptanya kedisiplinan pegawai yang baik. Seorang manajer yang cakap dalam
memimpin akan selalu berusaha berlaku adil terhadap semua bawahannya, dengan
demikian akan tercipta disiplin yang baik pada diri setiap pegawai.
5. Waskat
Waskat
(pengawasan melekat) adalah tindakan nyata yang paling efektif dalam mewujudkan
kedisiplinan karyawan perusahaan. Dengan waskat berarti atasan harus aktif dan
langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan prestasi kerja
bawahannya. Waskat sangat efektif untuk meransang kedisiplinan dan moral kerja
pegawai, karena mereka merasa mendapat perhatian, bimbingan, petunjuk,
pengarahan dan pengawasan dari atasannya.
Jadi waskat adalah tindakan nyata dan
efektif untuk mencegah/mengetahui kesalahan, membetulkan kesalahan, memelihara
kedisiplinan, meningkatkan prestasi kerja, mengaktifkan peranan atasan dan
bawahan, menggali sistemsistem kerja yang paling efektif, serta menciptakan
sistem internal kontrol yang terbaik dalam mendukung terwujudnya tujuan
perusahaan, karyawan dan masyarakat.
6. Sanksi Hukuman
Sanksi
hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan pegawai. Dengan sangsi
hukum yang semakin berat, maka pegawai akan semakin takut untuk melanggar
peraturan-peraturan perusahaan, sikap dan perilaku indispliner pegawai juga
akan semakin berkurang.
Sanksi
hukum harus diterapkan berdasarkan pertimbangan logis, masuk akal dan diinformasikan
secara jelas kepada seluruh pegawai. Sanksi hukum harus bersifat mendidik
pegawai untuk mengubah perilakunya yang bertentangan dengan peraturan/ketentuan
yang sudah disepakati bersama.
Lebih jauh sanksi hukum haruslah wajar
untuk setiap tingkatan indisipliner, sehingga dapat menjadi alat motivasi bagi
pegawai untuk menjaga dan memelihara kedisiplinan dalam perusahaan.
7. Ketegasan
Ketegasan pimpinan dalam melakukan
tindakan akan mempengaruhi baik/ buruknya kedisiplinan pegawainya. Jadi
pimpinan harus berani tegas dalam bertindak untuk menghukum setiap pegawai yang
indisipliner sesuai dengan sanksi hukum yang telah ditetapkan.
8. Hubungan kemanusiaan
Hubungan
kemanusiaan yang harmonis di antara sesama karyawan ikut menciptakan
kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan, hubungan baik bersifat vertikal
maupun horizontal dapat dilakukan secara harmonis.
Mengacu pada fakta keberhasilan bisnis
orang jepang, pada hakikatnya terletak pada kedisiplinan kerja yang mereka
miliki. Kedisiplinan itulah yang membuat mereka mempunyai sikap kerja keras
pada bangsa jepang, disiplin juga membuat mereka patuh pada perusahaan yang
mereka tempati sehingga mereka rela beklerja lembur sampai pekerjaan yang
mereka kerjakan selesai walaupn tanpa dibayar sekalipun. Hal ini tiada lain
demi tercapainya tujuan dari perusahaan itu sendiri, karena apabila perusahaan mendapatkan laba yang
melimpah maka secara otomatis mereka akan mendapatkan balasan yang setimpal
dengan apa yang telah mereka perbuat.
Disiplin dikaitkan dengan harga diri. Jika
mengalami kegagalan, maka bukan organisasi dan perusahaan yang menanggung malu,
melainkan pekerja yang akan merasakan malu dan kehilangan harga diri mereka,
jadi, untuk menjaga harga diri, nama, citra diri yang baik, mereka harus
memastikan keberhasilan organisasi dan perusahaan. Oleh karena itu, tidak heran
jika orang jepang sanggup bekerja mati-matian untuku memajukan perusahaan dan
organisasi. Mereka senang jika disebut pekerja keras. Mereka merasa dihargai
jika diberi pekerjaan dan tugas yang berat.[5]
Adapun
manfaat dari kedisiplinan yaitu:[6]
- Membentuk sikap dan semangat kerja yang kuat.
- Menjadikan mereka patuh pada perusahaan.
- Mau melakukan apa saja demi perusahaan.
C.
PERSAINGAN DAN KONFLIK
Persaingan dan konflik sering terjadi
diantara pegawai suatu perusahaan. Hal ini terjadi karena antar karyawan
mempunyai tujuan yang sama, latar belakang yang heterogen, sikap perasaan yang
sensitif, perbedaan pendapat dan salah paham. Persaingan yang sehat akan
memotivasi moral kerja, produktivitas kerja dan kedisiplinan pegawai, tapi
persaingan yang tidak sehat justru akan menimbulkan konflik diantara mereka.
Persaingan yang sehat perlu dibina agar dinamika organisasi berkembang ke arah
yang diinginkan. Dengan persaingan yang sehat, setiap pegawai akan kreatif,
dinamis dan beerlomba-lomba untuk mencapai prestasi kerja yang optimal.
Persaingan kerja yang tidak sehat harus
dicegah sedini mungkin, supaya tidak sampai terjadi konflik yang akan merugikan
perusahaan. Konflik dapat terjadai di antara individu pegawai, kelompok dengan
kelompok, atasan dengan bawahan maupun diantara sesama individu pegawai.
Konflik yang tidak teratasi akan menimbulkan konfrontasi, perkelahian dan
frustrasi. Dan pada akhirnya akan merugikan perusahaan.
Karena itu seorang manajer harus dapat
mendeteksi secara dini dan mengatasi secepat mungkin konflik yang terjadi di
dalam perusahaan, supaya kerukunan dan kerjasama di antara pegawai dapat tetap
terpelihara dengan baik. Persaingan merupakan kegiatan yang
berdasarkan atas sikap rasional dan emosional dalam mencapai prestasi kerja
yang terbaik. Persaingan dimotivasi oleh ambisi untuk memperoleh pengakuan,
penghargaan dan status sosial yang terbaik. Konflik adalah
persaingan yang kurang sehat berdasarkan ambisi dan sikap emosional dalam
memperoleh kemenangan. Konflik akan menimbulkan ketegangan, konfrontasi,
perkelahian dan frustrasi jika tidak dapat diselesaikan. Ada beberapa hal yang
menyebabkan terjadinya persaingan dan konflik, antara lain :[7]
1. Tujuan
Tujuan
yang sama yang ingin dicapai akan meransang timbulnya persaingan dan konflik di
antara individu atau kelompok pegawai. Setiap pegawai atau kelompok selalu
berjuan untuk memperoleh pengakuan yang lebih baik dari yang lainnya. Hal ini
memotivasi timbulnya persaingan atau konflik dalam memperoleh prestasi yang
terbaik.
2. Ego Manusia
Ego manusia
yang selalu menginginkan lebih berhasildari manusia lainnya akan menimbulkan
persaingan atau konflik.
3. Kebutuhan
Kebutuhan
material maupun nono material yang terbatas akan menyebabkan timbulnya
persaingan atau konflik. Pada dasarnya setiap orang menginginkan pemenuhan
kebutuhan yang lebih baik dari orang lain.
4. Perbedaan Pendapat
Perbedaan
pendapat juga dapat menimbulkan persaingan atau konflik, karena setiap orang
atau kelompok terlalu mempertahankan bahwa pendapat merekalan yang paling tepat
dari pada yang lainnya. Bahkan hal ini seringkali berujung pada perpecahan.
5. Salah Paham
Salah
paham sering terjadi di antara orang-orang yang bekerja sama, dan akhirnya
timbullah persaingan atau konflik di antara mereka.
6. Perasaan Dirugikan
Perasaan
dirugikan karena perbuatan orang lain juga sering menimbulkan persaingan atau
konflik. Setiap tidak akan menerima begitu saja kerugian pada dirinya yang
diakibatkan oleh perbuatan orang lain.
7. Perasaan Sensitif
Perasaan
sensitif atau mudah tersinggung akan menimbulkan konflik, apalagi yang
menyangkut harga diri. Sebenarnya persaingan dan konflik tidak selalu memiliki
konotasi buruk, tapi juga memiliki sisi baik.
Kebaikan persaingan / konflik :
1. Sebagai sarana instrospeksi atau evaluasi diri demi
kemajuan
2. Meningkatkan moral kerja atau prestasi kerja
3. Mendorong perkembangan diri demi kemajuan
4. Memotivasi dinamika organisasi dan kreativitas
pegawai.
Keburukan persaingan / konflik :
1. Kerjasama kurang serasi dan harmonis di antara
pegawai
2. Memotivasi sikap-sikap emosional pegawai
3. Menimbulkan sikap apriori pada pegawai
4. Meningkatkan absen dan turnover pegawai
5. Kerusakan produksi dan kecelakan makin meningkat
Dampak positif dad negatif dari
terjadinya sebuah konflik:[8]
Dampak positif:
- Menimbulkan kemampuan mengoreksi diri
- Meningkatkan prestasi
- Pendekatan yang lebih baik
- Mengembangkan alternatif yang lebih baik
Sedangkan
Dampak Negatif dari terjadinya sebuah konflik antara lain:
- Subjectif dan emosional
- Apriori
- Saling menjatuhkan
- frustasi
D.
KEPUASAN BEKERJA, SETRES DAN
FRUSTASI
1.
Kepuasan Bekerja
Perasaan atau emosi sebenarnya merupakan energy
in motion atau energi yang bergerak. Sifat energi adalah dinamis dan kekal,
ia tak dapat dimusnahkan, melainkan hanya dapat diubah menjadi bentuk energi
yang lain. Perasaan manusia timbul kala energi di dalam dan di sekitar dirinya bergerak. Energi
inilah yang menjadi “nyawa”, tingkah laku kita, mewarnai pikiran, membentuk
mimpi, memperkaya hubungan insani, dan menyediakan bahan baku bagi daya cipta
manusia. Energi ini sebenarnya adalah bagian dari diri kita, yang biasanya tak
[tidak] kita sadari keberadaannya sampai ia muncul menjadi sesuatu yang kita
kenal sebagai ”emosi”.[9]
Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang
menyenangkan dan mencintai pekerjaannnya. Sikap ini dicerminkan oleh moral
kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. Karyawan yang lebih suka menikmati
kepuasan kerja dalam pekerjaannya akan mengutamakan pekerjaannya dari pada
balas jasa walaupun balas jasa itu penting.
Tolok ukur tingkat kepuasan yang mutlak
tidak ada karena setiap individu karyawan berbeda kepuasannya, kepuasan kerja
hanya diukur dengan kedisiplinan, moral kerja dan turn over kecil, maka secara
relative kepuasan kerja karyawan baik. Kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh
beberapa factor berikut:
a.
Balas jasa yang adil
dan layak b. Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian
c. Berat ringannya pekerjaan
d. Suasana dan lingkungan pekerjaan
e. Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan
f. Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya
2. Setres
Setres diartikan sebagai tekanan,
ketegangan atu gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri
seseorang.
Cary Cooper dan Alison Straw mengemukakan
gejala setres dapat berupa tanda-tanda berikut:
a.
Fisik, yaitu nafas
memburu, mulut dan kerongkongan kering, tangan lembab, merasa panas, otot-otot
tegang. b. Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas dan sedih, marah-marah, mudah salah paham, tidak berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa, dan gelisah.
c. Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, adanya ingatan menurun, sulit untuk berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja.
d. Interpersonal, yaitu acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada norang lain menurun, mudah mengingkari janji pada ornag lain, mudah berbohong.
Penyebab setres kerja yang lain dapat
dikarenakan adanya ketidak seimbangan antara karakteristik keperibadian
karyawan dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada
semua kondisi pekerjaan. Adanya beberapa atribut tertentu dapat mempengaruhi
daya tahan setres seorang karayawan. Factor-faktor penyebab setres kerja
terdapat dua factor penyebab atau sumber munculnya setres atau setres kerja,
yaitu factor lingkungan kerja dan factor personal. Factor lingkungan kerja
berupa kondisi fisik, managemen kantor maupun hubungan social di lingkungan
pekerjaan. Sedangkan factor personal bisa berupa tipe keperibadian,
peristiwa/pengalaman perinbadi maupun kondisi social ekonomi keluarga di mana
peribadi berada dan mengembangkan diri.
Dari beberapa uraian sebelumnya dapat
disimpulakan bahwa setres merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi
emosi, proses berpikir dan kondisi seseornag dimana ia dipaksa memberikan
tanggapan mlebihi kemampuan penyesuaian dirinya terhadap suatu tuntunan
external (lingkungan).
Jika anda dapat menjadikan pekerjaan orang
lain penuh ceria, maka akan bekerja lebih keras, lebih creative serta
merasa lebih puas dengan karier dan kehidupannya. sebuah lingkungan kerja yang
menciptakan ketegangan terus-menerus, penuh tekanan dan serius sangat memicu
setres dan tidak efesien.[10]
Sebenarnya obat yang paling manjur
menghadapi setres adalah rela atau ridha dengan apa yang terjadi (apa yang
menjadi kehendak). Caranya sebagaimana diterangkan diatas bahwa bagaimana kita
menghuidupkan positif filling, pasrah dan ikhlas hanya kepada Allah;[11]
a.
Berbniat dalam diri
dengan sesungguhnya
b.
Cari tempat yang
rileks
c.
Duduklah atau
berbaring dengan nyaman
d.
Kendurkan seluruh
otot mulai dari kepala hingga kaki, ini langkah awal untuk menerapi mental
e.
Bayangkan bahwa
masalah tersebut (yang membuat setres) berada din depan anda
f.
Terimalah masalah
itu sebagai bagian dari diri anda
g.
Bersikap menerima
h.
Sesuaikan irama
kehendak anda dengan kenyataan yang ada.
3.
Konsling
Konseling adalah pembahasan suatu masalah
dengan seseorang karyawan, dengan maksud pokok membantu karyawan tersebut agar
dapat mengatasi masalah secara baik. Koseling bertujuan untuk membuat
orang-orang menjadi lebih efektif dalam memecahkan masalah-masalah mereka. Adapun
Fungsi konseling adalah sebagai berikut:
a.
Pemberian nasehat,
yaitu dengan mengarahkan mereka dalam pelaksanaan serangkaian kegiatan yang
diinginkan
b.
Penentraman hati,
yaitu dengan meyakinkan karyawan bahwa dia mampu untuk mengerjakan
tugas-tugasnya asalkan dilaksanakan sungguh-sungguh.
c.
Komunikasi, yaitu
melaksanakan komunikasi dua arah, formal dan informal, vertical maupun
horizontal dan umpan balik harus ditanggapi manager secara positif serta
diberikan penjelasan seperlunya.
Dalam
pelaksanaanya konseling diindustry itpe-tipe yang dipakai dalam menagatasi
permasalahan yang dihadapi oleh karyawan terdapat beberapa tipe yaitu:[12]
a.
Directive Counseling
Directive
Counseling adalah proses mendengarkan masalah emosional individu, membuat
keputusan bersama tentang apa yang harus dia lakukan, dan memberitahu serta
memotivasinya untuk melakukan hal tersebut. Directive Counseling sebagian besar
menggunakan fungsi konseling advice (nasihat) juga reassurance, communication,
memberikan emotional release dan sedikit clarified thinking. Reorientation
jarang digunakan dalam directive counseling. Konselor directive counseling
harus menjadi pendengar yang baik jika ingin memahami masalah karyawan sehingga
karyawan mengalami emotional release. Setelah mengalami emotional release
disertai beberapa ide dari konselor, karyawan diharapkan dapat menjernihkan
pikirannya.
b.
Non-directive Counseling
Non-directive
counseling atau client-centered counseling adalah proses mendengarkan karyawan
sepenuhnya dan mendorongnya untuk menjelaskan masalah emosionalnya, memahami
masalah tersebut dan menentukan tindakan-tindakan yang akan diberikan. Tipe
konseling ini memfokuskan perhatian pada karyawan, konselor tidak bertindak
sebagai penilai atau penasihat makanya disebut client-centered. Konselor
non-directive counseling tidak menggunakan advice dan reassurance, tetapi
menggunakan empat fungsi konseling lainnya. Emotional release lebih efektif
digunakan dalam non-directive counseling begitu juga clarified thinking.
Keuntungan khas dari non-directive counseling adalah kemampuannya untuk
mengarahkan karyawan melakukan reorientation yang menekankan pada perubahan dirinya.
Dalam tipe konseling ini konselor membangun suatu hubungan permisif yang
mengarahkan klien untuk berbicara dengan bebas. Hal utama yang dilakukan oleh
konselor non-directive adalah menetapkan hubungan konseling dengan menjelaskan
bahwa konselor tidak memberikan penyelesaian masalah karyawan tetapi dapat
membantu karyawan untuk menjelaskan perasaannya. Kemudian konselor mendorong
karyawan untuk mengekspresikan perasaanya, menunjukkan ketertarikan terhadap
apa yang dikemukakan dan menerimanya tanpa menyalahkan atau memujinya. Sehingga
karyawan dapat mencurahkan perasaan negatif, dan diberikan kesempatan untuk
mengekspresikan perasaan positifnya, hal ini merupakan tanda dimulainya
perkembangan emosional pada karyawan. Setelah semuanya berjalan dengan baik,
karyawan seharusnya sudah memperoleh insight tentang masalahnya dan
mengembangkan alternatif pemecahan masalah. Selanjutnya karyawan dapat memilih
beberapa langkah positif dan dapat menemukan cara untuk mencoba langkah
tersebut. Kemudian karyawan merasa kebutuhan akan pertolongan konselor
berkurang dan menyadari hubungan konseling harus berakhir.
c.
Cooperative Counseling
Non-directive
counseling yang murni dilakukan oleh karyawan tidak banyak digunakan karena
biaya yang mahal dan keterbatasan lainnya. Directive counseling tidak terlalu
disukai karena tidak tepat untuk situasi konseling saat ini. Untuk mengatasi
dua tipe konseling yang ekstrim di atas, ada semacam penggabungan kedua tipe
konseling tersebut yang dinamakan cooperative counseling. Cooperative
counseling tidak seluruhnya client-centered counseling atau counselor-centered,
tetapi merupakan kerjasama saling menguntungkan antara konselor dan karyawan
untuk menerapkan perbedaan pandangan pengetahuan dan nilai terhadap masalah.
Hal ini ditetapkan sebagai diskusi yang saling menguntungkan tentang masalah
emosional karyawan dan usaha kerja sama untuk membangun kondisi yang akan
memulihkan karyawan. Cooperative counseling dimulai dengan menggunakan tehnik
mendengarkan non-directive counseling: tetapi ketika interview berkembang,
manager memainkan peran yang lebih positif daripada memainkan peran konselor
non-directive. Manager menawarkan pengetahuan dan insight yang dipunyainya,
mendiskusikan situasi dari pandangan yang luas dari organisasi kemudian memberikan
pandangan yang berbeda dengan karyawan sebagai perbandingan. Secara umum,
manager dalam perannya sebagai konselor cooperative menerapkan empat fungsi
konseling yaitu reassurance, communications, emotional release dan clarify
thinking.
4.
Frustrasi
Frustrasi,
dari bahasa Latin frustratio, adalah perasaan kecewa atau jengkel akibat
terhalang dalam pencapaian tujuan. Semakin penting tujuannya, semakin besar
frustrasi dirasakan. Rasa frustrasi bisa menjurus ke stress.
Frustrasi dapat berasal dari dalam (internal)
atau dari luar diri (eksternal) seseorang yang mengalaminya. Sumber yang
berasal dari dalam termasuk kekurangan diri sendiri seperti kurangnya rasa
percaya diri atau ketakutan pada situasi sosial yang menghalangi pencapaian
tujuan. Konflik juga dapat menjadi sumber internal dari frustrasi saat
seseorang mempunyai beberapa tujuan yang saling berinterferensi satu sama lain.
Penyebab eksternal dari frustrasi mencakup kondisi-kondisi di luar diri seperti
jalan yang macet, tidak punya uang, atau tidak kunjung mendapatkan jodoh.[13]
5.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sudah
menjadi tuntutan zaman bahwa kita harus mampu dan siap menghadapi globalisasi,
mampu beradaptasi dengan arus perubahan. Untuk menghadapi arus perubahan kita
harus melihat kemampuan diri sebagai akar budaya yang menjadmin kedisiplinan,
kerja keras, dan menghargai pendidikan. Hal ini sangat berperan dalam memacu
kelancara tugas-tugas yang diberikan organisasi. Tuntutan perubahan yang
semakin meningkat sehubungan dengan tuntutan zaman, yang memungkinkan kita
tidak bisa lagi berdiam diri. Organisasi akan tergilas mana kala menghindari
arus perubahan. Segalanya akan terus mengalir dan mengalir. Siapa yang tidak
mau dan siap untuk berubah akan ditinggalkan oleh zaman. Organisasi yang tidak
siap menghadapi perubahan akan tersingkirkan dari kehidupan.
Oleh
karena itu, sikap mintal prilaku kita kuatkan agar kita bisa menghadapi
tangtangan zaman. Kita mempunyai peluang untuk menjangkau masa depan.. masa
depan kita akan semakin mantap jika kita mampu mengembangkan budaya yang
menekankan pada kerja keras, disiplin, dan menghargai pendidikan. Dan dengan
demikian, apabila semua unit-unit satker terkecil samapai tingkat pusat
mendisiplinkan diri, kemajuan akan dapat tercapai, seperti halnya Negara-negara
yang sudah meraih kemakmuran serta kesejahtraan.
B.
Saran
Dalam
penyusunan makalah ini kami sebagai manusia yang tidak lepas dari sifat salah
danlupa menyadari, bahwa para pembaca tentunya akan mendapatkan beberapa kesalahan
serta kekurangan dalam makalah kami, entah dalam hal penulisan ataupun dalam
penyusunan kalimat. Oleh karena itu kami bengharap adanya sebuah asumsi atau
nasehat dari para pembaca yang nantinya dapat memberikan motivasi bagi kami
untuk selalu waswas dalam penulisan selanjutnya, sehingga tulisan kami menjadi
lebih baik.
DAFTAR
PUSTAKA
- Ann Wan Seng. Rahasia Bisnis Orang Jepang. Jakarta Selatan. Penerbit Hikmah.2007
- Fahmi Nashir. Spiritual Exellence. Gema Insani. Jakarta. 2009
- ü Netisemito, Alex s. Managemen Sumber Daya Manusia. Ghalia Indonesia .Jakarta. 1996.
- http://www.luphie.com/2012/10/advokasi-konseling-dalam-organisasi.ht
- http://publichealth08.blogspot.com/2012/08/stres-dan-frustasi-akibat kerja.html
- http://bungsu-tabalagan.blogspot.com/2012/10/kedisiplinan-msdm.html
- www.bppk.depkeu.go.id/bdk/pontianak/index.php/home/10-umum/76-disiplin-adalah-bagian-dari-kemajuan
[2] .
Netismito.Alex S. Managemen Sumberdaya Manusia.Ghalia Indonesia.
Jakarta.1996. Hal. 121
[4] .
Jefrey j. fox. How To Become CEO.terj.
Dion. P. Sihotang. Jakarta. Erlangga.2001.Hal.32
[5] .
Ann Wan Seng. Rahasia Bisnis Orang Jepang. Jakarta Selatan. Hikmah.
2007. Hal.
[6] .
Ibid. Hal. 71
[8] Netisemito,
Alex S. Managemen Sumber Daya Manusia. Ghalia Indonesia .Jakarta. 1996.
Hal 127
[9] . Fahmi Nashir. Spiritual Exellence. Gema Insani. Jakarta. 2009. Hal.
111
[10] .
Jefrey j. fox. How To Become CEO.terj.
Dion. P. Sihotang. Jakarta. Erlangga.2001.Hal.32
[11] .
Fahmi Nasir. Spiritual Exellence. Gema Insani. Jakarta. Hal.70-71
Tidak ada komentar:
Posting Komentar